Manado, Barta1.com – Bentuk penolakan terhadap PT Tambang Mas Sangihe (TMS) terus bergulir. Kali ini datang dari berbagai kalangan mahasiswa, Komunitas Pecinta Alam (KPA), komunitas Save Sangihe Island (SSI) serta individu yang datang dari berbagai daerah di Sulut), Senin (21/6/2021), pukul 11.20 WITA hingga pukul 13.50 WITA.
Terpantau Barta1.com, massa aksi melakukan long march jalan kaki dari titik kumpul Lapangan Tikala menuju Kantor Gubenur Sulut, yang berada di Jalan 17 Agustus, dengan memegang baliho bertuliskan Save Sangihe, Tolak Tambang PT TMS.
Presiden Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara (BEMNUS) Sulut, Robertino Katopo, salah satu orator mengatakan perjuangan menentang PT TMS tidak akan berakhir sebelum izin usaha pertambangan akan dicabut. “Saya sebagai presiden mahasiswa yang tergabung di BEMNUS Sulut dan juga berdarah Sangihe tetap akan berdiri dibarisan menolak PT TMS dan sejenisnya karena mengingat Sangihe berada di batas perbatasan wilayah antara negara Republik Indonesia (RI)-Filipina yang sangat berbahaya mendirikan tambang emas,” tegasnya.
Ia pun berharap, pemerintah jangan tutup mata dengan situasi yang sementara di alami masyarakat Sangihe. “Tanah Sangihe sangat berbahaya untuk ditambang. Karena sangat rawan alami bencana gempa bumi. Bahkan hewan yang dilindungi terancam punah dan masih banyak dampak-dampak atau perubahan yang akan terjadi jika perusahaan akan tetap diizinkan berjalan,” tukas Katopo.
Asisten Bidang Pemerintahan Pemprov Sulut, Edison Humiang didampingi Kadis Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulut, Fransiskus Maindoka, mengatakan seluruh tuntutan dan aspirasi akan diteruskan ke Jakarta. “Ini adalah perjuangan kita bersama kepada Direktorat Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batubara (Minerba) yang menyiapkan dan memproses izin ini. Jadi ini tugas kita semua, nanti kita ke ataskan ini. Dan seluruh aspirasi serta keinginan dari saudara-saudara akan kami bawah ke Jakarta,” kata putra Sitaro ini.
Kewenangan ini sesuai UU Nomor 3 Tahun 2020, bahwa sumber daya mineral dan batubara adalah kekayaan nasional. Oleh karena itu pengelolaannya dibawa kendali pemerintah pusat. “PT TMS belum melakukan operasi. Kalau mereka sudah menyiapkan itu, tetapi belum melakukan operasi, berarti belum merusak lingkungan di sana,” kata Humiang.
Adapun yang menjadi tuntutan dari aksi tersebut yaitu, meminta Gubernur Sulut mencabut izin PT TMS, meminta Kapolda Sulut untuk profesional terkait permasalahan PT TMS dan meminta Gubernur dan DPR memperbaiki Perda terkait tambang agar permasalahan seperti PT TMS tidak terulang lagi.
Tercatat sebanyak 50 massa aksi yang ikut pada aksi demo penolakan PT TMS, yang datang dari Kota Bitung, Minahasa, Kota Manado dan Sangihe.
Peliput : Meikel Pontolondo
Discussion about this post