Manado, Barta1.com — Kapolda Sulawesi Utara Irjen Pol Nana Sudjana menyatakan akan menindaklanjuti kasus lahan yang melibatkan 6 Dotu Tanjung Merah. Terhitung sudah 2 tahun kasus tersebut menjalani proses hukum, namun hingga kini tak kunjung tuntas.
Irjen Nana secara tegas menyatakan niatnya menindaklanjuti kasus tersebut di hadapan segenap yang hadir dalam tatap muka antar-pihak Kabupaten Minahasa Utara, Kamis 22 April 2021. Nana sendiri baru terhitung 2 bulan menjalankan tugasnya sebagai Kapolda Sulut, sehingga terkesan belum tahu persis kasus tersebut.
Namun dalam pertemuan di Aermadidi itu, yang juga dihadiri Kapolres Minut AKBP Grace Rahakbau, Ketua Granat Sulut Billy Johanis STh mengingatkan tentang pemberantasan mafia tanah sebagai hal yang patut difokusi kepolisian.
“Patut dicatat di Polda saat ini ada kasus yang sudah bergulir 2 tahun menyangkut tanah dan sekarang telah masuk tahap pra peradilan di mana ada dugaan pemalsuan tanda tangan hibah,” jelas Billy pada Kapolda Sulut.
Mengingat kasus itu sudah berproses lama, bahkan telah dua kali menjalani pra peradilan, Billy meminta agar Irjen Nana bisa serius menuntaskannya. Apalagi kata dia pemberantasan mafia tanah merupakan salah satu poin program yang digeber Kapolri.
Baca juga:
Kuasa 6 Dotu Tanjung Merah: SP3 Bukan Berarti Bebas
Kuasa 6 Dotu Tanjung Merah Menang Gugatan Pra Peradilan
Billy juga menambahkan, dugaan pemalsuan tanda tangan hibah lahan tersebut booming, karena di balik itu lahan dimaksud masuk dalam pengembangan ruas tol Manado-Bitung. Ganti rugi atas lahan senilai Rp 50 miliar kini telah dititip ke Pengadilan, sambil menunggu pemenang gugatan atas perkara dimaksud.
“Saya akan tindaklanjuti, pelapornya ada di mana sekarang,” tanya Nana sambil mencatat. “Pak Efraim Lengkong di Bitung pak, sebenarnya ada dugaan juga penghilangan barang bukti berdasarkan bocoran dari penyidik dan itu yang menjadi dasar Praperadilan,” timpal Billy.
Untuk diketahui, Efraim Lengkong selaku kuasa 6 Dotu Tanjung Merah yang melaporkan kasus tersebut, telah mengirim surat tersebuka pada Presiden. Isinya menyatakan laporan soal oknum polisi yang bertugas sebagai penyidik di Polda Sulawesi Utara yang diduga melakukan interelasi dan menerima suap dari tersangka.
“Dalam penanganan Laporan Polisi Perkara pidana Nomor LP/484/VII/ 2019/SULUT/SPKT tanggal 15 Juli 2019 tentang perkara menempatkan keterangan palsu pada akta otentik dan pemalsuan surat oleh pelapor beserta beberapa ahli waris,” bunyi surat tersebut.
Efraim menduga oknum penyidik sengaja melemahkan barang bukti sehingga barang bukti yang dikirim ke Jaksa Penuntut Umum dikembalikan. Dirinya menduga oknum penyidik merubah atau mengganti BAP bahkan menghilangkan bukti bukti yang sudah dikerjakan oleh penyidik sebelumnya yang teruji dalam sidang Praperadilan Nomor 14/Pid.Pra/2019/PN.Mnd tanggal 15 Oktober 2019. Ditambah dengan Putusan Praperadilan (kedua) Nomor 03/Pid.Pra/2020/PN.Mnd tanggal 19 Mei 2020.
“Dalam hal ini membuktikan bahwa penyidik sudah memiliki 3 alat bukti, pertama keterangan saksi, kedua keterangan ahli dan ketiga hasil labfor Polri Non Identik (palsu),” tandasnya. (*)
Editor: Ady Putong
Discussion about this post