Teater Dian dikenal sebagai grup yang kental dengan genre komedi. Lebih dari 30 tahun berkiprah, Dian telah melahirkan sejumlah bintang komedi terkemuka Sulawesi Utara.
Menjadi bintang utama beberapa sinetron garapannya bersama aktris seperti Tanti Muroso, Dharmawati Dareho dan aktor Eric MF Dajoh adalah secuil pengalaman dan kedekatan saya dengan sutradara Loegman Wakid pada era 1990 hingga tahun 2000. Dramawan yang tinggal di Kampung Arab Manado ini bisa dikata sedikit dari raksasa panggung di Sulawesi Utara. Karya-karyanya fenomenal dan ditunggu oleh masyarakat banyak. Kendati ikut menggarap drama-drama televisi dengan genre yang berbeda, Loegman lebih dikenal sebagai si jenius dalam genre komedi.
Bukan komedi bila tidak lucu, dan tujuan akhirnya memang untuk menghibur. Begitu setidaknya Loegman Wakid mengemas pilihan artistik dan estetika grup binaannya, Teater Dian. Dan Loegman, bisa dikatakan ahlinya dalam urusan satir dan parodi. Isian kritik dan pesan yang dilontar lewat celoteh polos para pemeran membuat setiap aksi panggung Dian nampak sarat gizi. Balai-balai desa akan penuh sesak, panggung-panggung terbuka di pelosok-pelosok kampung dibanjiri penonton. Orang-orang ngakak hingga masuk got, kursi-kursi plastik patah tak mampu menahan tubuh yang diguncang tawa, begitu pemandangan setiap kali Teater Dian mentas.
Menciptakan puluhan karakter tetap untuk para aktornya adalah salah satu capaian kreatifitas Loegman dalam kariernya sebagai sutradara. Karakter itulah yang terus hidup di atas panggung dalam puluhan tahun pertunjukan Teater Dian.
Ini sebabnya, masyarakat lebih mengenal teater Dian lewat nama karakter tokoh para bintangnya. Bahkan orang lebih mengenal “Tante Min” dari pada nama asli pemerannya Jean Waturandang, atau “Om Rombe” dari pada Sofyan Van Gobel, Bu Tahanusang dibanding Tamaka Kakunsi, Papanialo daripada John Piet Sondakh, Om Kale dibanding Jusuf Magulili, atau Anton Simore yang aslinya Richard Rhemrev.
Teater Dian juga bisa disebut teater-nya rakyat. Selain pentasnya menggunakan bahasa yang akrab digunakan masyarakat umum, ruang pertunjukannya lebih banyak berlangsung dari kampung ke kampung. Lebih dari separoh perkampungan di Sulawesi Utara telah bersua grup ini sejak awal 1980 lewat pertunjukan panggung penerangan. Mereka juga mengisi pertunjukan panggung-panggung penerangan di ruang terbuka dengan ribuan penonton seiring pameran-pameran besar yang berlangsung di Sulawesi Utara. Sebagaimana akar teater komedi yang berasal dari era Yunani Kuno dan berkembang dalam teater komedi modern Barat, nomor-nomor pertunjukan Teater Dian lebih bertumpu pada kekuatan improvisasi dalam membangun alur pertunjukan. Gaya ini membuat komedi ironi spontan mereka begitu membius dan meledakan tawa penontonnya.
Cikal bakal berdirinya Teater Dian awalnya lebih diperuntukan untuk program-program penyuluhan dari Kantor Wilayah Departemen Penerangan Sulawesi Utara (Kanwil Deppen Sulut) baik lewat panggung, radio, dan layar kaca TVRI. Sebagai grup teaternya kantor penerangan, anggota pertama grup ini didominasi oleh para pegawai Deppen antaranya, Jean Waturandang (Tante Min), Richard Rhemrev (Anton Simore), Sofyan Van Gobel (Om Rombe), Olga Roring (Usi), Jusuf Magulili (Om Kale). Bahkan Dian dipimpin langsung seorang petinggi Deppen yaitu Masry Paturusi. Pertunjukan-pertunjukan mereka juga disutradarai Loeqman Wakid yang juga pegawai di kantor penerangan itu.
Dalam perkembangan berikutnya, Teater Dian ikut melahirkan para komedian non PNS antaranya Hamid (Kapulu), Adi Srimulat, Kadi, Muklis, John Piet Sondakh (Papanialo), Stefanus Sahambangun (Ondos), Samsi Bachmid (Om Sampel) dan beberapa nama kondang lainnya.
Sudah disentil sebelumnya, kejenialan Loegman sang sutradara dan konseptor pertunjukan dalam membangun karakter tokoh-tokohnya dengan mengeksplorasi sisi lugu dan polos seorang manusia. Bahkan, Loegman berhasil membawanya lebih dekat, dengan mengadaptasi langsung karakter hidup etnik di Sulawesi Utara yang digabungkan dengan karakter profesi kaum bawah.
Paduan keluguan, kepolosan berlatar etnik inilah menjadi kekuatan hidup setiap tokoh ciptaan Loegman. Lewat tokoh-tokoh rekaannya itu, alur dramatik yang penuh kelucuan pun mengalir lancar, dan berhasil memasuki ruang emosi masyarakat Sulawesi Utara. Kendati karakter tokoh ciptaannya adalah sosok-sosok polos dan lugu, tapi aktor-aktris Teater Dian sejatinya kaum terpelajar bahkan sarjana dari berbagai bidang. Tokoh Bu Tahanusang (Tamaka Kakunsi) dan Om Kale (Jusuf Magulili) sebagai misal adalah penyandang S1 Jurusan Sosiologi. Om Sampel, penyandang sarjana pendidikan seni rupa. Sementara Papanialo (John Piet Sondakh) adalah aktor lepasan Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Penulis : Iverdixon Tinungki
Discussion about this post