Pengabdian tiada henti dilakukan anak bangsa di ujung utara Indonesia yang berbatasan dengan negara tetangga Filipina.
Mereka bertaruh nyawa untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), salah satunya Camat Nanusa, Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, Martin Luther Binambuni.
Kecamatan Nanusa adalah daerah administratif yang pemerintahannya setingkat kecamatan ini merupakan kepulauan dengan teritori delapan pulau yang terdiri dari empat pulau berpenghuni yakni Pulau Karatung, Pulau Marampit serta Pulau Kakorotan dan empat pulau tak berpenghuni yaitu Pulau Malo, Pulau Intata, Pulau Garat dan Pulau Mangupun.
Keeksotisan alam, kentalnya nilai adat dan budaya serta kemajemukan masyarakatnya menjadi ciri khas kepulauan ini. Nilai gotong–royong sebuah cerminan dari semangat Sansiote Sampate – Pate terus awet dalam keseharian masyarakat yang ada di Kepulauan Nanusa.
Pentingngya menjaga kebersamaan antar warga di beberapa Desa yang dipisahkan oleh lautan menjadi tantangan khusus bagi Pemerintah Kecamatan Nanusa. Ide, gagasan dan tenaga harus diperas sedemikian rupa untuk mewujudkan hal itu di tengah medan laut. Pasalnya, kondisi alam setahun, delapan bulan musim kencang dan empat bulan musim teduh.
“Di sinilah kita bisa membuktikan bahwa sekalipun berada di medan laut yang tidak bersahabat, kita bisa mewujudkan semangat gotong–royong yang merupakan kekuatan bangsa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena itu merupakan tugas seorang abdi negara,” ujar Camat Nanusa, Martin Luther Binambuni, Selasa (21/7/2020).
Pendidikan di perbatasan memang tidak ada hentinya menjadi perbincangan. Baik di tingkat lokal maupun tingkat nasional. Beragam opini yang menyatakan beberapa hal yang harus diperbaiki dan ditingkatkan fungsionalnya. Hal ini juga menjadi topik hangat di pemerintah pusat. Tak jarang pun bermunculan stigma bahwa masyarakat di perbatasan sangatlah keterbelakangan termasuk dalam dunia Pendidikan.
Ia menampik kalau Kecamatan Nanusa masuk dalam daerah perbatasan yang latar belakang warganya rendah dalam bidang pendidikan. “Meski berada di daerah perbatasan, kita tidak mau ketinggalan dalam soal peningkatan sumber daya manusia. Justru berada di daerah yang terbilang terpencil di Kepulauan Nanusa, menjadi sebuah tantangan tersendiri untuk pembuktian bahwa kita bisa,” ungkap Binambuni.
“Justru kepulauan nanusa memiliki banyak aset. Putra–putri nanusa banyak yang menjadi tokoh baik di bidang Pendidikan, budaya, politik, hukum dan sebagainya,” katanya.
Pria yang akrab disapa Akang Camat ini tak jarang harus menerobos amukan laut salat hendak menjalankan tugas, baik di wilayah Kecamatan Nanusa maupun di ibukota kabupaten.
“Memang akses kami menuju pusat ibu kota kabupaten cukup berat karena kami harus menyebrang lautan. Kalau kapal tidak masuk, maka kami harus menumpangi perahu jenis Pamboat atau pelang. Apalagi saat angin kencang dan gelombang laut mengamuk, kami harus mempertaruhkan nyawa,” tutur Binambuni.
“Tapi hal ini tidak menyurutkan semangat kami. Bukan berarti kami tidak mampu bersaing. Sebaliknya ini kami jadikan ajang pembuktian dan sebuah tantangan kalau kami di kepulauan nanusa merupakan orang–orang hebat,” tegas Binambuni.
Memasuki masa pensiun, dirinya terus berupaya dalam menjalankan tugas sebagai pengayom masyarakat yang ada di tapal batas NKRI-Filipina, di Kepualauan Nanusa. “Saya mempunyai keinginan di tahun 2020, memasuki masa pensiun dari kedinasan, saya ingin mendedikasikan seluruh kemampuan saya agar semua program berjalan dengan lancar. Apalagi dalam menjaga dan mempererat tali persaudaraan agar tidak terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat,” kata Binambuni.
Peliput : Evan Taarae
Discussion about this post