Johny Damar adalah satu dari deretan musisi Kepulauan Sangihe yang hingga hari ini eksistensi bermusik tak pernah luntur meski dalam perjalanan usia yang sudah lebih dari setengah abad.
Meski zaman terlampau cepat dan teknologi terus berkembang, dirinya seakan tak tinggal diam menyesuaikan diri dari geliat zaman yang tak mengecualikan segala hal.
Alhasil, tembang-tembang lawas Sangihe yang pernah jaya di tahun 60-an hingga 80-an tersiar melalui akun virtual youtubenya, dan digemari oleh puluhan ribu pendengar.
Johny Damar, lahir 20 Februari 1950 di Makassar, dan pada tahun 1953 ia dibawa keluarganya ke Jakarta. Bakat bermusiknya turun dari sang ayah JF Damar, berdarah Manganitu yang juga gemar bermain musik. Oleh karena itu, sejak usia 7 tahun di Jl Besuki 24/Menteng Jakarta, Johny gemar bermain ukulele bersama teman-temannya.
Pada periode tahun 1959/1960 ketika sang ayah diminta membuka bank di Tahuna/Sangihe, sebuah bank pertama didirikan di Sangihe dengan nama Bank Nustar (Nusa Utara) bersama dengan Max Lahonduitan, Nico Makahanap dan Julius (Uli) Bawole. Johny kala itu baru mau menginjak kelas 5 Sekolah Dasar (SD) dan baru pertama kalinya menginjakkan kaki di tanah leluhurnya Kepulauan Sangihe.
Tahun tersebut (1960) juga adalah peralihan kepemimpinan Bupati Boas Dauhan ke Bupati Harry Soetojo, yang menandai cikal bakal kejayaan Sangihe di Sulutteng (Sulawesi Utara dan Tengah), dimana grup kesenian mulai tumbuh dan Johny yang masih berusia belia menjadi bagian dari itu.
Sebelumnya bakat dan ketangkasannya dalam bermusik dilirik oleh Martin Lampanguli. Di tangan Lampanguli kematangan memainkan guitar dan ukulele membawa Johny ke panggung pasar malam, perayaan 17 Agustus 1960 di Lapangan Gesit Tahuna.
Hal lucu dan paling berkesan dalam kenangan Johny Damar waktu itu adalah, dimana badan guitar yang ia mainkan lebih besar dari ukuran badannya yang masih anak-anak. Oleh karena itulah, Martin Lampanguli baginya merupakan sosok yang berpengaruh besar dalam perjalanan karir bermusiknya.
Bupati Harry Soetojo dengan panggilan akrabnya Pak Toyo, juga memberi andil besar bagi anak-anak kawanua yang bertalenta di bidang kesenian. Melalui Pak Toyo juga dirinya bertemu dengan kerabat dekatnya Manus Kawinda. Kemudian Manus Kawinda menyuruhnya mengumpulkan teman-teman kecil yang punya potensi bermusik.
Dari sinilah menurut Johny, awal berdirinya band bocah Taruna Ria yang personelnya, Bonie Samudara (hanya sebentar), Exel Mandik, Victor Manangsang, Wellem Koroma, Fendi Taidi, Fiktor Royot, anak pejabat asal Jawa yang sebentar berdomisili di Tahuna, dan vokalisnya adalah Ansye Porry Makahanap.
Melalui keseriusan Bupati Soetojo, yang waktu itu membelikan perangkat musik yang lengkap, Manus Kawinda begitu tekun melatih band bocah Taruna Ria, termasuk mendatangkan, David Kulas, seorang pemusik dari Jakarta.
Tak hanya itu, waktu bersamaan Bupati Soetojo juga mengumpulkan anak-anak muda yang berbakat di bidang musik (band senior), mereka adalah Harry Mamudi, Teddy Mamudi, Max Pelopori, Ek Ulaen dan lain-lain dengan pelatihnya David Kulas.
Bupati Soetotojo juga bekerjasama dengan Zus Gemma Pontoh Kansil (ibunda Purn Jenderal AL Sulaeman Pontoh), beliaulah yang mengkoordinir kesenian (band dan tarian) kala itu.
“Kami selalu tekun berlatih, dan pertunjukan awal adalah di Tahuna dilanjutkan ke Ulu Siau tahun 1961, bersama dengan rombongan kesenian yang terkenal dari Jakarta yaitu Said Effendi Group dengan bintangnya Nurnaningsih dan Lies Saodah,” kenang Johny Damar.
Tahun 1961 diadakan festival band se-Sangir di Tahuna pesertanya di samping Taruna Ria Senior, ada juga dari Tamako/Mentelagheng Band, Peldast Band/perusahaan pelayaran Nusa Utara pemain-pemainnya Mas Parawito, Mas Willi Thio, Karangetang Band dari Siau, dari Tidore.
Tahu 1962 misi kesenian Sangir berangkat ke Manado untuk mengadakan pertunjukan yang spektakuler, sehingga membuat Sangir (baca: Sangihe) makin terkenal di Sulutteng. Saat itu Band Bocah Tahuna mendapat tambahan pemain yaitu Hilarius Andaria, Ferdy dan Hendrik Mangeronkonda, mereka ini adalah orang-orang hebat di Jakarta bermusik bersama Rinto Harahap dalam Lolypop Band, yangg mengiringi artis terkenal. “Lihat saja rekaman yang diiringi Band Lolypop keyboardnya pasti Hendrik Mangeronkonda,” kata Johny.
Adapun peserta dari Sangir yang ikut adalah Taruna Ria senior, Suluta Ria, (asuhan Mayor Rahasia, pemainnya adalah anak Sangir), Karangetang Band.
“Masih banyak lagi band yang ikut waktu itu saya sudah lupa namanya. Namun begitu juaranya pada saat itu kalau tidak salah adalah Suluta Ria. Kemudian kedua adalah Karangetang Band dan ketiga adalah Taruna Ria. Hampir semua anak-anak Sangir. Bangga dong. Bintang tamu pada saat itu adalah Combo Ria pp Oom Lodie Item, ayah dari Jopie Item, Jopie di band tersebut pegang tam-tam, karena masih kecil, torang satu umur. Di grup ini juga ada personil band asal Sangir,” ungkapnya.
Mengenang kebangkitan musisi Sangihe di tahun itu, Johny menerangkan bahwa melalui Bupati Soetojo, kegiatan band bukan hanya di Tahuna, tetapi hampir menyeluruh di Sangir besar dan Siau. Dari Siau ada band yang terkenal ialah Irama Karangetang, yang pemain-pemainnya Bung Ossi, Bung Gula Hengkengbala dengan penyanyinya Zus Poppy Tiendas.
Sejak tahun 1963, Bocah Taruna Ria menjadi pengisi acara rutin setiap acara di Kepulauan Sangihe. Bahkan pada pelaksanaan Porda se-Suluteng 1963 yang diadakan di Tahuna, Boca Taruna Ria dan Taruna Ria Senior menjadai pengisi acara. Di masa remajanya di tahun 1964-1968, band bocah berganti nama menjadi Irama Remaja/Taruna Ria. Johny menjadi leader sebab para senior telah berangkat ke luar Tahuna.
Dan sejak tahun 1964 para pemainnya adalah (lead guitar/melodie) John Onthonie, (rythim gitar), Exel Mandik (bass) dan Victor Manangsang (drum), dengan para penyanyinya Bung Ek Ulaen, Max Pelopori, Syanek Kansil, Tomo Abast. Sedangkan kegiatannya adalah manggung setiap event besar di Tahuna atau apabila ada pejabat penting dari Manado, Jakarta berkunjung ke Tahuna.
Ketika Victor Manangsang merantau di tahun 1965, posisi drum digantikan oleh Chris Sinadia, dan seiring berjalannya waktu tahun 1967-1968, Hengky Merontoneng yang kemudian menjadi personel Black Brothers bergabung dengan kami.
“Jadi band kita makin hebat dengan dua guitarist, sampai saya berangkat ke Jakarta, Hengky masih bermain di band tersebut, ditambah personil baru Alben Kansil. Tetapi band ini hanya bertahan sampai 1970 awal, karena personilnya semua merantau ke luar Tahuna, Exel Mandik ke Papua, Hengky ke Jakarta, lalu ke Papua, Alben Kansil menjadi pelaut, John Onthonie ke Poso,” jelasnya.
Sejak tahun 1968 hingga tahun 1973 kegiatan Johny Damar diawali dengan Band Elshinta, kemdian 1974 mendirikan Dampelos Group. Dampelos yang proses perekamannya bertahan hingga tahun 1980. Dan di Jakarta pada tahun 1977 dirinya bergabung Grup Pigeon pimpinan Bung Papo Parera.
Tak hanya itu, di sana dirinya disamping bermain dan berganti-ganti band (Jakarta Rock n Roll, Ayodhia dll) dan menjadi pengisi guitar dibeberapa rekaman mengiringi penyanyi, Johny juga aktif bekerja disalah satu bank di Jakarta sebagai Auditor hingga 1999. Sempat juga menjadi konsultan namun karir bermusiknya tetap ia asah.
Meski aktivitas kantornya begitu padat yaitu sempat menjadi analis keuangan di salah satu Law Office di Jakarta, di tahun itu juga ia bersama sahabatnya Soehandjono mendirikan D’oversexs Band. Sekarang usia pemainnya sudah lebih dari 60 tahun, beliau adalah mantan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAMDATUN).
Di band tersebut dirinya bermain bersama dengan Dicky Prawoto (bass gitar/eks Band Eka Sapta), Abadi Soesman (keyboard), Achwan (drum/eks Arsianti Band) dan Paimin (rythm gitar/eks Arsianti Band), Abadi kemudian diganti oleh Didi Hadju (ayahnya Selomita Marini).
Sejak 2003 sampai saat ini D’oversexs tetap eksis tetapi pemain berubah dengan masuknya Donny Suhendra/best gitaris Indonesia/Krakatau Band, Nadjib Oesman (keyboard blues terkenal), Philips (bass/main bersama Hendrik di Lolypop Band) dan Noldy Wuisang (drum).
Disamping kegiatan tetap sejak 2004 sampai dengan saat ini, setiap malam minggu main di Bimasena Executive Lounge/Dharmawangsa Hotel, juga mengisi acara TVRI dan diundang di beberapa event besar perusahaan-perusahaan ternama di ibu kota.
Pekerjaan kantor tak menghambat karir bermusik Johny Damar, aktif di masa-masa 2015 di D’oversexs Band juga sebagai Komite Audit. Saat ini dirinya lebih fokus menghabiskan waktunya di studio pribadinya merekam lagu-lagu Sangihe instrumental dan diupload ke youtube-nya.
Penulis : Rendy Saselah
Discussion about this post