Minahasa, Barta1.com – Imbas dari kebijakan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi memberlakukan keputusan Menristekdikti nomor 194/M/KPT/ 2019 tentang Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada universitas negeri menuai penolakan. Diantaranya, Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Universitas Negeri Manado (Unima).
Menurut penuturan Koordinator Lapangan (Korlap) KBM Unima Freedom Rombot dalam aksi di depan gedung rektorat, Jumat (9/8) siang tadi, bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya.
“Hal ini berdasarkan konstitusi dan regulasi UU nomor 20 tahun 2003. Pemerintah sebagai penyelenggara negara diberi amanat untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, serta pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Namun, ada persoalan yang dihadapi bangsa ini yang sangat mendasar perihal pendidikan,” katanya dalam orasi, Jumat (9/8/2019).
Dirinya menyampaikan, orientasi, sistem dan kurikulum pendidikan hanya berkesesuaian dengan permintaan pasar sebagai dampak dari pemberlakuan sistem ekonomi liberal, lemahnya institusi atau lembaga pendidikan, minimnya infrasturktur dan fasilitas pendidikan hingga akses untuk mengenyam pendidikan yang masih diskriminatif.
Di bidang pendidikan tinggi, kata dia, agenda besar liberalisasi dan otonomi pendidikan dipermulus dengan berlakunya UU nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
“Liberalisasi dan otonomi pendidikan ini menjadikan negara hanya sebagai ‘penjaga malam’ di tengah dominasi pasar bebas dunia, dikerdilkan perannya untuk tujuan yang besar, yaitu kecerdasan dan kesejahteraan bangsa sehingga memberi kesan bahwa negara abai dan mengkhianati konstitusi,” sampainya.
Dampak yang kemudian dihadapi ialah muncul banyaknnya regulasi turunan yang berhadapan dan bertentang langsung dengan kondisi material rakyat Indonesia sendiri.
Sementara itu, Unima sebagai institusi pendidikan milik negara tidak lepas dari masalah yang disebut diatas. Dengan momentum tahun ajaran baru, masyarakat sementara berbondong-bondong masuk perguruan tinggi demi tujuannya di masa depan.
Namun belakangan ini, isu terkait mahalnya biaya kuliah terus berkembang yang memupus harapan masyarakat, terutama rakyat kurang mampu untuk mengenyam pendidikan tinggi.
Hal itu, lanjut Freedom, berdampak dari kebijakan pemerintah pusat dengan diberlakukannya keputusan Menristekdikti nomor 194/M/KPT/ 2019 ini. Sebagai perpanjangan tangan dari Peraturan Menteri Ristekdikti nomor 39 tahun 2017, Unima yang sebelumnya mengeluarkan kebijakan melalui keputusan Rektor Unima nomor 443/UN41/HK/2019 terus meresahkan masyarakat kampus.
Freedom menjelaskan, Unima ketika belum memberlakukan sistem UKT, tidak banyak protes akan biaya kuliah yang mahal. Setelah itu ketika tujuh tahun tetakhir ini diberlakukan sistem UKT, penolakan dan keluh kesah mulai muncul.
“Tentu ini karena perbedaan nominal uang yang harus dikeluarkan para mahasiswa baru. Bagaimana tidak, sebelumnya Surat Persetujuan Pembayaran (SPP) per semester hanya kisaran Rp500 ribu, kemudian naik lagi Rp1,4 juta sampai Rp2 juta. Kemudian naik lagi Rp2,5 juta, sekarang lebih parah lagi malah menyentuh Rp5 juta per semester,” ujarnya.
Belum lagi, kata Ketua BEM FBS Unima ini, UKT yang sudah menyentuh Rp5 juta per semester ditambah dengan Uang Pangkal sekitar Rp5-7 juta membuat orang tua dan calon mahasiswa kaget.
“Meskipun dalam penerapan sistem ini boleh melakukan negosiasi pengajuan pengurangan UKT dan Uang Pangkal dengan mempertimbangkan kondisi kemampuan ekonomi orang tua, tetap masih saja jadi masalah. Karena pihak Unima tidak pernah menyosialisasikan hal tersebut. Belum lagi, upaya negosiasi antara orang tua, calon mahasiswa dan pihak Unima disinyalir bisa terjadi nepotisme,” urainya.
Oleh sebab itu, Freedom menyebutkan, seluruh mahasiswa yang tergabung dalam KBM Unima meminta, agar pihak Unima dapat membuka peluang sebesar-besarnya kepada masyarakat miskin untuk bisa menempuh pendidikan, kemudian pihak Unima dapat mewujudkan pendidikan murah, terjangkau dan bermutu.
Peliput : Martsindy Rasuh
Discussion about this post