Oleh: Adrianus Kojongian
Selama pemerintahan kolonial Belanda, baik masa Kompeni (VOC) mau pun Hindia-Belanda, ada banyak raja dan bangsawan di bekas Keresidenan Manado yang menentang kekuasaan Belanda. Perlawanannya berbeda-beda, latarbelakangnya adalah bentuk penolakan terhadap perjanjian-perjanjian yang dibuat, dengan banyaknya pasal larangan yang harus diteken ketika mereka dilantik secara resmi. Akibatnya, ada sekian banyak raja yang ditangkap kemudian diasingkan oleh Belanda.
JOHANNIS MANUEL MANOPPO
Raja Bolaang-Mongondow, dilantik menggantikan Adrianus Cornelis Manoppo dengan meneken acte van bevestiging en van verklaring di Manado tanggal 15 Juli 1864 dengan Residen Manado Willem Christiaan Happe. Meski ia sebenarnya telah memimpin Bolaang-Mongondow sebagai pejabat sejak 6 September 1862.
Janji yang dibubuhi tandatangannya sebanyak 15 poin. Paling pokok, mengaku akan hormat dan taat kepada pemerintah Hindia-Belanda, sebagai tuan (opperheer). Ia pun berjanji setia memenuhi kontrak perjanjian 8 September 1858 yang telah dibuat ketika Raja Adrianus Cornelis Manoppo naik tahta, dimana pemerintah Hindia-Belanda memiliki hak istimewa untuk menunjuk dan memberhentikan seorang raja.
Pasal-pasal lain dalam janjinya antara lain akan mensejahterakan rakyatnya, memerintah dengan kebenaran, menjaga perdamaian dengan tetangga, mencegah perdagangan budak, melindungi pertanian, perdagangan dan lain sebagainya.
Kerajaan Bolaang-Mongondow di masanya berpenduduk 35 ribu jiwa. Sepertiga penduduknya dilaporkan telah memeluk agama Islam, sementara sisanya masih kafir.
Ketika Zendeling Wilken dan Schwarz menemuinya di Bolaang Juni 1866, ia digambarkan sebagai seorang pria setengah baya bertubuh kecil tanpa banyak ekspresi. Ia lebih banyak berdiam dan balasan pertanyaan selalu dijawab oleh Jogugu.
Ternyata, pemerintahannya mendatangkan banyak keluhan dan laporan kepada Residen di Manado. Tanggal 17 September 1865 ketika Z.M.stoomschip Coehoorn tiba di Manado dari Bolaang-Mongondow, ikut serta Penghulu Mokoginta dan beberapa kepala lain yang melakukan oposisi terhadap wewenang sah sang raja.
Begitu pun saat Zendeling-leerar kembali September 1866 setelah tinggal tiga bulan di Bolaang-Mongondow. Mereka mencatat kondisi moral penduduk menyedihkan, dengan banyak pencurian dan pembunuhan.
Namun, Raja Johannis Manuel Manoppo sangat tegas menentang Koffiecultuur. Ia menolak dengan ketus praktek tanam paksa kopi masuk kerajaannya ketika diminta selama kunjungannya ke Residen Anthonie Hendrik Swaving (1876-1878) di Manado.
Padahal, setiap tahunnya Bolaang Mongondow diperkirakan menghasilkan sekitar 300 sampai 400 pikul kopi. Kopi mana dengan kebijakannya, dijual bebas kepada pedagang di Manado, sehingga menimbulkan kerugian besar kepada pemerintah kolonial.
Laporan dan keluhan-keluhan atas dugaan terjadinya pembunuhan di Bolaang-Mongondow semakin santer tiba di Manado pertengahan tahun 1879. Maka Raja Johannis diundang datang ke Manado untuk memberikan klarifikasi terhadap berbagai tuduhan tersebut.
Dengan menggunakan dua kano dengan rombongan besar terdiri 300 orang pengiring, pada bulan Juli 1879 Raja Johannis Manuel Manoppo tiba di Manado. Ia tinggal selama dua bulan.
Semula keadaan tenang saja. Tapi, ketika kapal perang Belanda Zr.Ms.Tromp tiba di Manado dari Makassar, entah dari mana asalnya, muncul rumor bahwa Raja Johannis dengan pengikutnya hendak melakukan serangan umum serta membuat amuk di pasar. Tentu saja segera timbul kecemasan di kalangan pejabat Belanda, dan utamanya penduduk bangsa Eropa di Manado.
Karena masih segar diingatan mereka serangan oleh Syarif Pagoe alias Mansoer hari Kamis 26 Agustus 1875 di masa Residen Mr.S.C.J.W.Musschenbroek yang sempat membuat huru-hara besar di Manado. Sejak saat itu, kedatangan para raja yang memang diwajibkan, tapi bila disertai banyak pengiring akan selalu diwaspadai.
Hari Sabtu tanggal 4 Oktober 1879, Residen Manado Mr.P.A.Matthes menerima surat yang menyatakan bahwa Raja Bolaang-Mongondow ingin melakukan serangan terhadap Manado. Residen segera mengumpulkan Asisten Residen A.C.Uljee, Komandan Militer Benteng Nieuwe Amsterdam dan Jaksa. Mereka membahas poin kunci. Lokasi tempat raja bermukim harus diduduki, dijaga 38 Schutters. Benteng Nieuwe Amsterdam dan pemukiman penduduk dijaga ketat untuk tempo 2 bulan. Lalu dengan dibekingi kapal perang Tromp dan sebuah stoombarkas milik sebuah firma yang sengaja disewa, peluang jalan lari Raja melalui laut dengan kano telah diblokade ketat.
Dilaporkan, penduduk Eropa yang cemas banyak berdiam di rumah membekali diri dengan senjata, bahkan ada dengan senapan Beaumont di balik pintu. Siapa pun yang lewat di jalan tak akan luput dari pemeriksaan.
Situasi tersebut berlangsung sampai hari Senin tanggal 6 Oktober 1879. Raja yang melihat gelagat mencurigakan kemudian melakukan kunjungan perpisahan kepada Residen pada jam 9 pagi, karena ia berencana untuk segera kembali ke Bolaang-Mongondow.
Tanpa disertai mantrinya, ia mendatangi rumah Residen. Tapi, Residen tidak mau menerimanya di rumah, meminta Raja Johannis ke kantor. Residen secepatnya berembuk bersama Asisten-Residen A.C.Uljee dan Sekretaris Residen Petrus Kist. Mereka memutuskan untuk menangkap Raja.
Untuk tujuan ini, Asisten Residen Uljee dan Jaksa meminta Raja menemui Residen yang sengaja menunggu di kantor.
Tapi, Raja Johannis yang kecewa dan curiga telah kembali ke rumahnya. Ia lalu dikirimi surat yang memberi tenggat waktu sampai jam 11 siang untuk datang bertemu Residen di kantor. Namun, raja tetap menolak untuk kembali.
Kontrolir Manado dan Jaksa dikirim menjemputnya. Keduanya dikawal seorang Kopral dan 12 anggota Garnisun Manado, yang semuanya dipersenjatai dengan senapan Beaumont. Mereka menuju rumah tinggal sementara raja yang berada di sisi lain dari sungai.
Ketika bertemu Raja, Kontrolir Manado memberitahu bahwa Residen sedang menunggunya sekarang. Dengan sangat terpaksa Raja mengikuti mereka pergi ke seberang sungai, menaiki kereta Residen yang telah menunggu, didampingi Kontrolir dan Jaksa dengan kawalan tentara.
Ternyata, keretanya bukan menuju ke kantor Residen yang ada di bagian kiri, tapi ke kanan, dan langsung ke penjara. Kepadanya lalu dinyatakan kalau ia dipecat, atas nama Raja Belanda, ditangkap dan menunggu perintah lebih lanjut ia akan dipenjara.
Selain tuduhan akan menyerang Manado, ia pun disebut salah urus. Raja Johannis ditahan di penjara Manado, dengan pengawalan pasukan Schutterij Manado.
Ikut ditahan Penghulu dan pejabat Penghulu. Sementara pengiringnya kembali hari itu, dan sebagian esok harinya dengan kano ke Bolaang Mongondow. Kekhawatiran bahwa para pengiringnya akan kembali untuk membebaskan raja yang dicintainya ternyata tidak terbukti.
Meski pun ia memiliki seorang putra, dengan beslit gubernemen tanggal 13 Desember 1879 nomor 8, telah diangkat Abraham Sugeha sebagai Raja Bolaang-Mongondow yang baru. Ia resmi dilantik dalam posisi tersebut 12 Juli 1880. Raja Abraham Sugeha memerintah hingga meninggal 3 Desember 1891.
Mantan Raja Johannis Manuel Manoppo telah diasingkan ke Pulau Jawa, di Bagelan. Putranya tersebut, yakni Riedel Manuel Manoppo baru dilantik jadi Raja di Manado 1 Juli 1893 sebagai pengganti Abraham Sugeha.
JACOBUS PONTO
Pangeran Bolaang-Itang, anak Raja Daud Ponto. Diangkat menjadi Raja Siau pada tanggal 26 September 1850, menggantikan pamannya Nicolaas Ponto. Ia meneken perjanjian dengan Residen Manado W.C.Happe 8 Juni 1865 serta kontrak 11 Desember 1884 dan 26 November 1885 dengan Residen O.M.de Munnick.
Raja Jacobus Ponto banyak melakukan pembaruan untuk mensejahterakan rakyatnya. Antara lain di tahun 1880 ia melakukan budidaya pala besar-besaran di Siau.
Raja Jacobus memerintah hingga ia ditahan dan dibawa ke Manado di bulan Agustus 1889. Bulan Oktober martabat rajanya dicabut oleh Gubernur Jenderal. Menanti di penjara Manado, kemudian turun beslit Gubernemen tanggal 11 Februari 1890 nomor 7, dimana untuk kepentingan perdamaian, ia diputus dibuang ke Pulau Jawa di Cirebon.
Ia telah ditangkap dengan tuduhan menentang diam-diam pemerintahan Belanda dan hendak membarter wilayahnya untuk kekuatan asing. Kemudian juga tuduhan salah urus. Tanggal 3 Mei 1890 ia meninggal dunia dan dikuburkan di Sangkanhurip, sekarang masuk Kabupaten Kuningan.
Di Siau telah ditunjuk pejabat sebagai President Raja, Gemuel David menggantikan ketidakhadiran raja, sampai kemudian Manalang Dulag Kansil diangkat Residen E.J.Jellesma 31 Agustus 1898 sebagai Paduka Raja Siau yang baru.
LAMBERT PONTO
President Pengganti Raja Manganitu sejak tahun 1886. Jabatannya semacam mantri utama menjalankan pemerintahan pengganti raja yang lowong setelah Raja terakhir Manuel Mocodompis meninggal 20 Agustus 1880.
Memerintah cukup lama, pada bulan Oktober 1892 Lambert Ponto diberhentikan oleh Residen Manado dengan hormat. Penggantinya adalah Johannis Mocodompis.
Kemudian dengan tuduhan memprovokasi kerusuhan serta menghasut kepala bawahan lain untuk membawa keluhan terhadap penggantinya, ia ditahan Residen Manado. Penahanannya dilakukan setelah berlangsung pemeriksaan, dimana tuduhan tersebut ternyata tidak berdasar. Dengan beslit gubernemen Belanda tanggal 14 Januari 1895 nomor 9, ia diasingkan di Manado dengan alasan untuk kepentingan perdamaian dan ketertiban di Manganitu
Johannis Mocodompis sendiri naik dari posisi sekadar President Pengganti Raja menjadi Paduka Raja Manganitu, setelah meneken acte van verband 31 Agustus 1898 di Manado.
Nasib bekas penguasa Manganitu Lambert Ponto cukup lama terkatung di pengasingan. Baru bulan Januari 1899, ia diizinkan pulang kembali di Manganitu. Permaisurinya Janna Gantohe (1855-1945) telah tinggal dan kemudian meninggal di Tomohon, dimakamkan di Tumatangtang Sarongsong.
LAIN-LAIN
Ada pula tiga raja Sangihe lain yang bersamaan diinternir Belanda ke Sulawesi Tengah. Raja Kandhar-Taruna (Kendahe-Tahuna) Christiaan N Ponto di Luwuk selang 1930-1933, Raja Siau Lodewijk N Kansil 1930-Desember 1932 di Parigi, serta Raja Tabukan Willem AK Sarapil di Kolonedale.
Dari kalangan bangsawan pun banyak yang diasingkan Belanda. Terkenal umpama Jogugu Taruna Philip Datunseka (Philip d’Atonseka, atau juga Philip de Antonseca) yang ditahan Gubernur Belanda Johan Hendrik Thim tahun 1687. Ia dibawa ke Batavia 1689 kemudian diasingkan ke Ceylon (sekarang Srilanka).
Zacharias Makaampo, pangeran dari Tabukan, yang berkuasa di akhir pemerintahan Raja Markus Jacobus Dalero, ditahan tahun 1722, serta diasingkan ke Kaap de Goede Hoop Afrika Selatan.
Pangeran Manganitu Tambiengo yang berkaitan masalah dengan Raja Jacob Marthin Lazarus, tahun 1751 dibawa ke Ternate, kemudian diinternir di Pulau Edam, Kepulauan Seribu sekarang.
Sumber Tulisan:
-Corpus Diplomaticum, Bijdragen tot de Taal-,Land-en Volkenkunde, Deel 96 (1939).
-Delpher Kranten: Arnhemsche Courant 1879, Bataviaasch Handelsblad 1879, De Locomotief 1879, De Standaard 1875, Java Bode 1876, Nederlandsche Staats-Courant 1865, Rotterdamsche Courant 1867, Soerabaiasch Handelsbald 1879, 1880; Sumatra-Courant 1879.
-Ensiklopedia Tou Manado.
-Generale Missiven van Gouverneurs-Generaal en Raden aan Heren XVII der Verenigde Oostindische Compagnie, Resources Huygens.
-Over de Vorsten van Bolaang Mongondow, W.Dunnebier, Bijdragen tot de Taal-,Land-en Volkenkunde, Deel 105 (1949).
-Staten-Generaal Digitaal. (*)
Penulis adalah Sastrawan dan Sejarawan, tinggal di Tomohon, Minahasa
Discussion about this post