Angkatan Laut kerajaan Siau di bawah komando Laksamana Hengkengunaung disebut pernah bertempur melawan armada militer kerajaan Gowa di perairan Leok Buol. Di kemudian waktu, mereka menjadi sahabat dalam menggempur kekuatan Arung Palakka dari kesultanan Bone.
Kerajaan Siau, sebuah imperium kecil dengan wilayah penaklukan yang sangat luas, di masa pemerintahan Raja Don Geronimo Winsulangi (1591-1639) hingga Raja Don Fransiscus Xavirius Batahi (1639-1678), ungkap Max S. Kaghoo dalam bukunya “Jejak Leluhur, Warisan Budaya di Pulau Siau”, yang diterbitkan PT. Kanisius 2016.
Setelah membangun armada Angkatan Laut pada tahun 1612 di bawah pengawasan Laksamana Hengkengunaung, kekuatan tempur Kerajaan Siau bangkit menjadi salah satu kekuatan besar di kawasan Timur Nusantara.
Dalam kiprahnya, kerajaan ini pernah mencakup daerah-daerah di bagian selatan Sangihe, pulau Kabaruan (Talaud), pulau Tagulandang, pulau-pulau teluk Manado dan wilayah pesisir jazirah Sulawesi Utara (kini Minahasa Utara), serta ke wilayah kerajaan Bolangitan atau Kaidipang (Bolaang Mongondow Utara) bahkan berekspansi armada lautnya sampai ke Leok Buol.
Pitres Sombowadile dalam sebuah artikelnya menyebutkan, kerajaan Siau dalam berbagai catatan Belanda dan sejarawan lokal di Manado, H.M. Taulu, disebut-sebut pernah mengusir armada Kerajaan Makassar yang menduduki wilayah Bolaang Mongondow. Tidak terhitung juga menghalau para armada perompak asal Mindanao .
Meskipun wilayahnya kecil dan tidak dikenal banyak orang Indonesia tetapi kerajaan ini pernah memegang peran penting di bagian Utara dan Timur Indonesia.
Hubert Jacobs SJ yang terkenal dengan rangkuman serial sejarah wilayah Indonesia Timur Documenta Malucensia, pernah membahas kerajaan ini.
Jacobs, tulis Pitres, memulai tulisannya dengan uraian mengutip perkataan seorang filsuf, ‘’kadang-kadang barang terkecil merupakan yang paling sulit direngkuh’’. Begitu analogi Jacobs atas kerajaaan kecil Siau ini.
Ungkapan Jacobs itu, papar Pitres, mungkin diungkapkan karena Kompeni Belanda memang pernah sangat kesulitan mencaplok kerajaan ini ke dalam lingkup kekuasaannya karena kerajaan ini memang adalah wilayah yang dilindungi Spanyol yang berpusat di Manila, di benteng Intramuros (Filipina).
Dalam buku “Jejak Leluhur, Warisan Budaya di Pulau Siau”, Kaghoo, menyebutkan, kerajaan Gowa sangat berhasrat menundukkan kerajaan-kerajaan di utara Sulawesi. Untuk memadamkan niat itu, Laksamana Hengkengunaung mengerahkan armada perang kerajaan Siau ke Leok Buol untuk menghadang pergerakan armada tempur kerajaan Gowa.
Sebuah perang laut pun pecah di perairan Buol antara kekuatan armada tempur dua kerajaan bahari ini. Sejumlah kapal terbakar dan menelan banyak korban jiwa.
Setelah perang di laut Buol itu, dua bulan kemudian, tulis Kaghoo, Kerajaan Gowa dan Kerajaan Siau mencapai kesepakatan menjalin kerjasama menghadapi Arung Palakka dari Kerajaan Bone.
Di akhir 1660, ketika Arung Palakka melancarkan serangan terhadap Gowa, ia mengalami kesulitan, kerena kekuatan militer Gowa menjadi sangat kuat dengan bantuan armada tempur kerajaan Siau di bawah Laksamana Hengkengunaung.
Dalam pertempuran itu Gowa meraih kemenangan, sementara Arung Palakka terpaksa mundur, kemudian bersama para pengikutnya berlayar jauh melarikan diri ke Batavia pada tahun 1663.
Atas jasa bantuan armada tempur kerajaan Siau, tulis Kaghoo, Sultan Hasanuddin dari Kerajaan Gowa menghadiahkan sebidang tanah kepada Laksamana Hengkengunaung sebagai tanda persahabatan kedua kerajaan. (***)
Penulis: Iverdixon Tinungki
Discussion about this post