Di pantai Pantera Ranowangko II yang berpasir putih itu para pegiat lingkungan memantau area kembang biak penyu, salah satu spesies paling langka di dunia saat ini. Ratusan telur penyu dijaga dan saat menetas, hewan itu dikembalikan ke habitatnya.
Pesisir pantai Ranowangko II Kecamatan Kombi, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, menjadi salah satu lokasi penangkaran penyu di Indonesia. Hewan itu harus tetap lestari karena jumlahnya terus menipis setiap tahun. Rantai makanan membolehkan dia dimangsa hewan lainnya, termasuk manusia yang menganggap penyu punya khasiat istimewa. Dari 7 jenis penyu, ada 5 spesies yang naik dari laut dan bertelur di area berpasir Pantai Ranowangko.
“Di Pantera (pantai Ranowangko) II, ada lima jenis dari tujuh spesies penyu dan data yang kami miliki terakhir di tahun 2019 ini sudah ada 3 jenis penyu yang bertelur, yaitu penyu lekang, lekang abu-abu dan lekang hitam,” Ungkap Rolef Bolung, salah satu pegiat di kawasan konservasi penyu Ranowangko, baru-baru ini.
Tak hanya pencinta penyu lokal yang bergiat di Ranowangko. Anakan penyu atau tukik yang sudah menetas, termasuk telur-telurnya, ternyata telah mengundang simpati dari dunia internasional. Rolef mencatat, sejak tahun lalu 2018 hingga sekarang setidaknya relawan dari 14 negara bergabung di area konservasi. Mereka berasal dari Amerika, Inggris, Tiongkok, Swedia, Jerman, Australia hingga Prancis.
“Monitoring penyu dilakukan larut, sejak jam tujuh malam hingga jam empat dinihari,” sebut Rolef.
Dalam teknisnya ketika pegiat konservasi menemukan jejak atau telur penyu, jumlahnya langsung didata. Saat induknya ditemukan, proses bertelur terus dipantau hingga akhirnya melakukan penghitungan ukuran indukan tersebut. Tentu yang terpenting harus dikenali juga spesiesnya apa. Hal ini dilakukan tanpa mengganggu aktivitas induk untuk kembali ke laut. Relawan juga mewaspadai pasang surut air laut. Lokasi telur akan dipindahkan ke wilayah aman karena pasang-surut datang bersama kepiting api, salah satu jenis pemangsa telur penyu.
Fenly Derek, aktivis lingkungan yang foklus pada konservasi hewan ini mengungkapkan, penyu merupakan satwa yang harus dilindungi sesuai undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam. Ancaman penjara minimal 5 tahun akan ditanggung pelaku yang membunuh penyu.
“Upaya kami untuk melindungi penyu tak hanya di lingkungan konservasi saja, tapi juga memberikan edukasi ke masyarakat di sekitar Pantai Ranowangko yang rata-rata nelayan soal manfaat penyu bila dibiarkan hidup,” sebut Fenly.
Hewan Purba
Sejarah yang dilewati umat manusia tak banyak membawa perubahan bagi penyu. Para peneliti mempublikasi hewan itu sedikit berevolusi, seperti halnya buaya. Sejak era purbakala, penyu sudah eksis dan saat ini menjadi isu dunia karena jumlahnya kian terancam. Untuk urut-urutan hewan terancam punah sedunia, penyu telah melewat urutan panda, hewan lucu pemakan tebu dari Tiongkok.
Dalam rantai makanan, penyu sangat penting karena dengan adanya dia, perkembangan ikan di dunia boleh berkelanjutan. Makanan utama penyu secara umum adalah ubur-ubur, sedangkan makanan ubur-ubur adalah ikan-ikan kecil. Ketika penyu punah tidak menutup kemungkinan di masa datang yang menjadi makanan manusia adalah ubur-ubur, karena dia secara sporadis berkembang akibat rantai makanan terputus oleh kepunahan penyu.
Penyu adalah satwa yang rentan dari kepunahan, karena juga dari 1.000 tukik atau anak penyu yang menetas, hanya 1 memiliki kesempatan hidup dan berkambang biak. Ancaman lain datang dari manusia, yang menganggap bahwa mengkonsumsi penyu dan telurnya berkhasiat menambah vitalitas.
Populasi penyu di Pantai Ranowangko mengundang analis penyu internasional, Jeff Kendall, datang ke sana tahun 2007 silam. Upaya mempertahankan hewan tersebut mulai dilakukan sejak itu. Jeff dan kemudian relawan lainnya yang bergiat di Ranowangko mengajak masyarakat sekitar untuk menghentikan kebiasaan mengonsumsi penyu.
Tahun 2019 ini, Tim Poikan Ranowangko II mengadakan pendataan riil di lapangan berkerjasama LSM Manengkel Solidaritas. Dalam rekord mereka sejak Januari hingga Maret ada 16 sarang penyu yang berhasil diselamatkan dari pasang surut air laut.
Dalam 1 tahun ada 2 musim bertelur di area pesisir pantai Ranowangko II. Pegiat konservasi Alexander Wales memastikan musim bertelur paling banyak antara Januari hingga April. Kemudian berlanjut September akhir hingga November akhir.
Tim Poikan sendiri telah melepasliarkan tukik hasil pendataan untuk 2 sarang awal. Ada 168 telur yang menetas dan langsung dilepasliarkan kembali. Spesies dari 2 sarang ini berjenis Lekang abu abu. Indukan penyu tersebut bertelur di pasir area pemukiman.
“Biasanya kalau musim pertama banyak penyu yang bertelur maka nanti pada musim bertelur kedua hanya sedikit,” ujar Alexander. (*)
Peliput: Meikel Pontolondo
Discussion about this post