Sangihe, Barta1.com — Kasus pemukulan anak belasan tahun di Kabupaten Kepulauan Sangihe berakhir damai menyusul kesepakatan keluarga korban untuk mencabut pengaduan. Dengan demikian, terduga yang ditengara oknum aparat polisi lolos dari jeratan hukum.
Di ruangan Kasat Reskrim Polres Kepulauan Sangihe berkumpul keluarga korban yang diwakili oleh dua perempuan bernama Masna dan Silfiana. Di sebelah mereka, terlapor AKM yang diduga merupakan aparat penegak hukum.
Kasat Reskrim Polres Kepulauan Sangihe, Kamis, (28/3/2019) Iptu Angga Maulana SIK SH, membuka pertemuan itu di depan awak media bahwa persoalan itu telah diselesaikan oleh kedua belah pihak secara kekeluargaan, sambil berujar pada keluarga korban bahwa tidak ada paksaan dari siapapun.
“Ini keluarga korban, itu terlapor. Kami dari pihak kepolisian, kita sesuai undang-undang. Mereka bikin laporan polisi, kita terima, kita sudah lakukan pemeriksaan, baik terlapor, ke saksi-saksi, maupun ke korban. Itu semua sesuai dengan undang-undang yang berlaku, sesuai dengab SOP di kepolisian,” ujar Maulana.
Diungkapkannya dalam proses penyelidikan pelaku (terlapor) menunjukan itikad baiknya terhadap pihak korban, sehingga pihak korban menurutnya mencabut laporan tanpa paksaan siapapun.
“Intinya terlapor ingin membantu korban, ternyata diterima dari korban, mereka juga ada hubungan kekeluargaan, korban ingin cabut laporan. Karena ini delik aduan, silahkan! saya tidak memaksakan seseorang untuk melanjutkan atau menarik. Yang pasti tidak ada paksaan,” tambah Maulana.
Maulana menjelaskan, antara pihak korban dan Pelaku (terlapor) telah melakukan pertemuan di Desa.
“Mereka sudah melakukan pertemuan di Desa, sudah ada videonya, ada fotonya, dari pihak korban juga ada semuanya sudah lengkap. Kalau sudah ada itu semuanya bawa ke saya surat pernyataan bersama baru kita buatkan atau kita pertimbangkan untuk mencabut laporan, dan ini sudah ada surat penyataan bersama dan ini pencabutan laporanya,” jelasnya sambil menunjukan sebuah surat.
Ditegaskannya kembali dari pihak korban tidak ada keberatan, karena dari terlapor ada itikad baik.
“Kami sebagai pihak kepolisiaan hanya menimbang dan silahkan cabut laporan polisi, tidak jadi masalah karena itu delik aduan dan tidak ada paksaan dari siapapun dan saya sebagai pihak kepolisian netral hanya melaksanakan tugas sesuai dengan UU yang berlaku,” Ujar Maulana.
Terkait Perlindungan Anak
Korban, Syamsudin Makaluas(16) anak di bawah umur, berasal dari Kampung Bahu, Tabukan Utara. Berdasarkan keterangannya, pada hari Jumat (15/3/2019), dia dijemput oleh lelaki bernama PM sekitar pukul 9.30 pagi, kemudian di bawa ke sebuah tempat dimana dirinya dituduh mencoret baliho Calon Legislatif (Caleg). Dia mengaku dirinya hanya menulis sebuah tulisan kecil.
Sesampainya di lokasi tempat dimana Baliho Caleg itu berdiri, dia dibawa lagi oleh oknum aparat AKM, yang disinyalir anggota kepolisian di salah satu Polsek di Sangihe. Kemudian dirinya dibawa oleh AKM ke rumahnya di Kampung Naha, tak jauh dari Bandar Udara Naha. Dari situlah penganiayaan memuncak.
Dimulai dari suruh push up, tamparan, hingga ada orang lain yang masuk, menendang korban hingga tergeletak. Tak hanya itu, Syamsudin kemudian dibawa masuk ke dalam garasi mobil dan disuruh jongkok. Kemudian ada lagi orang yang datang menamparnya.
“Sampai di rumah mereka, saya ditanya kalau ada orang yang menyuruh menulis di baliho, lalu di suruh push up, kemudian ditampar. Kaki saya bengkak, karena ditendang pada waktu saya sementara push up. Yang menendang pria bertato berbadan besar datang dengan mobil. Dari situ saya dibawa ke tempat mobil (garasi), disuruh jongkok, lalu ada lagi yang menampar saya,” kata Samsyudin, Senin (25/3/2019) kepada awak media.
Meski demikian yang dialami oleh Syamsudin, keluarga telah menarik laporannya di Polres Kepulauan Sangihe, dengan dasar itikad baik pelaku (terlapor) yang ingin membantu korban. Dengan demikian menurut Kasat Reskrim Maulana, dirinya tidak dapat memaksakan seseorang, karena itu delik aduan.
“Inikan delik aduan, saya tidak memaksakan seseorang, itu pertimbangan dari atas, yang pasti, cabut laporan polisi tidak memaksa seseorang untuk meneruskan laporan polisi. Tetapi untuk saran pertimbangan hukum nanti kita akan bicara lagi ke atas dan akan tunggu dari atas,” ungkap Maulana.
Sementara itu Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulawesi Utara, Jull Takaliuang, melalui sambungan telpon ke awak media, Kamis (28/3/2019) menyayangkan kejadian itu. Menurutnya sesalah apapun anak tersebut, tidak seharusnya dianiaya.
“Mungkin dia salah, tapi itu baliho boleh diganti, cetak, atau dihapus atau bagaimanalah. Bukan harus dianiaya sampai begitu dan beberapa orang menganiaya. Ini kan perbuatan betul-betul sangat kejam ke anak-anak,” Kata Takaliuang.
Dirinya mendorong, agar penegakkan hukum itu harus sama dan jangan ada pembedaan.
“Kita harus bertindak sama di depan hukum, tidak boleh ada pembedaan, kalau aparat dikasikan semacam keringanan, atau tolerir untuk baku ator bae, itu tidak bagus ini. Ini akan menjadi pelajaran buruk ke depan. Nanti akan banyak juga yang akan melakukan hal yang sama kepada anak-anak,” kata Jull.
“Kita harus menunjukkan hukum itu sama, mau di kota, mau di pelosok mau di manapun apalagi untuk perlindungan anak,” tambah dia. (*)
Peliput: Rendy Saselah
Discussion about this post