Jakarta, Barta1.com – Berbagai elemen beraksi atas peristiwa kekerasan intimidasi, dan persekusi yang dialami tiga jurnalis saat meliput malam Munajat 212 di Monas, Kamis (21/2/2019).
Kali ini Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) yang mengutuk keras yang dilakukan oleh massa beratribut Laskar Front Pembela Islam (FPI) terhadap jurnalis yang tengah menjalankan tugas.
“Jurnalis dilindungi UU No 40/1999 tentang Pers seperti tertera di Pasal 8 bahwa dalam menjalankan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum. Tindakan kekerasan ini jelas merupakan tindak pidana yang harus diusut tuntas dan dihukum seberat-beratnya. Aksi kekerasan yang dilakukan FPI juga mengancam kebebasan berpendapat dan demokrasi Indonesia,” ujar Direktur SIEJ, Aditya Wardhana lewat rilis yang dikirim ke Barta1.com, Jumat (22/2/2019).
SIEJ menyatakan sikap menuntut kepada Kepolisian Republik Indonesia untuk segera menangkap para pelaku tindak kekerasan terhadap jurnalis. Mengimbau kepada masyarakat untuk turut bersolidaritas kepada jurnalis yang mengalami tindak kekerasan sebab aksi kekerasan ini mengancam kebebasan berpendapat dan demokrasi.
“Menyerukan kepada setiap jurnalis untuk terus mengawal kasus kekerasan ini sampai para pelaku diadili dan mendapatkan hukuman yang seadil-adilnya. Menyerukan kepada setiap jurnalis untuk tetap menjalankan tugas jurnalistik secara profesional dan berlandaskan kepada kode etik,” papar jurnalis CNN Indonesia TV ini.
Kronologis kejadian
Sebelumnya Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyebutkan bahwa Koordinator Liputan CNN Indonesia TV, Joni Aswira yang berada di lokasi menjelaskan kejadian tersebut. Malam itu, belasan jurnalis dari berbagai media berkumpul di sekitar pintu masuk VIP, dekat panggung acara. Mereka menanti sejumlah narasumber yang datang untuk diwawancarai.
Tiba-tiba di tengah selawatan sekitar pukul 21.00 WIB, terjadi keributan. Massa terlihat mengamankan orang. Saat itu, beredar kabar ada copet tertangkap. Para jurnalis yang berkumpul langsung mendekati lokasi kejadian. Beberapa di antaranya merekam, termasuk jurnalis foto (kamerawan) CNN Indonesia TV.
Kamera jurnalis CNN Indonesia TV cukup mencolok sehingga menjadi bahan buruan sejumlah orang. Massa yang mengerubungi bertambah banyak dan tak terkendali. Beberapa orang membentak dan memaksa jurnalis menghapus gambar kericuhan yang sempat terekam beberapa detik.
Saat sedang menghapus gambar, Joni mendengar ucapan bernada intimidasi dari arah massa. “Kalian dari media mana? Dibayar berapa?”, “Kalau rekam yang bagus-bagus aja, yang jelek enggak usah!”
Nasib serupa juga dialami wartawan Detikcom. Saat sedang merekam, dia dipiting oleh seseorang yang ingin menghapus gambar. Namun, dia tak mau menyerahkan ponselnya.
Massa kemudian menggiring wartawan Detikcom ke dalam tenda VIP sendirian. Meski telah mengaku sebagai wartawan, mereka tetap tak peduli. Di sana, dia juga dipukul dan dicakar, selain dipaksa jongkok di tengah kepungan belasan orang.
Namun akhirnya ponsel wartawan tersebut diambil paksa. Semua foto dan video di ponsel tersebut dihapus. Bahkan aplikasi WhatsApp pun dihapus, diduga agar pemilik tak bisa berkomunikasi dengan orang lain. Usai kejadian itu, korban langsung melapor ke Polres Jakarta Pusat dan melakukan visum.
Jurnalis CNNIndonesia.com yang meliput di lokasi kejadian ikut menjadi saksi kekerasan tersebut. Sementara jurnalis Suara.com yang berusaha melerai kekerasan dan intimidasi itu terpaksa kehilangan ponselnya.
Editor : Agustinus Hari
Discussion about this post