“Kisah kehidupan adalah
jalinan dari berbagai kebetulan dan keberuntungan,
serta produk dari beragam keadaan yang luar biasa,
atau bahkan amat menakjubkan” – Bojan Pozar, Igor Omerza–.
Pertama, dan sesungguhnya utama, Sri Wahyumi adalah perempuan perbatasan. Kendati popular dengan nama singkatan SWM –sebagaimana penyebutan yang sering dipakai media massa–, namun Sri Wahyumi adalah nama kecil yang terasa lebih puitis untuk menyebut sosok Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud yang lengkapnya bernama Sri Wahyumi Maria Manalip, SE.
Jelang 5 tahun karier sebagai orang nomor 1 di daerah perbatasan, ia dikenal pribadi yang mencolok dan berani menentang arus. Berpakaian sedemikian simple, namun sangat memesona. Di satu sisi, ia seorang tipikal perempuan kepulauan. Di lain sisi, ia merepresentasikan keanggunan, kekuatan, dan selera yang bagus.
Saat Presiden Joko Widodo mengunjungi pulau Mianggas, Sulawesi Utara, pada hari Rabu, 19 Oktober 2016 untuk meresmikan bandara di pulau terluar Indonesia tersebut, sosok bupati cantaik Sri Wahyuni Maria Manalip sontak menjadi perhatian pers. “Maklum, kan langka, ada seorang bupati perempuan yang berparas cantik,” kelakar seorang jurnalis.
Selang beberapa waktu, sejumlah media dan situs berita nasional melansir foto-foto Bupati Sri Wahyuni Maria Manalip yang fashionable lengkap dengan caption yang penuh pujian dan pujaan. Netizen media social pun pada viral menjulukinya “Bupati cantik yang selalu modis”.
Ketika Sri Wahyumi dilantik sebagai Bupati, Kabupaten Kepulauan Talaud baru berusia 12 tahun sejak di mekarkan dari kabupaten induk Sangihe pada tahun 2002. Bupati-Bupati sebelumnya tentu telah melakukan apa yang paling bisa mereka lakukan dengan segala lebih dan kurangnya. Tapi di usia daerah yang semudah itu – yang juga lengkap menyandang predikan sebagai daerah tertinggal – , tantangan yang dihadapinya tidaklah ringan. Rakyat menuntut bukti kerja di satu sisi, dilain sisi ia punya impian membangun daerah tercinta dengan semangat dan semua kemampuan yang ia miliki.
Beruntung, ia besar dan berkarier di negeri yang sangat dikenalnya itu, sebuah kawasan kepulauan terutara di Indonesia Timur yang berbatasan langsung dengan Negara Filipina. Ia ditempa alam laut, dan berguru pada kerasnya hidup selayaknya orang kepulauan.
Di Indonesia, daerah perbatasan hingga kini berkonotasi kawasan penuh keterbatasan dan pembatasan. Tak mudah meraih peruntungan di sini, kendati letaknya strategis untuk pengembangan sector perdagangan lintas Negara, investasi dan pariwisata.
Dari pulau-pulau terluar Kabupaten Talaud, kita bisa melihat pantai-pantai terdekat kawasan Davao del Sur, Filipina. Namun sebagai bagian dari 199 daerah tertinggal di Indonesia yang tergolong terisolir karena berbagai keterbatasan infrastruktur dasar, ekonomi, sosial budaya, perhubungan, telekomunikasi dan informasi serta pertahanan keamanan, maka di sini, apalagi di tahun-tahun selumnya, cerita meraih kemakmuran menjadi kisah yang muram.
“Minum kopi di Davao lebih dekat ketimbang di Jakarta”, barangkali ada judul esai paling sarkastik –dilansir Harian Cahaya Siang, terbitan 1980— dalam mengambarkan persoalan perbatasan kita.
Beberapa waktu lalu, pemerintah Indonesia mencoba mengubah paradigma perbatasan dari kawasan belakang menjadi beranda terdepan. Namun niat baik membangun Indonesia dari pinggir ternyata sesulit mengurai benang kusut. Menerobos masalah pengelolaan batas Negara adalah perkerjaan yang tak mudah. Terlalu banyak jalan buntu yang sulit dipapas –terutama menghadapi silang lingkar berbagai Peraturan perundang—yang membuat daerah perbatasan serasa sulit bernapas.
Sebagai misal, ketika Kapal Roro dicanangkan melayani perdangan Indonesia-Filipina, armada dagang lintas batas ini ternyata langsung diterpa kendala. Dari data yang ada, terhitung dua kali saja kapal itu melintas di perbatasan. Muatan dari Sulut (Provinsi Sulawesi Utara) tidak memadai adalah persoalan utama. Sementara persoalan lain, ekspor seperti komoditi sarang burung walet terhalang oleh ketentuan Kementrian Perdagangan yang kurang menunjang.
Di lain sisi, Imigrasi Filipina menerapkan kebijakan penutupan perdagangan lintas batas dengan alasan pihak Indonesia mengubah secara sepihak pas lintas batas sesuai dengan UU Tentang Keimigrasian yang baru tanpa pembicaraan dengan pemerintah Filipina.
Mencermati persoalan daerah perbatasan –seperti yang dihadapi Kabupaten Kepulauan Talaud- nyaris seluas kita menatap langit cerah di malam hari yang dipenuhi bintang-bintang. Kita ingin mengapai salah satunya, kemudian kita sadar, tangan tak terlampau panjang untuk meraihnya.
Ketika semua jalan seakan buntu, lantas keberanian semacam apa yang mendorong Sri Wahyumi mematok program pembangunan yang pro-rakyat lewat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2014-2019. Jawaban utamanya adalah; ada garis kemiskinan yang tinggi di sana. Ketika Sri Wahyumi menjabat Bupati sejak 20 Juli 2014, Talaud telah mengoleksi 9.220 orang miskin.
Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan. Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan juga disebabkan oleh ketidakmampuan mengakses sumber-sumber permodalan, juga karena infrastruktur yang belum mendukung untuk dimanfaatkan masyarakat memperbaiki kehidupannya. Selain itu karena SDM, SDA, sistem, dan juga tidak terlepas dari sosok pemimpin.
“Jika kita tidak proaktif, janji-janji manis masa kampanye untuk megentaskan kemiskinan, hanyalah tinggal janji yang tak pernah ditepati,” ujarnya.
Kemiskinan lanjut dia, membuat anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus perpindahan dari desa ke kota dengan tujuan memperbaiki kehidupan, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas.
Untul itu, “kita harus berani mendobrak kebuntuan. Kita harus bisa mewujudkan perubahan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Memajukan rakyat Indonesia di Kabupaten Kepulauan Talaud telah menjadi motivasi dan mendorong saya untuk membuat perencanaan pembangunan daerah secara lebih baik, sistematis, komprehensif, dan dapat dilaksanakan untuk diabdikan bagi kemakmuran dan kejayaan Kabupaten Kepulauan Talaud,” ujar Sri Wahyumi, ketika penetapan RPJMD.
Pada titik inilah kemudian kita percaya, waktu punya kisahnya sendiri untuk diceritakan. Waktu punya cara menginspirasi kita untuk berbuat kebaikan. Sebab, seorang pemimpin yang selalu meraih kesuksesan adalah orang yang gigih dan pantang menyerah. Dia harus liat berkelit dari kebuntuan. Dia harus punya daya lenting menyiapkan jalan raya meraih kesejahteraan bagi rakyatnya. Dia harus mampu menepis persoalan keterpencilan dan keterbelakangan Kabupaten Talaud akibat pola sentralisasi pembangunan di masa lalu. Karena dia seorang Bupati.
“Kedudukan sebagai Bupati adalah tugas suci yang dipercayakan rakyat untuk membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Kita harus menjadi orang pertama yang datang menolong rakyat kita dari himpitan hidupnya, meski terkadang kita merasa tak cukup tangan untuk melakukannya,” ujar dia.
Apabila hari ini kita mengenal sosok Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud –yang juga seorang Sarjana Ekonomi ini–, hari ini pula kita bertemu kisah perjuangan dan inspirasi, semangat dan optimisme, bahwa perempuan perbatasan juga harus berani bermimpi, karena siapa pun bisa menjadi apa pun yang diinginkannya.
“Terpenting kita bekerja keras, mengedepankan profesionalitas, semangat, komitmen, totalitas, dan keberanian,” kata dia.
Tampilannya yang selalu modis dan fashionable memang mengundang banyak perhatian khalayak. Kendati berpenampilan layaknya sosialita, perempuan berperawakan tinggi dan berparas ayu yang gemar naik motor trail, jet ski, dan menyelam ini, lewat kegigihannya membangun Kabupaten Kepulauan Talaud, berhasil menempatkan dirinya sebagai Bupati yang berprestasi.
Tentang kegemarannya terhadap sejumlah aktivitas dan olah raga yang penuh tantangan dan beresiko tinggi itu tentu perlu diberi sedikit catatan: Talaud dijuluki negeri surga dipusaran angin dan gelombang. Hanya sedikit waktu kita melihat cuaca teduh. Bahkan di berapa tempat di kawasan ini, seperti antara Esang, Geme, dan Arangka, ombak telah menjadi pemandangan sepanjang tahun. Orang-orang menamakan kawasan laut itu “Meta Ambora” yang berarti ombak abadi. “Inilah alam kita. Ini kondisi riil kepulauan kita. Siapa saja yang menolak ditempa dan dididik oleh alam, maka ia akan terlontar keluar dari alam,” kata Sri Wahyumi.
Di tengah kondisi alam kepulauan yang keras, Sri Wahyumi dikenal sebagai Bupati yang punya nyali. Ia tak segan-segan mengemudikan perahu atau kapal berukuran kecil dalam mengemban tugasnya sebagai Bupati, mengunjungi beberapa pulau terpisah dari Melonguane, Karakelang kendati cuaca agak tak bersahabat. Kadang ia nekat melaju dengan speed boat atau Jet Ski dalam rangka tugas ke suatu tempat. Keberaniannya menakluki kerasnya alam laut di Kabupaten Kepulauan yang dipimpinnya itu sontak membuahkan julukan perempuan petarung
Sebagai perempuan petarung, julukan itu ternyata tak sekadar untuk keberaniannya menakluki laut, namun juga untuk keuletan dan kerja kerasnya sebagai pemimpin. Dan dia membuktikannya.
Jelang 5 tahun kepemimpinannya, ada perubahan besar di Kabupaten Kepulauan Talaud. Pertumbuhan ekonomi naik signifikan. Bila tahun sebelumnya rata-rata angka laju pertumbuhan ekonomi sebesar 4 sampai 5 persen. Dalam dua tahun kepemimpinannya pertumbuhan ekonomi mencapai 5,29 persen.
Jelang akhir kepemimpinannya pada 2019, tren pertumbuhan ekonomi terus naik. Salah satu penyebab menaiknya pertumbuhan ekonomi ini ungkap BPS Kabupaten Talaud adalah dampak dari keberhasilannya menggenjot sektor listrik, gas, jasa keuangan serta asuransi hingga mengalami percepatan pertumbuhan.
Di tangan Sri Wahyumi, Kabupaten Talaud juga mengalami pertumbuhan di bidang industri pengolahan mencapai 1751 perusahaan dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 3903 orang. Sementara IPM periode 2014 – 2017 terus mengalami peningkatan dan semakin baik dari angka 66,14 di tahun 2013 menjadi 67,74 pada tahun 2017.
Secara regional, pada tahun 2017 IPM Kepulauan Talaud berada pada peringkat ke-10 dari 15 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sulawesi Utara. Peringkat ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow dan beberapa Kabupaten lain di wilayah daratan Sulawesi Utara. Sementara PDRB ( ADHB ) Kepulauan Talaud pada tahun 2016 naik mencapai 1,920 Triliun Rupiah.
Di sektor Pariwisata, hingga 2017 di Kabupaten Kepulauan Talaud bertambah 4 menjadi 18 hotel non bintang dengan 178 kamar dan 280 tempat tidur. Pada tahun 2017 tercatat ada 105 wisatawan mancanegara yang berkunjung. Sementara itu, kunjungan wisatawan nusantara tercatat sebanyak 3000 orang di mana angka tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2016 yang berjumlah 2700 wisatawan.
Untuk sektor perikanan dan kelautan, sejak menjabat bupati pada 2014 Sri Wahyumi langsung mensasar target produksi ikan Tuna sebanyak 500 ton per hari. Hingga 2017 sebagaimana data di Dinas Perikanan dan Kelautan, target produksi tersebut mulai berjalan lancar dan terus naik.
Talaud sebagai negeri ikan memang bukan julukan yang baru. Sepanjang tahun kawasan laut utara ini disemaraki pemandangan takjub dan fantastik dari hempasan tuna. Dari data yang ada potensi lestari sektor perikanan kawasan ini pertahun sekitar 100 ribu ton. Sementara sekitar 80 persen tuna di Filipina berasal dari laut Talaud.
Kemaharayaan sektor perikanan di Selatan Filipina, semisal pelabuhan perikanan di kawasan Gensan pun sangat bergantung pada hasil tangkapan dari laut kepulauan yang dalam sebutan tradisional bernama tanah Porodisa atau negeri surga ini.
Ini sebabnya, pekan kedua Agustus 2018, PT Perikanan Nusantara (Persero) atau Perinus menanda tangani kerjasama di Bidang Perikanandan dengan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud.
Bupati Talaud, Sri wahyumi mengatakan, perairan Kabupaten Talaud sendiri memeliki potensi besar, di mana menjadi salah satu tempat penghasil Ikan Tuna, Tongkol dan Cakalang terbesar dengan memiliki nilai keuntungan tinggi.
Di era pemerintahan Jokowi-JK dengan Nawacitanya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memiliki program yang diberi nama Program Pengembangan Kawasan Kelautan dan Perikanan Terintegrasi (PK2PT) di 5 pulau terdepan, yaitu Kabupaten Merauke (Papua), Simeulue (Aceh), Natuna (Riau), Maluku Tenggara Barat (Maluku), dan Sangihe Talaud (Sulawesi Utara).
Untuk menggenjot sektor ini 91 unit armada tangkap didatangkan pemerintah. Pembenahan kawasan pembangunan sentra kelautan dan perikanan terpadu juga dilakukan di Desa Salibabu. Pembangunan alih status pangkalan pendaratan ikan menjadi pelabuhan perikanan pantai, sudah dibangun sejak 2015 hingga tuntas di 2016.
Pada 2017 kawasan ini sudah memiliki tempat pelelangan ikan cool storage, ice flake skala besar, balai dan rumah nelayan 50 unit. Talaud, kini siap bersaing dengan daerah lain di sector perikanan dan kelautan. Sektor perikanan Talaud pun dilirik investor kelas dunia, di antaranya dari Tiongkok, Zhang Zhi Xiang.
Kepedulian dari pemerintah pusat lewat Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia terhadap Kabupaten Talaud ini semakin tampak nyata lewat kunjungan Ibu Susi Pudjiastuti sebagai Mentri KDP dalam menghadiri hajatan budaya sekaligus eko wisata bahari Mane’e yang berlangsung belum lama ini di negeri Porodisa, di negeri dimana ikan-ikan nyaman berumah.
Dan kemampuan Sri Wahyumi melakukan reformasi birokrasi di Kabupaten yang dipimpinnya membuahkan perhargaan “INDONESIAN GOOD GOVERNANCE AWARD” (Eksekutif Indonesia Berprestasi 2015) dari Yayasan Nirwana Indonesia. Puluhan penghargaan lain dari berbagai bidang juga telah diterimanya sebagai buah kiprah dan pencapaian dalam memimpin kabupaten perbatasan itu.
Ia dinilai berhasil membangun percepatan dan peningkatan infrastruktur, diantaranya, peningkatan jalan nasional lingkar pulau Karakelang, perluasan bandara dan perpanjangan landasan pacu bandar udara Melonguane, pembangunan rumah nelayan lewat program seribu kampung nelayan mandiri, tangguh, indah dan maju.
Dilantik sebagai Bupati sejak 20 Juli 2014 oleh Gubernur Sulawesi Utara SH Sarundajang berdasarkan SK Mendagri Nomor 131.71-3202 dan SK Mendagri Nomor 132.71-3203 tertanggal 2 Juli 2014 tentang Pengesahan dan Pengangkatan Bupati serta Wakil Bupati Kepulauan Talaud Periode 2014-2019.
Dia merupakan perempuan pertama yang menduduki kursi orang nomor satu di Kabupaten Kepulauan Talaud. Meski sebagai seorang perempuan, kemampuannya dalam memimpin daerah sudah cukup diakui.
Namun, akhir tahun 2017, masyarakat dikejutkan oleh santernya pemberitaan yang menyebutkan dirinya tak meminta restu kepada gubernur Sulut saat bepergian ke luar negeri.
Di awal tahun 2018, –di masa paling kritis dan kasib baginya dalam menghadapi pertarungannya di ajang Pilkada untuk meraih periode ke dua kepemimpinannya di Kabupaten Kepulauan Talaud–, justru putusan itu mengemuka. Dia mendapatkan sanksi dari Mendagri. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI Tjahjo Kumolo menerbitkan Surat Keputusan (SK) pemberhentian sementara kepada Bupati Talaud ini.
Tapi, kepada sejumlah awak media, Sri Wahyuni dengan tegas menyatakan dirinya tidak melakukan pelanggaran berat.
Menurut Sri Wahyumi, kepergian dirinya ke Amerika Serikat adalah untuk memenuhi undangan Kementerian Luar Negeri AS. Kehadirannya di negeri Paman Sam tersebut murni untuk belajar demi kemajuan Kabupaten Kepulauan Talaud. “Saya ke sana menggunakan paspor hijau, tidak menggunakan uang negara, dan tidak membawa staf. Saya ke sana untuk belajar,” jelasnya.
Pada 2019 Sri Wahyuni telah aktif kembali sebagai Bupati. Tumbukan keras beraroma politis yang menerpanya, –termasuk pemberhentiannya dari jabatan Ketua DPC PDIP Kabupaten Talaud—, juga atas kegagalannya menembus periode ke II di ajang Pilkada 2018, diakuinya sebagai pelajaran berharga. Namun lebih berharga lagi kata dia, adalah tumbukan yang dialami saat mengupayakan perbaikan nasib rakyat dan kemajuan daerah Kabupaten Kepulauan Talaud yang dicintainya.
Tak ada kata berhenti baginya dalam berbuat baik bagi daerah, bagi sesama, bagi kemanusiaan. “Pabila tangan tak cukup pajang, kita punya kesadaran, hati dan cinta untuk melakukan kebaikan.”
Menjelang masa akhir jabatan pada Juli 2019, keuletannya membangun daerah yang dipimpinnya tak pernah surut. Dan ia masih muda, langkahnya di panggung politik masih panjang dan terbuka lebar. Suatu ketika barangkali kita akan menemukan catatan yang lebih inspiratif dari kiprahnya. Perempuan petarung dari perbatasan.
Dan sebagaimana anak-anak Suku bangsa Talaud berkeyakinan bahwa alam punya kekuatan mendidik. Kita telah menemukan urutannya yang masuk akal dalam diri Sri Wahyumi. (***)
Penulis : Iverdixon Tinungki
Discussion about this post