MANADO, BARTA1.COM – Cukup tinggi kasus kekerasan seksual di Sulawesi Utara. LSM Swara Parangpuan Sulut mencatat dari pantauan media berjumlah 268 kasus, 76 persennya adalah kasus kekerasan seksual.
Sehingga dalam diskusi yang digelar di Sekretariat AJI Manado, Jumat (30/11/2018) sejumlah elemen mendesak agar pemerintah pusat dan DPR RI segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
Diskusi dalam rangka Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, 25 November – 10 Desember 2018, dihadiri Swara Parangpuan Sulut, AJI Manado, LBH Manado, Peruati, YDRI, KBI Sulut, Tunas Hijau, Penghubung Komisi Yudisial Sulut, Swara Manguni Sulut, Gerakan Cinta Damai Sulut dan Sekolah Jurnalistik Lingkungan Manado.
Tiga pemantik diskusi yakni Nurhasanah (Swara Parampuan Sulut), Aryati Rahman (LBH Manado) dan Yinthze Gunde (AJI Manado) menyampaikan hal-hal krusial terkait kekerasan seksual dengan dipandu moderator Fine Wolajan (AJI Manado).
Nurhasanah mengungkapkan, kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran hak asasi manusia. Komnas Perempuan mencatat kekerasan terhadap perempuan di tingkat nasional tahun 2017 berjumlah 348.446 kasus, seperempatnya adalah kasus kekerasan seksual, kurang dari 10 persen yang diputus di pengadilan.
“Kami mendesak secepatnya RUU PKS ini dibahas. Sebab tingginya data kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi, maka sangatlah penting ada kebijakan perlindungan bagi perempuan korban khususnya korban kekerasan seksual. Selama ini hanya menggunakan KUHP dalam penanganan kasus kekerasan seksual, dimana tidak semua kasus kekerasan seksual terakomodir. KUHP hanya mengenal perkosaan dan pencabulan, tidak mengatur tentang hak korban,” katanya.
Senada Aryati Rahman mendorong semua pihak untuk terus berjejaring tak hanya karena persoalan RUU PKS ini, tapi dalam banyak kasus yang terkait persoalan Hak Asasi Manusia (HAM). “Banyak momentum untuk kita semua terus berjejaring dan mengingatkan pemerintah dalam membuat kebijakan yang harus berpihak pada masyarakat,” ujar Arya, sapaan akrabnya.
Ketua AJI Manado, Yinthze Gunde mengatakan, kekerasan seksual seringkali terjadi di media, di mana perempuan mengalami kekerasan seksual berulang-ulang melalui pemberitaan. Media belum berpihak kepada perempuan/korban dan seringkali menimbulkan stigma.
“Misalnya cara berpakaian menjadi pemicu pemerkosaan. Menyebutkan nama dan data korban. Mengunakan istilah yang terlihat memperhalus tapi ternyata lebih memperburuk, seperti dinodai kesucian, menggagahi atau mengobok-obok keperawanan. Gadis cantik yang diperkosa dan lain-lain,” ujar Yinthze.
Dia mengatakan, jurnalis memiliki peran penting dalam memberitakan pemerkosaan dan kekerasan seksual, yakni mempengaruhi opini dan penentu kebijakan publik, memberikan perspektif keadilan sosial dan HAM. “Pemberitaan yang baik dan akurat dapat membantu atau memberikan masukan agar terjadi perubahan yang positif yang membantu mengakhiri kasus pemerkosaan,” paparnya.
Peliput : Meikel Eki Pontolondo
Discussion about this post