MANADO, BARTA1.COM – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Kota (DK) Manado, Ferawati Ali berkunjung ke Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) USAM, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado, Minggu (14/10/18).
Ini merupakan kunjungan yang pertama dalam rangka silahturami dan memenuhi undangan LPM USAM IAIN guna membahas perannya saat bergabung di PPMI DK Manado.
Fera, sapaan akrab, Sekjen PPMI 2016/2018 terlihat sangat santai saat berdiskusi dengan rekan-rekan LPM USAM IAIN Manado. “Saya sangat senang dengan kesiapan kawan-kawan LPM SUAM IAIN Manado untuk bergabung ke PPMI. Karena sejujurnya sudah sejak awal di deklarasinya PPMI DK Manado kami mencoba mengajak beberapa LPM, salah satunya LPM SUAM guna mendaftar sebagai anggota. Jika semakin banyak organisasi pers mahasiswa bergabung maka akan menambah kekuatan kita dalam membangun budaya dan demokrasi, sebaimana tujuan visi dan misi PPMI,” ujarnya sambil tersenyum.
Dia berharap ke depan PPMI DK Manado lebih semangat, semakin besar, dan semakin sadar pentingnya pers mahasiswa. “Dan bagi kampus yang memiliki LPM kirannya segera bisa bergabung dengan kami,” kata mantan pimpinan LPM Politeknik Manado ini.
Pimpinan Umum LPM USAM IAIN Manado, Visal Solang, mengaku sangat senang dengan kehadiran Sekjen PPMI DK Manado di Sekertariat LPM USAM IAIN Manado.
“Luar biasa telah memberi pemahaman kepada kami LPM USAM IAIN Manado soal peran, tugas dan tanggungjawab serta memparkan sedikit Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPMI,” ujarnya.
Dirinya sangat berkeinginan untuk bisa bergabung bersama dengan PPMI DK Manado. “Harapan kami dari tahun 2015 nanti terwujud di tahun 2018, kirannya kehadiran LPM USAM IAIN Manado di PPMI DK Manado bisa membantu kinerja dari PPMI dan saling bersinergi dalam membela kebenaran,” ujar Visal.
Apa itu PPMI?
Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) bukanlah organisasi yang muncul secara tiba-tiba dan membawa misi agama, suku, ras maupun golongan. Beberapa kali nama berubah. Peleburan nama IPMI dari Serikat Pers Mahasiswa Indonesia (SPMI) dengan Ikatan Wartawan Mahasiswa Indonesia (IWMI) di Konferensi II Pers Mahasiswa Indonesia pada 1958. Kemudian Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia (PPMI) di Universitas Brawijaya pada 1992. Hingga berubah menjadi Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) di Kongres III PPMI di Jember. Perjalanan ini menghabiskan waktu 37 tahun dan nama PPMI dengan kata ‘pers’ sudah bertahan 20 tahun sampai sekarang.
IPMI adalah organisasi tingkat nasional yang menghimpun aktivis pers mahasiswa. Pada masa demokrasi terpimpin Soekarno, IPMI ikut andil dalam dunia politik. Lantaran dianggap sebagai anak Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan Masyumi karena dalam Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangganya tidak mencantumkan Manipol Usdek, salah satu aturan dari Soekarno sebagai haluan negara. Menjadi Biro Penerangan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia pada 1966 adalah pilihan untuk melawan sikap kesewenangan demokrasi terpimpin Soekarno.
Soekarno digantikan Soeharto pada 1967. Dua tahun setelahnya, IPMI melakukan kongres dengan hasil sikap independensi yang harus diambil dalam menyikapi kebijakan pemerintah.
Rintangan IPMI mulai menumpuk di era Rezim Orde Baru. Pemerintah membuat Badan Kerjasama Pers Mahasiswa Indonesia (BKSPMI) sebagai lawan tanding IPMI sembari mengkerdilkan peran IPMI. Tak berhenti disitu, peraturan normalisasi kehidupan kampus (NKK/BKK) dibuat, peraturan penerbitan khusus, susunan lembaga organisasi di lingkungan kemahasiswaan, menjadikan Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) kocar kacir. Para anggota IPMI mulai banyak yang meniggalkan wadah ini.
IPMI mulai tidak berbentuk. Kegiatan-kegiatan mulai mandek seiring tindakan represif dari pemerintah Orba. Sulitnya perijinan untuk kegiatan, misalnya, terjadi pada 1980-an. Tidak seperti awal-awal IPMI yang sempat diakui oleh Departemen Penerangan di era Orde Lama.
Berungtungnya, beberapa kampus muncul Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) baru. Terbitan buletin, majalah, masih terjaga di tubuh LPM. Meski di sisi lain, pers mahasiswa dinilai mulai tak acuh untuk mengawal kondisi politik pemerintah dan lebih menyibukkan diri dengan ruang redaksi dan kualitas terbitan LPM.
Hingga Ditjen Dikti pada 1986 menyibukkan diri untuk membuat acara Latihan Keterampilan Pers Kampus Mahasiswa Tingkat Pembina. Tidak lain lain acara itu ingin membuat pers mahasiswa lebih konsen kepada keterampilan jurnalistik semata. Namun, persma menyadari itu sebagai tindak represifitas pemerintah dan memanfaatkan pelatihan sebagai konsolidasi atas mandeg nya IPMI untuk mencari solusinya.
Pertemuan pers mahasiswa kian sering sejak 1987 di Balairung, Yogyakarta. Di saat yang sama, pers mahasiswa membentuk panitia ad hoc untuk merumuskan suatu wadah baru.
Peliput : Meikel Pontolondo
Discussion about this post