DUKA PALU
dari Kaili ke Sigi
apa lebih duka
dari katakata yang mati
airmata menjelma logam api
dari hati ke pipi
sebagai tangis
tapi tak bisa memanggil yang pergi kembali
dari Kaili ke Sigi
yang retak tak saja tanah
tapi luka itu menusuk dada
–namun siapa bisa mengira bencana.
ia datang bagai tamu yang biasa
tak mengucap pisah
karena sejak lahir, mati menjadi jalan
untuk berjumpa
dari Kaili ke Sigi
barangkali kita akan rindu Tilako
mainan bambu memandu riang
mengajak surga memandang
antara teluk dan suluksuluk tanah
ada gembira berlentera
namun katakata apalagi bisa kita ucapkan
selain mengaminkan, sejak Lolove dimainkan
hidup sesungguhnya bambu yang beruas
tak ada nada yang selaras
tanpa melampaui batasbatas
MENULIS DONGGALA
tak ada yang bisa mendetilkan bencana
selain air mata
bahkan tinta akan tumpah jadi nila
saat ia memaksa menulis Donggala
di sana duka menjelaga
tak bisa ditakar katakata
kecuali menghabiskan banyak malam
mendengar ribuan nama
diucapkan angin dan pohonan
lewat jendela atau gang
yang tibatiba menjelma ruang tamu
bagi kesedihan
di atas pedih yang tumpah bagai bah ini
tak ada jalan lain selain menyawai kenduri
untuk semua terkasih
agar bertemu jalan ke negeri abadi
lalu bergegas kembali
meladangi setiap sisa hari
saat embun masih bernyanyi
meski bencana masih terasa nyeri
karena manusia yang berani
adalah mereka yang mampu
memaafkan diri sendiri
PANTAI HILANG
menakar nafas di cekung busur
betapa fana segala di mata anak pana
tulangtulang lemas
suatu ketika akan tiba
di pantai hilang
begitu risau daun
mengelopaklah semua ketakutan
jadi rerumputan dengan bau aneh
menggigili getir muai di jejari
tak bisa menggapai, melambai
tibatiba berwujud itu angin
membisiki kisahkisah padang
dengan beribu prajurit awan
menjemput bayangbayang datang
menyelusupkan lengking hitam
berupa tinta ke dalam dena air mata
janin katakata begitu cemas
mendentingkan lonceng di semua menara
mengiringi langit melipat dongengan
di tanjungtanjung yang menjaga sebatang
tubuh bunga perlahan melepas
kembang terakhirnya ke atas deru ombak
di tepi paling sunyi dari bentangan pasir
buihbuih terlontar lesap ke pori bumi
di mana sebuah sungai panjang
melayarkan semua yang dinamai kenangan
BENCANA
tungku yang di dalamnya berkobar seluruh maut
menempa kita ketabahan, karena kematian itu kekasih
menyaji kesedihan bagai gambar tepi hati
mesti kita cintai
seperti batas dua musim
yang pergi, yang datang lagi
sama hakiki
di setiap bencana
semua yang kita lupai akan tumpah kembali
serupa getah merekat seluruh retak
meski utuh sesungguhnya hanya mimpi
bila hati manusia semacam ladang
yang tumbuh kencana itu keikhlasan menerima
tapi tak menyerah
biar langit tetap saja langit
namun keyakinan pohon meninggi
selalu menyentuh batasbatas tak terpermanai
FRAGMEN 4: Obituary
ketika siang begitu gaduh
katakata begitu ngilu
aku ingin bertemu denganmu
ingin kukisahkan hujan yang membaitkan kegembiraan sungai
hingga waru, enau dan beludru gulma menetaskan ruh
dalam katakata sepanjang nafas kuburu
–engkau pokok anggur dalam puisiku—
carangcarangmu mendekapku seperti dulu:
dalam bunga obituary itu, dalam bunga pohon saru
pohon aras, pohon tusam, pohon sanobar
yang membaringkan tubuhtubuh mazmur dalam riangku
mari kubenihkan padamu
sebelum katakata ranggas di ujung peluru!
“aku mengetamnya dari doa Nuh
ketika sepasang burung madu hinggap di dahan cempaka
di tepi trotoar kotamu”
burungburung madu dari hatiku menyinggahi semua kaki abad
mencari bungabunga bertaburan
ketika Tuhan menyiapkan semua kematian
biar kesakitan tak kekal
“apakah masih terngiang erang dari atas palang kayu gofir
sebuah lambung tertikam menumpahkan damar
ke jalan sejarah retakretak itu?”
–lelaki itu merasa ditinggalkan jelang sebuah petang–
tapi disesapnya seluruh isi tuwung tangisan
segenap biji hitam ditemukan diperjalanan
hingga musimmusim menjalar sebatang akar
pada ladang di mana seluruh harapan ditumpahkan
“pada sebuah pagi akan kau lihat reruntukkan kelopak anggur
memecahkan warna wangi darah lelaki
di sana, disingkapnya pemandangan indah
serupa equilibrium antara cahaya dan ujung katupan mata”
sebuah hari terbit lebih terang dibading seluruh riang
di atas pepohonan menghidangkanmu
sebuah catatan kegembiraan
FRAGMEN 13: Hutan Jati
di hutan jati kutemukan tubuh puisi itu lagi
ditetas hujan dini hari
wanginya meliang di batang sanubari
tak jauh, menghampar ladang
mengerami butirbutir riang
menanti penyabit akhiri hitungan musim
ifuifu tuaian genapi kisah penaburan
lelaki mati di senja tanpa tepi
ia kekasih melepas nafasnya
ke dalam puisi hutanhutan ini
menggemetari renung para penyair
ketika katakata mencair dalam ruh yang pergi
di atas bebentang bebukit, batangbatang kayu tegak
membebat semua gigil abad tanahtanah lembab
basah oleh darahnya, juga gemuruh erang melangiri langit
sebegitu misteriusnya. bapa membiarkan putranya
mendekap semua kepedihan ditikamkan ke lambungnya
harihari tak nyenyak, tak mendesiskan penghiburan
kisahkisah malaikat tak bersayap terjerat jaring ngengat
baunya menyengat
di situ kutemukan pula diriku
menyutradarai kesunyian. lapislapis cahaya lapuk
sesuatu yang telah remuk
dalam fragmen nafas engah menyiasati hidup
pada batangbatang jati, batangbatang hari
cinta dan ketakutan tumbuh lagi, sesemarak api
tapi, semua mau mati dalam hangus maut ini
lalu erang itu muncul kembali
“ya Tuhan jangan tinggalkan aku sendiri!”
HARI-HARI PALMA
di seberang teluk
dalam gelombang memecah api
diketakjuban memandang maut
aku merobek bagian dada bajuku:
–Tuhan mereka tak melihat kami di genang darahmu—
mereka tak berdoa di jumat dan minggu
juga di harihari lain
padahal kami menyiapkan tanya paling pilu
tentang masa kecil habis di rumah lapuk
kalung pasir terenggut ke pusar mustahil
mereka hanya bermain
di tiangtiang kesenangan bergalur
abuabu disiram ke tubuh
lalu mereka bersuara serupa menangis hirukpikuk
perayaan harihari palma pun genap
dengan pita ungu muda
dilekatkan ke pintu rumah
tak bisa kami ketuk di pagi senja
juga dijamjam lain
di seberang lain
aku lihat litanilitani jadi batu
(*Iverdixon Tinungki adalah budayawan, penulis puisi, perupa teater dan jurnalis di Manado, Sulawesi Utara)
Discussion about this post