Ina Pontoh mengaku tidak akan menunggu lama bila tsunami menerjang kota tercintanya Manado. Perempuan lansia berumur 60-an tahun itu mengatakan, sudah pasti akan segera mengevakuasi diri dengan cara lari sekencang mungkin.
Pengetahuan Ina tentang bencana tsunami memang relatif terbatas. Artinya, dia tidak paham estimasi waktu antara gempa dan tsunami yang bisa dimanfaatkan maksimal guna upaya mengevakuasi diri. Hal mana disebut momentum emas atau golden time. Perlu disurvei memang, apakah edukasi tentang tsunami sudah diketahui oleh masyarakat umum.
Edward Henrry Mengko selaku Kepala Seksi Data dan Informasi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Manado menjelaskan pemahaman soal bencana memang sangat dibutuhkan warga Sulawesi Utara, Kota Manado khususnya. Masyarakat yang teredukasi soal bahaya hingga upaya evakuasi bisa meminimalisir jumlah korban.
“Paling tidak paham apa yang harus disiapkan, ke mana harus mengungsi, bagaimana caranya dan apa yang dilakukan pasca-bencana,” ujar Edward.
Sistem peringatan dini potensi tsunami umumnya muncul menyusul terjadinya gempa. Infonya bisa dilihat pada perangkat smartphone lewat beberapa aplikasi mobile. Juga bisa diakses di situs BMKG. Namun yang paling utama adalah kesiagaan masyarakat bila dinyatakan gempa itu akan disusul tsunami besar yang bisa membahayakan.
Estimasi golden time menurut Edward bisa dipastikan lewat sistem pemodelan. Kendati beda lokasi beda waktu, namun diperkirakan momen emas antara 10-30 menit. Dalam waktu sesingkat itu, masyarakat yang berada di daerah terdampak tsunami wajib memanfaatkan waktu secepat mungkin untuk mengevakuasi diri ke dataran tinggi atau wilayah tegak lurus dari bibir pantai.
Dalam beberapa pelatihan antisipasi dampak bencana yang sering dilakukan pasca-tsunami Aceh 2004, diketahui juga sistem peringatan dini yang bisa langsung diakses masyarakat lewat pengeras suara, lonceng gereja hingga bunyi sirene.
Bila memahami ini, jumlah korban diharapkan bisa semakin minim dibanding bayangan kelam seperti Tsunami Flores 1992 dengan lebih dari 2.000 korban jiwa, atau Tsunami Aceh yang meminta lebih dari 200.000 korban.
Masyarakat juga perlu memahami sistem peringatan yang dikeluarkan BMKG. Menurut Edward ada 3 jenjang peringatan bahaya tsunami, yaitu, AWAS tinggi tsunami diperkirakan bisa mencapai lebih dari tiga meter. Warga diminta segera melakukan evakuasi menyeluruh ke arah tegak lurus dari pinggir pantai. Pemerintah daerah harus menyediakan informasi jelas tentang jalur dan tempat evakuasi terdekat.
SIAGA, tinggi tsunami berada dikisaran 0,5 meter hingga tiga meter. Pemerintah daerah diharapkan bisa mengerahkan warga untuk melakukan evakuasi. Sedangkan WASPADA, Tinggi tsunami kurang dari 0,5 meter. Walau tampak kecil, warga tetap diminta menjauhi pantai dan sungai.
“Edukasinya tidak bisa tidak harus kita pahami, karena memang secara alamiah kita berada di kawasan yang rawan bencana gempa dan tsunami.
Belajar dari Flores, Aceh dan saat ini Palu-Donggala, evakuasi mandiri menjadi masalah penting untuk dipahami masyarakat. Ada hal-hal sederhana yang bisa diingat kendati dalam kondisi panik untuk menyelamatkan diri ke kawasan yang lebih aman.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui situsnya merinci apa saja yang harus dilakukan untuk respon potensi tsunami. Mencari informasi apakah ada potensi tsunami: Cepat bergerak ke arah daratan yang lebih tinggi dan tinggal di sana sementara waktu. Jauhi pantai. Jangan pernah menuju ke pantai untuk melihat datangnya tsunami. Apabila Anda dapat melihat gelombang, Anda berada terlalu dekat. Segera menjauh. Waspada apabila terjadi air surut, jauhi pinggir pantai. (*)
Penulis: Ady Putong
Discussion about this post