Manado, Barta1.com – Baru-baru ini Koalisi Advokasi Lingkungan Hidup dan Pesisir (KALHP) Sulawesi Utara kembali melakukan aksi di depan Kantor Polsek Tuminting, Kota Manado, Kamis (16/01/2025).
Dalam aksi itu mendesak Penghentian Penyidikan Perkara Nomor : LP/63/X/2024/SPKT SekTmtg Tanggal 14 Oktober 2024.
Hal itu berhubungan dengan adanya penetapan tersangka oleh Kepolisian Sektor Tuminting berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: B/02/I/2025 tanggal 3 Januari 2025 terhadap Johanis Adriaan yang merupakan seorang nelayan yang tengah memperjuangkan lingkungan hidup di pesisir Kota Manado menghadapi pembangunan reklamasi dari PT. MUP.
Ketua KALHP Sulawesi Utara, Henly Rahman, membenarkan aksi yang dilakukan di Polsek Tuminting tujuannya untuk mendesak Tim Penyidik Perkara Nomor: LP/63/X/2024/SPKT SekTmtg tanggal 14 Oktober 2024 untuk segera menghentikan penyidikan perkara tersebut, dengan alasan sebagai berikut:
“Laporan polisi yang dibuat merupakan upaya kriminalisasi melalui rekayasa kasus,” singkatnya.
Mengingat kronologinya begini, tertanggal 5 September 2024 di Kelurahan Bitung Karangria, Kecamatan Tuminting, Manado, Johanis Adriaan bersama masyarakat nelayan lainnya yang kebanyakan perempuan bermaksud melakukan unjuk rasa kepada pihak pengembang yang hendak memasang pagar proyek di pesisir. Saat itu, Johanis menahan kanal baja ringan yang sedang diangkat 3 orang dari pihak pengembang reklamasi, termasuk di antaranya adalah Pelapor, dengan maksud supaya pemasangan pagar tidak lanjutkan.
Kemudian, seseorang yang diduga suruhan pengembang tiba tiba secara kasar menarik kanal yang sedang digenggam oleh Johanis bersama tiga orang lainnya hingga mengakibatkan tangan kanan Johanis mengalami luka sobek dengan 9 jahitan. Dari keterangan saksi-saksi di lokasi juga menerangkan bahwa Pelapor tidak mengalami luka. Atas dasar itu. “Kami menilai tidak terjadi tindak pidana penganiayaan seperti yang dituduhkan kepada Johanis. Malah Johanis merupakan korban kekerasan yang dilakukan oleh orang suruhan pengembang reklamasi, sehingga sepatutnya dilindungi hak-haknya oleh negara.”
“Upaya kriminalisasi terhadap Johanis merupakan penghalangan terhadap perjuangan masyarakat nelayan melawan reklamasi yang merusak lingkungan hidup. Masyarakat nelayan menolak reklamasi pesisir Manado seluas 90ha untuk pembangunan kawasan bisnis dan pariwisata karena reklamasi dapat mengancam ekosistem laut dan dapat menambah kerentanan terhadap bencana ekologi dampak perubahan iklim. Selain itu, adanya reklamasi menghalangi akses nelayan terhadap laut serta mengganggu ketersediaan sumber daya perikanan sehingga mengancam mata pencaharian nelayan. Untuk itu, nelayan bersama masyarakat sipil telah melakukan upaya-upaya pembelaan seperti hearing dengan DPRD Sulawesi Utara, gugatan lingkungan hidup ke PTUN Jakarta dengan perkara No: 368/G/LH/2024/PTUN.JKT, laporan ke kepolisian, berjejaring dengan organisasi lingkungan hidup di tingkat lokal maupun nasional dan aksi-aksi unjuk rasa termasuk yang dilakukan pada tanggal 5 September 2024 di lokasi pemasangan pagar proyek,” tuturnya.
Namun, pihak pengembang tidak bergeming, terus mengabaikan perlawanan masyarakat dan justru melakukan upaya kriminalisasi untuk menghalangi perjuangan nelayan;
Perlawanan masyarakat nelayan terhadap reklamasi di Kecamatan Tuminting seyogyanya adalah bentuk perjuangan terhadap lingkungan hidup yang dilindungi undang-undang dan tidak dapat dituntut secara hukum.
“Berdasarkan UUD NRI 1945 Pasal 28H, UU HAM Pasal 9, UU PPLH Pasal 65 bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah hak setiap orang termasuk hak untuk berpartisipasi dalam perlindungan lingkungan hidup. UU PPLH Pasal 66 juga menyatakan setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata,” ucapnya.
Dalam Permen LHK No. 10/2024, perjuangan terhadap lingkungan hidup yang dimaksud di antaranya penyampaian keberatan, akses informasi, upaya hukum, pengaduan, aksi unjuk rasa, atau kegiatan lain yang bertujuan mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Oleh karena itu, tindakan penyidikan yang merespon upaya hukum dari pengembang melawan perjuangan masyarakat nelayan Tuminting adalah sebuah kekeliruan.
Dia juga mengingatkan bahwa kriminalisasi terhadap Johanis Adrian merupakan bentuk pelemahan perjuangan dan partisipasi publik dengan memperalat hukum atau SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation). Penyidik seharusnya memperhatikan ketentuan-ketentuan Anti-SLAPP dalam penanganan perkara. Permen LHK No. 10/2024 mengkategorikan tindakan kriminalisasi sebagai pembalasan oleh pihak yang berpotensi merusak lingkungan hidup kepada orang yang memperjuangkan lingkungan hidup. Dalam hal ini, tindakan pembalasan dilakukan oleh PT. MUP kepada Johanis Adriaan. Jika melihat Pedoman Jaksa Agung No. 8/2022, penanganan perkara SLAPP harus memperhatikan hubungan kausalitas antara laporan tindak pidana dengan upaya memperjuangkan hak atas lingkungan hidup.
“Tindakan penyelidikan/penyidikan juga harus memperhatikan kualifikasi tersangka yang merupakan pejuang lingkungan hidup atau korban terdampak pencemaran/perusakan lingkungan hidup. Perma No.1/2023 juga memberi penekanan bahwa sekalipun perjuangan dilakukan secara melawan hukum, perbuatan tersebut dapat mempunyai pembenaran yang layak jika tidak ada alternatif lain selain tindakan yang melawan hukum (asas subsidiaritas) atau dilakukan untuk melindungi kepentingan hukum yang lebih besar (asas proporsionalitas),” ucapnya.
Pihaknya juga menegaskan bahwa Johanis Adriaan merupakan pejuang lingkungan hidup yang haknya dilindungi undang-undang. Pejuang lingkungan hidup antara lain, setiap orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat adat yang memperjuangkan lingkungan hidup.
“Johanis merupakan nelayan yang memanfaatkan wilayah pesisir Kecamatan Tuminting secara tradisional. Johanis juga diketahui merupakan pengurus Kelompok Nelayan “Tongkol” Bitung Karangria. Selain itu, Johanis juga terlibat secara aktif dalam Aliansi Peduli Lingkungan Tolak Reklamasi (APLTR) yang terdiri dari kelompok nelayan dan masyarakat sipil di Sulawesi Utara yang bertujuan mempertahankan lingkungan hidup pesisir Tuminting dari pembangunan reklamasi yang merusak. Baik secara sendiri maupun bersama-sama, Johanis dan APLTR melakukan langkah-langkah perjuangan seperti aksi unjuk rasa, gugatan ke pengadilan, laporan ke kepolisian, dan komunikasi dengan lembaga terkait,” terangnya.
Sebagai pejuang lingkungan hidup, seharunya hak-haknya dilindungi untuk tidak dituntut secara pidana atau secara perdata serta berhak atas perlindungan hukum dari tindakan SLAPP. Hak-hak pejuang lingkungan juga dapat ditemukan baik dalam Permen LHK, Perma No. 1/2023 dan SNP Komnas HAM tentang Pembela HAM diantaranya hak berkumpul, hak memanfaatkan sumber daya alam, hak akses informasi, hak atas pemulihan, hak atas kesehatan dan hak lain yang khusus berkaitan dengan risiko ancaman akibat aktivitas pembelaan yang dilakukan.
“Berdasarkan hal-hal di atas, kami mendesak Tim Penyidik Perkara Nomor: LP/63/X/2024/SPKT SekTmtg tanggal 14 Oktober 2024 untuk segera menghentikan penyidikan terhadap Johanis Adrian karena laporan polisi tersebut merupakan upaya kriminalisasi yang bertujuan melemahkan perjuangan dan partisipasi publik (SLAPP) yang mana merupakan hak pejuang lingkungan hidup yang dilindungi oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan,” imbuhnya.
Perhatian musisi ternama Iwan Fals terhadap Nelayan dan Laut di Kota Manado.

Virgiawan Listanto atau dikenal dengan Iwan Fals baru saja manggung di Kota Manado, tepatnya di lapangan KONI Sario, yang langsung disponsori oleh Gudang Garam Merah, Sabtu (18/01/2025).
Pada momen itu, ia mempertanyakan, apakah nelayan di Kota Manado masih tersenyum, apakah Bunaken-nya masih bagus, apakah lautnya masih biru. “Tolong jaga lautnya yeah.”
“Jaga Alamnya yeah, semangat untuk melakukan perbuatan melindungi Alam. Jaga pesisir Manado yeah,” pinta Iwan Fals.
Menurutnya, sudah 16% hutan rusak parah di Indonesia, kurang tahu memasuki 2025 ini.
“Jika kalian rajin menanam, tumbuh lagi pohonnya, sehat lagi Alamnya. Daripada mengeluh, lebih baik kita menanam,” tambah Babe sebutan Anggota Oi kepada sang penggagas.
Peliput: Meikel Pontolondo
Discussion about this post