Tahuna, Barta1.com – Sebagai figur calon Bupati yang dikenal sangat menghormati sejarah dan budaya masyarakat kepulauan itu, dr. Rinny Tamuntuan mengapresiasi kecerdasan politik warga Sangihe.
Figur calon bupati cerdas ini mengatakan tak kuatir dengan pelaksaan Pilkada Sangihe, pada 27 November 2024 mendatang.
“Saya percaya momentum demokrasi ini akan berlangsung secara baik mengingat kecerdasan politik rakyat Sangihe memiliki narasi sejarah yang panjang,” kata Rinny Tamuntuan, kepada pers di Tahuna, belum lama.
Istri tercinta dari Ketua DPRD Sulut dr Fransiscus Andy Silangen itu mengatakan, sejak era kerajaan abad ke 16, Sangihe telah dipimpin para raja lepasan Universitas Santo Thomas Manila-Filipina. Bahkan demokrasi telah jauh berakar dalam tradisi lokal pemilihan kapitalau.
“Kecerdasan politik masyarakat Kabupaten Sangihe sudah terbukti dalam beberapa Pilkada sebelumnya. Mereka tahu memilih pemimpin yang pantas dan putut mereka pilih yaitu figur yang punya bukti kepedulian kepada masyarakat dan pembangunan daerah mereka,” kata mantan sosok yang pernah dipercayakan pemerintah pusat menjadi pejabat Bupati Sangihe selang 2 tahun tersebut.
Sementara menyentil kecerdasan politik masyarakat kepulauan ini, setidaknya kita bisa bercermin pada 4 peristiwa penting dalam testimoni sejarah yaitu: Pertama, politik menolak tunduk pada penjajah Belanda yang dilancarkan rakyat Kerajaan Manganitu di bawah Raja Don Jogolov Sint Santiago (1670 – 1675).
Perlawanan terhadap invasi brutal pihak asing ini telah meninggalkan sebuah frasa yang terkenal, “I kite mendiahi wuntuang ‘u seke, nusa kumbahang katumpaeng,”. Frasa ini dapat diterjemahkan secara bebas dan padat: “Jangan Jamah Sangihe”.
Kedua, sejarah pertarungan diplomasi Kerajaan Tabukan di bawah Raja Papoekoeļe Sarapil (1892-1922) yang berhasil membebaskan pulau Miangas dari klaim Amerika Serikat berdasarkan Treaty of Paris (Traktat Paris) tahun 1912.
Kemenangan diplomasi ini didasarkan pada fakta-fakta sejarah dari masa 700 tahun lampau bahwa pulau tersebut adalah milik Kerajaan Tabukan.
Ketiga, Sangihe telah disemaraki sejarah literasi yang panjang sebelum era kemerdekaan yang ditandai terbitnya surat kabar “Tuwa Kona”. Di halaman surat-surat kabar itulah para pegiat literasi daerah itu memuat berbagai tulisan mereka hingga memicu lahirnya kaum pergerakan progresif baru.
Dari generasi masa itu tercatat pada tahun 1947 J. E. Tetengkeng diangkat menjadi Menteri Muda Pengajaran Negara Indonesia Timur, lalu pada 1949 ia diangkat menjadi Menteri Pengajaran. Di tahun itu pula (1949) ia diangkat menjadi Perdana Menteri merangkap Menteri Pengajaran NIT hingga 1950.
Keempat, sejak era pemilihan langsung, kecerdasan politik rakyat dalam memilih pemimpin telah menempatkan Bupati 2 periode sebagai mitos yang hingga kini belum terpecahkan di Kabupaten Kepulauan itu.
Mencermati narasi sejarah perkembangan kecerdasan politik rakyat Sangihe itu kata Mario Seliang, membuat kita menjadi mafhum atas pernyataan terkait tingkat popularitas yang tak serta-merta dapat dikonversi menjadi elektabilitas.
“Rakyat Sangihe cerdas dalam memilih, mereka tahu siapa yang layak, pantas dan patut dipilih dan masalah rekam jejak calon menjadi faktor penentu tingkat keterpilihan,” ujar Cawabup yang disebut-sebut sebagai idola pemilih milenial Sangihe ini.
Politik menurut Mario Seliang, adalah mengurus urusan rakyat. Politisi haruslah menjadi pihak yang memiliki cara berpikir untuk mengurusi pemerintahan dan urusan rakyat, punya sikap jiwa yang baik. Punya keahlian dan kemampuan untuk menjalankan perkara kenegaraan dalam menyelesaikan problematika kerakyatan.
“Politik menjadi berbahaya dan merugikan rakyat, apabila politisi tampil sekadar berorientasi kekuasaan dan materi semata,” ungkapnya figur muda berlatar Sarjana Ekonomi itu.
Politik, lanjut Mario Seliang, adalah perjuangan ideologis! Karena keberadaan suatu daerah atau negara ditentukan oleh aktivitas para politisinya.
“Bila yang lebih nampak adalah politisi semu sekadar mengejar kekuasaan dan kemudahan mendapatkan akses bagi kepentingan hidupnya sendiri, maka kepentingan rakyat akan terpinggirkan,” kata Seliang.
Seorang politisi lanjutnya, harus punya konsep yang akan diperjuangkan dalam memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup masyarakat. (*)
Penulis : Iverdixon Tinungki
Discussion about this post