TIGA BABAK KEMATIAN LAZARUS
Karya: Iverdixon Tinungki
“Kehidupan itu lahir dari mata air belaskasihan”
(Pertunjukan ini berlangsung di ruang-ruang imajinir)
Bagian I: Kolase Penciptaan Dalam Imajinasi Lazarus
(Elena, perempuan dalam imajinasi Lazarus. Perempuan diselimuti dosa-dosa, tapi ia mencintainya. Dan Tuhan adalah ibu tak pernah kehabisan belas kasihan. Ketika Ibu membuka tudung kepala Elena, terdengar suara senandung Elena menyayat hati.)
Ibu:
(Sambil menarik Tudung Elena)
Di atas udara yang teralas bagai sprei
pernahkah engkau mendengar Tuhan marah
pada mereka yang gundah, pada hati yang lara?
Bahkan saat engkau datang padaNya
sebagai manusia yang dipenuhi salah dan dosa,
Ia justru menguntumkan bakung, meranumkan buah
agar engkau melihat dan mengerti bahwa hidup itu indah.
Begitu Lazarus menulis Elena sebagai puisi, agar waktu tak berlalu begitu saja,
bahwa menjaga orang yang dicintai dari ketakutan dan kehilangan
adalah menjadikan yang mustahil berdenyut.
Dan tahukah kalian, Tuhan adalah senjata yang tak pernah ditembakan.
Tapi manusia selalu punya cara membunuh Tuhan.
(Saat Tudung terbuka, nampak di sana Lazarus dan Elena. Sebagai cinta dan kehidupan yang lahir dari belas kasihan Tuhan. Ibu itu pergi membawa seluruh tudung dosa-dosa yang menyelimuti Elena.Exit.)
Lazarus:
Wahai Elena, kekasih nan mawar
Ada tiga cahaya dalam kehidupan.
Pertama dan kedua dapat dilihat semua orang.
Yang ketiga hanya untuk mereka yang diurapi rasa sakit
dan diberkati melampaui yang jelas.
Karena mencintaimu, Elena
berarti melucuti yang pertama dan kedua
memelukmu, memeluk duri golgota
luka dan bersimbah darah.
Mengecupmu, adalah meninggalkan
apa yang kupahami tentang dunia
pada tubuhtubuh tandusmu
diberkati hati seluas cakrawala
karena antara birahi dan api
yang terpuitis adalah terbakar oleh pelukanmu
Elena:
Aku seperti Rahab, Maria Zaitun dan perempuan-perempuan pendosa
yang datang kepada Yesus untuk sebuah belas kasihan.
Dan Engkau seperti Yesus. Dengan puisi engkau menghidupkanku.
Seperti hujan pada akar pepohonan, seperti matahari pada daunan
Seperti sayap pada seekor rajawali yang terbang tinggi.
Begitu engkau mengingatkanku Lazarus,
bahwa setiap manusia punya kesempatan merayakan hidupnya.
Lazarus:
Elena, apabila aku mencintai gadis rekaan
seperti Daenerys Targaryean, maka aku harus bersiap terbakar.
Demikian aku mencintaimu, karena perempuan itu tanah air, bahkan salju api
ia naga paling liar di bumi yang mesti kita cintai
Tapi bagaimana caranya kita takkan mati dalam tafsir
sebagaimana Arya Stark membiarkan hidupnya mengalir
karena apa bukan sungai api dalam jiwa penyair
Kita berkali-kali membuat rekaan wujud kita sendiri
kita berkalikali menyangkali bahwa kita bukan Ramsay Snow Bolton
sementara tak sedikit mayat terbujur mati dalam kata yang kita layat sendiri
(Elena memeluk Lazarus)
Elena:
Dengan beribu karya bisa jadi seorang penyair
belum melahirkan puisi seapi mati di palang sepi
saat seluruh daya dan kehendak bebas manusia
meluruhkan sayap
di bawah cahaya
yang membuat aku memelukmu, Lazarus
dan engkau memelukku seerat hakekat estetika
yang melahirkan para penyintas mendermakan dirinya
sebagaimana Tuhan mendermakan daging dan darahNya
untuk apa yang engkau sebut cinta.
Lazarus:
begitulah aku tak ingin mendefinisikan cinta, Elena
sebagaimana umumnya orang mendefinisikan cinta
di luar cahaya ketiga
biarkan aku menyentuhmu tanpa risau
membiarkan kepalaku kulai ke dadamu
dagingdagingku terbongkar
karena binar matamu yang liar
adalah berjutajuta pisau halus dan tajam
ditikamkan berulang-ulang
hingga nampak betapa menariknya kehidupan
oleh karena sobek lebam dan lukanya
yang membuat aku meneriakan: Haleluya!
Elena:
Memelukmu adalah percaya
ada seseorang akan melempar batu ke air
dan melihat percikan cahaya ketiga itu.
Lalu percikan itu menyawakan sebongkah beni dihempas angin
dan rengkah bumi bernyanyi mengiringi yang tumbuh dan yang bersemi
di balik desis nafas seorang anak merindui ayah
karena sebelum menulis masa depannya sendiri
siapapun di dunia ini adalah peraya air matanya sendiri
Lazarus:
Demikian aku merayakan cinta denganmu, Elena
sebagai pesta kematian, sebagai pesta kebangkitan
Tanpa bilangan usia
Sebagai penyampai kemuliaan cahaya ketiga
Kebenaran yang tak dapat diraih dengan ambisi
Tak dapat diringkus oleh kekuasaan
Tak dapat disentuh oleh putus asa
Bahkan tak dapat dipikat oleh kejeniusan
Kecuali oleh puisi
Seperti Yesus mengampuni segala yang menciderainya
Hingga dalam mati pun Ia bisa bernyanyi
(Terdengar bunyi serine lalu disusul bunyi tembakan. Lazarus jatuh terhuyung ke tanah. Elena terkejut dan diliput kesedihan.)
Elena:
(Sedih)
Lazarus…!
Dunia selalu punya peluru.
Dalam sebuah sentakan saja
Cinta akan terluka dan mati.
(Terdengar bunyi tembakan yang lain. Sesaat kemudian Ibu dengan senjata masuk menyeret pemburu yang terluka dan menghempaskannya ke lantai.)
Ibu:
(Menodongkan senjata ke pemburu)
Sejak masa Adam dan Hawa
selalu ada ular yang memiliki seribu nama, seribu nyawa seperti engkau.
Ular yang bersembunyi di balik harta, kuasa dan senjata
untuk melukai cinta dan mereka yang tak berdaya.
Apakah kau tak menaruh belas kasihan pada mata yang lara itu?
(Elena mendekat dan menjambak kerah baju pemburu dengan amarah yang berusaha di tahannya)
Engkau menjadikanku bagai tanah tempat luka menganga.
Menjadikanku bagai hati yang buntung mengulurkan tangan.
tapi ke mana, kepada siapa.
setiap tanya terulur jadi gempa. Tubuh menggelicit jatuh
tersungkur ke abu, menghidukanku bau mati yang biru,
warna bisu yang tak mampu tersedu.
Sungguh pilu hidup di bawah langit bumi yang harmoninya
direnggut oleh orang-orang sepertimu.
Sungguh risau menjaga nafasnya biar
bertambah meski itu hanya sehari. Bagimu aku seakan
nama yang jadi karma dalam mati tak bermarga.
(Elena menghempaskan Pemburu ke tanah, lalu beranjak memeluk Lazarus.)
Ibu:
Apakah kau tahu apa yang diserukan Tuhan?
Setiap orang yang bertemu denganmu harus meremukan kepalamu!
(Saat hendak menembak kepala Pemburu, terdengar gelegar guntur dan sambaran kilat yang membuat lampu padam dan disusul bunyi tembakan.)
Bagian II: Kolase Renungan Bernegara
(Sebelum lampu menyala sudah terdengar sebagian pidato Lazarus yang berapi-api disambut gemuruh sorak sorai massa. Disusul senandung Elena mengiringi lanjutan pembacaan pidato Lazarus saat lampu menyala.)
Lazarus:
Saudara-saudara sebangsa dan setanah air! Negara kita sedang dirampok. Dari urusan vaksin hingga minyak goreng, dari urusan agama hingga hoaks yang dipaksa untuk dipercaya. Semua itu tak lebih dari cara-cara licik untuk merampok negara. Di panggung politik, apa yang nampak saat ini tak lebih kultur politik yang lebih banyak memancarkan energi animalitas. Wujud kekuasaan yang hanya menjadi milik segerombolan orang, hingga demokrasi menjadi sebuah sistem yang bobrok.
Itu sebabnya, drama terbesar yang tersuguh dalam pergulatan politik itu tak lebih ekses demokrasi. Sesuatu yang mahal yaitu fondasi keadabannya seakan sirna, dan berganti pemandangan miris kekerasan, intoleransi, kesenjangan, ketidakadilan, dan degradasi moral. Bahkan merebaknya politik dinasti akibat struktur pemerintahan yang oligarkis jelas memberangus nilai-nilai demokrasi. Sebab ketika birokrasi negara dihuni dan dikuasai oleh mereka yang memilki relasi kekeluargaan maupun kekerabatan, maka tersumbatlah hak dan kebebasan setiap kelompok maupun individu dalam mengakses kekuasan.
Demikian energi animalitas kultur politik itu kini melahirkan watak Homo Homini Lupus, manusia menerkam sesamanya. Suatu keadaan demokrasi yang terbajak oleh kekuatan oligarki, yang merupakan kolaborasi berbagai elemen antaranya, elit partai politik, elit birokrasi, elit ekonomi, dan elit agama. Semua komponen elit tersebut memiliki keterikatan menuju satu kepentingan. Ya kepentingan kelompok mereka sendiri!
Ketika kekuatan oligarki telah mengambil peran dominatif atas institusi-institusi demokrasi maka merekalah sebagai pelaku utama dalam kehidupan politik. Pada titik itu, kepentingan rakyat segera akan tersingkir, bahkan dibungkam oleh bedil.
Di tengah perangai politik negatif yang melanda semua sendi kehidupan bernegara, di tengah basis-basis kebangsaan yang memudar, kita butuh orang-orang dengan karakter baik dan benar, memiliki kejujuran dan solidaritas dalam menggerakan semangat perubahan untuk sesuatu yang lebih baik. Tapi siapa orang baik di antara kita, saat seluruh energi bangsa telah telah terkuras dan dijerumus kedalam kultur hidup yang buruk rupa. Jangankan kita, dalam sejarah, Yesus pun dibunuh oleh karena kebaikannya.
(Tiba-tiba terdengar bunyi tembakan. Kertas-kertas pidato Lazarus berhamburan ke udara. Lazarus jatuh terjengkang sekarat. Sang Pemburu yang baru menembaki Lazarus muncul.)
Sang Pemburu:
Dalam sebuah revolusi,
orang pertama yang harus dibunuh adalah penyair.
Karena mereka yang menajamkan kata melebihi peluru.
(Sang pemburu kemudian pergi)
Elena:
Aku bingung dan bertanya-tanya, mengapa Tuhan menciptakan penyair dengan nasib seburuk ini. Seseorang yang melewati jam malam dengan kesepian, seakan berjalan ke jalur kematian,
lalu lenyap sepenuhnya. Saat ia mulai menulis, ia menjadi seseorang yang tiada, tak nyata.
Penyair itu Lazarus. Dia ini Lazarus. Kamu Lazarus. Kita semua lahir dari sepasang birahi yang aneh. Lalu hidup. Lalu mati. Hidup dan kembali mati.
Lazarus:
(Mengerang)
Ya Allah, jangan engkau tinggalkan aku!
(Terdengar gemuruh suara orang-orang yang bersedih memanggil Lazarus. Lazarus terkulai mati.)
Elena:
Apa yang dapat dilakukan penyair
selain menguap, begitu saja.
Tak ada yang akan datang mengetuk pintu kesepiannya,
sebentuk hidup tak pernah menjadi nyata,
sosok tak memiliki tanah benar-benar tanah,
daratan benar-benar daratan. Selain bayangan suram
berulang- ulang memberi nyawa pada kata,
sebagai perjuangan suci ditakdirkan untuknya.
Bahkan untuk cinta tak pernah memeluknya.
(Terdengar gemuruh suara orang-orang yang bersedih memanggil Lazarus)
Elena:
(Dengan penuh amarah)
Diam! Pergi! Kalian semua!
Kalian adalah karya-karya yang merampas Lazarus dariku.
Pergi!
(Elena mendekap kepala Lazarus)
Elena:
Inilah babak kedua kematian Lazarus. Lelaki yang dibangkitkan Yesus. Lelaki yang disimbolkan sebagai manusia yang dihidupkan untuk melakukan kebaikan. Sementara aku, perempuan yang terus terombang-ambing dalam sebuah pertanyaan: apa hakekat hidup itu. Namaku Elena, kekasih Lazarus. Dalam Alkitab namaku tidak disebut. Karena aku bisa siapa pun, dan Lazarus bisa juga siapa pun.
Dan tahukah kalian, Di ruang antara lahir dan mati, tanpa ada kebaikan kehidupan itu hambar bahkan tak berarti. Di saat paling pedih saat kebaikan itu mati, untuk apa lagi aku hidup.
(Elena mengeluarkan sebuah pistol dari sakunya kemudian diarahkan ke kepalanya. Mendadak lampu mati. Terdengar bunyi tembakan.)
Bagian III: Kolase Roda Kehidupan
(Lazarus dan Elena berjalan berputar-putar di atas roda kehidupan)
Elena:
Barangsiapa menginginkan lautan
menceburlah sebelum engkau melupakan
hakikat asin pada peluh dan pengalaman
barangsiapa menginginkan cinta
berserahlah pada kepahitannya
sebelum sepi meledakanmu
sebagai seseorang yang tak lagi mampu
merasa riang
Demikian aku dibangkitkan dan ditempatkan
Di antara cinta dan kematian
untuk sesuatu
yang disebut keinginan
menjadi sampah di mata kaum moralis
menjadi api paling biru di mata puisi
Lazarus:
Sebagimana puisi
dalam erang aku berseru:
“antara berjutajuta rajawali di langit tinggi
Engkaulah burung dara, Elena”
Kudus oleh karena nafas Tuhan dihembuskan
pada lempung saat Ia begitu riang
memberi nyawa pada hati yang lusuh dan semangat yang pudar
Elena:
dan aku beterbangan menjadi paristera
memperagakan seluruh diriku adalah sinar kehidupan
tak terlampaui oleh puisi
meski beriburibu kali ditulis, beriburibu kali dierangkan
tak terbendung oleh benci dan putus asa
Lazarus:
Sesekali!
saat aku berpikir ingin bunuh diri
ciumanmu meledakan semua makna mati yang pernah ada
pernah dituliskan, pernah diwahyukan
hingga aku selalu pulang padamu
pada surga yang kubayangkan
yang letaknya hanya sejarak engkau mengulurkan tangan
mengangahkan gairah sejak celah dada dan penis
tak lebih ujung dari api ketakutan yang tak kupandamkan
karena membunuh demi ketakutan adalah mula pertama
dari sejarah dosa paling kuno yang tak mau kuulang
— kau tahu siapa Kristus, Elena?
Elena:
Kau akan berkata:
Oleh karena cinta ia bangkit, dan membangkitkan!
Lazarus:
Begitulah zaman saat para penyamun
Menguasai seluruh sendi kekuasaan
Kebaikan akan segera mati
Dan cinta tak lebih paha dan vagina
Di ranjang-ranjang artifisial
Sesaat nampak megah
Namun dalam beberapa erangan saja
Dunia menjadi basah oleh air mata
(Elena berhenti berjalan, sesaat menarik nafas berpikir)
Elena:
Kau selalu mati sebagai puisi.
Dan kau hidup kembali dalam puisi yang lain.
Lalu mati kembali bersama kelahiran puisi.
Mengapa engkau begitu mencintai sesuatu
yang membuat engkau mati?
Lazarus:
(Berhenti berjalan)
Karena mengharapkan kebahagiaan dalam hidup ini
adalah bentuk kesembongan.
Aku memilih merayakan dengan cara mencintai
hingga mati menjadi sesuatu yang tak patut disesali.
Elena:
Banyak penyair hidup hanya seumur Yesus.
Mengap orang-orang yang menyuarakan cinta
selalu terbunuh?
Lazarus:
Karena penyair mangalas mimpi-mimpinya
Di bawah kaki lembut orang-orang yang dicintainya.
Saat kaki-kaki lembut itu menginjaknya
Saat itu pula mimpi-mimpi itu remuk.
Elena:
Dan seakan belibis yang merindukan telaga, begitu kamu memandang aku Lazarus.
Ku tahu, pelukanmu seperti pisau. Perempuan seperti aku tak mungkin menghindar
dari luka pelukanmu.
Apa arti perempuan bagimu?
Lazarus:
Ketika orang bertanya kepada Yesus siapa Maria Magdalena?
Jawab Yesus, ia adalah perempuan tanpa masa lalu.
Hanya cinta yang membuat ia hidup.
Elena:
Aku paham kini, bagaimana sejatinya jalan kematian penyair.
Seperti Yesus mengalami saat paling sepi di palang salib.
Karena cintanya ia mati agar beribu Lazarus bangkit kembali.
(Saat Lazarus dan Elena mamasuki fase bercinta, tiba-tiba terdengar bunyi tembakan. Lazarus jatuh terjengkang sekarat lalu mati. Sang Pemburu yang baru menembaki Lazarus muncul.)
Elena:
(Marah)
Setiap kali ia hidup kau membuatnya mati.
Kau pikir kau bisa membunuh puisi.
Setiap kali kau membunuhnya, puisi itu akan berubah
menjadi cahaya dari percikan nyala api
dari sebuah puncak gunung tinggi.
Dari nyala itu penyair akan hidup kembali.
Pemburu:
Manusia adalah makhluk di tengah pertempuran, Elena.
Di mana persahabatan akan terluka saat kehormatan dipertaruhkan
Kegembiraan dan akal sehat akan ternoda
Bagai embun yang tidur sebagai makam
menyembunyikan nama-nama mati dalam percuma
Mengapa aku diciptakan? Mengapa aku mengisi dunia ini?
Itulah pertanyaannya!
Elena:
Kau cemburu padanya.
Padahal kau hanya salah seorang dari banyak lelaki yang memburuku.
Bukankah pelacur hanya pahlawan bagi orang-orang kalah memaknai dirinya?
Dan para pengagum sepertimu dengan nafas tertahan menantikanku
Mencabikcabik tubuhku dan melemparkan ke jalan setiap penggal hatiku.
Dihamburkan, sebagai biografi sebatang lilin terbakar.
Kau tahu, aku dibangkitkannya untuk hidup di luar definisi dangkal
Kekuasaan, harta dan perempuan. Bahkan pada sebuah jalan setapak
Saat aku pulang dengan payudara bengkak dan vagina yang dibebani beragam keluh kesah,
sebagaina desa, begitu Lazarus membayangkan aku!
seluruh diriku baginya seakan tanah-tanah subur gembur
dan cinta kami tumbuh di sana, menjalari ruangruang kosong cakrawala
Mengrahmatinya dengan pemandangan-pemandang yang lembut.
Dan saat aku mengulurkan tangan,
Ia berkata: aku melihat Tuhan masih saja ada di binar matamu.
Pemburu:
(Merasa tersudut dan marah)
Lalu, menjelang pagi, bersama pohonan yang lena di bawah kerlip bintang
Kau dan Lazarus bercinta. Peluh menetes dari kedua jiwa paling sepi
menjadi hujan, menjadi tarian daunan, menjadi bayibayi kehidupan
(memburu mengebrak meja) Bangsat!
Pada cinta semacam itu, surga yang kalian bayangkan
Tak lebih ruang indah namun tak jelas antara Orpheus dan Eurydice
sebuah rahim yang hanya bisa bahagia oleh karena tangisan dan kesedihan
di mana beribu-ribu satire dan ular menarinari di bibir kelamin
dalam sebuah drama kebodohan dan ketidaktahuan.
Elena:
(Menantang)
Seperti sebuah negara kehilangan maknanya
oleh karena keinginan berkuasa yang tak memiliki mata
tak saja agama berubah pedang dan senjata oleh karena
dangkal menganggap Tuhan semata miliknya
bahkan hukum selalu punya halaman belakang
di mana semua pasal tak pernah sampai ke sana.
Demikian pula kau mengira kelamin sama seperti sebuah kota
setiap waktu dapat dikunjungi, dapat ditinggalkan saat riuhnya membuat jenuh.
Kau tak paham cinta ini. Kau tak paham apa yang menyingsing dalam pelukan kami
bahwa mencintai adalah kembali ke dalam jiwa yang abadi.
Pemburu:
Setiap kali aku melihatmu
dengan paha yang masih lengket dengan lendir berwarna jeli
aku berharap melihat punggung Tuhan muncul di ujung gang
menjelang subuh di tengah doadoa yang gemuruh
debum pohon tumbang dengan akar yang tercabik
dan Tuhan yang kubayangkan akan menyodorkan aku sepucuk senjata
dan keberanian membunuh.
Kau pikir apa yang akan aku lakukan?
Pertama, akan kutembaki cinta yang menghuni hatimu
Kutembaki berulangulang hingga hancur, lalu…
Kedua, aku akan turun ke jalan dengan langkah seorang pahlawan masa kini
seseorang yang selalu punya peluru menghadapi kebenaran
setiap kali ia muncul, kebenaran harus mati, harus mati di tanganku!
Sudahlah Elena!
(Pemburu mecoba menenangkan hatinya. Sesaat kemudian ia bicara lagi)
Pemburu:
Aku berusaha datang dengan penerbangan terakhir, kendati itu berangkat terlalu malam. Kau tahu kabar terakhir, sore cuaca sangat buruk. Beberapa penumpang menunda penerbangan mereka untuk esok pagi.
(Elena beranjak mengambil dua gelas dan sebotol anggur dan meletakannya di atas meja. Ia pun duduk di sana)
Elena:
(Nampak tenang)
Kau mendesak terbang?
(Elena menuangkan anggur ke dalam dua gelas. Pemburu mendekat ke meja lalu duduk di sana.)
Pemburu:
Iya, aku mendesak untuk tiba di kotamu malam ini juga. Aku ingin mendengar kata cinta darimu bukan pertengkaran. Kau tahu, tak ada yang berharga dalam diriku, selain cinta.
(Pemburu mengeluarkan sebuah map dari tas yang dibawanya lalu menanda-tangani sebuah catatan warisan di atas meja.)
Elena:
Sungguh benar! Setiap kali bangun pagi, hal pertama yang dipikirkan seorang lelaki adalah cinta dan wanita. Apa yang kau tandatangani itu?
Pemburu:
Warisan untukmu. Karena aku tahu, setiap kali bangun pagi, hal pertama yang dipikirkan oleh wanita adalah uang… uang. Namun semua catatan warisan yang kutanda-tangani ini, sesunggunya tak mampu membayar kata cinta yang ingin kudengar dalam halus ucapanmu.
Elena:
Aku ingat kisah Prince Edward of Wales, Daud, bahkan sang Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Orang yang memiliki kekuasaan dan pengaruh sepertimu ternyata tak bisa lepas dari perilaku buruk: borderline personality disorder.
Pemburu:
Kamu melihat itu pada diriku?
Elena:
Iya. Sejak kita bertemu beberapa tahun yang lalu, kamu sering memiliki perasaan takut ditinggalkan dan ditolak, merasa cemas, marah, dan merasa tidak berarti. Kamu juga cenderung menyakiti diri sendiri dan orang lain. Tapi sudah jangan dibahas. Mari kita minum.
(Keduanya menegak anggur)
(Sesaat kemudian Elena mengambil surat-surat warisan itu dan menyobeknya menjadi kepingan. Pemburu nampak terpana dengan tingkah Elena yang aneh. Melihat ekspresi pemburu mulai marah, Elena memeluk Pemburu dengan lembut sambil bernyanyi.)
Lagu Elena:
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan
kepada hujan yang menjadikannya tiada
(Kutipan puisi Sapardi Djoko Damono berjudul: Aku Ingin.)
(Berapa saat kemudian Elena menjerat leher Pemburu dengan tali hingga mati. Lampu padam.)
TAMAT
Manado, 4 Oktober 2022
Dilarang dipentaskan tanpa seizin pengarang.
Discussion about this post