Manado, Barta1.com – Teriakan hidup petani kembali bergemuruh di Festival Pisang Kalasey Dua, Jumat (01/07/2022). “Hidup petani…hidup petani…hidup petani. Tuhan tidak akan membiarkan kami, hanya pemerintah yang membiarkan kami mati,” ungkap Agustine Lombone, salah satu petani Kalasey Dua yang menggugat SK Gubernur terkait lahan 20 Hektar ke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.
Oma Ndio sapaan akrabnya, menceritakan kehidupannya sejak kecil dengan hasil pertanian di Kalasey Dua. “Oma saat ini berumur 63 tahun, dahulunya tinggal di Lingkey. Di Lingkey orang tua kami bekerja di PT. Asiatik Kalasey pada tahun 1982, kemudian dipindahkan oleh pemerintah dari Lingkey ke Kalasey Dua. Saya ditinggalkan ayah sejak umur 6 tahun. Di umur 6 tahun kami sering berjalan kaki tanpa menggunakan sendal sambil menenteng hasil dari lahan disini, bukan hanya kemarin kami mencari hidup disini,” tegasnya sembari menyebut saat ini tinggal sisa, karena sebagian lahan diambil oleh Pemerintah.
“Pemerintah sudah mengambil lahan disini, disana sudah dibangun sekolah SMA dan kantor-kantor. Sebelah sini ada Rumah Sakit dan Brimob. Bakamla datang bertemu dengan masyarakat untuk melakukan perjanjian, mereka menyampaikan akan mengantikan kerugiannya, ternyata satu perah pun tidak ada pergantian. Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Kantor Desa menyampaikan bahwa mereka tidak ada dana untuk menganti rugi,” terangnya. “Bakamla instansi terakhir bertemu dengan kami ternyata pendusta,” tegasnya.
Lanjutnya, jika ada pemilihan datang membuat janji, apa yang dimintakan Selalu diberikan dalam bentuk pemenangan. “Ketika mereka terpilih, mereka menginjak kami. Kami sudah menderita, kami hidup dalam ketakutan, dan hidup dalam penderitaan,” cetusnya.
“Bulan April 2022 Angkatan Laut (AL) datang ke sini atas perintah Gubernur mau mengambil lahan seluas 20 hektar. Mereka menyampaikan bahwa Gubernur yang memerintahkan karena ditukar guling dengan Gedung AL, untungnya kami petani bisa mencegahnya.
Lanjut Oma Ndio, ada LBH Manado dan teman-teman mahasiswa yang membantu petani di sini untuk mengetahui namanya hukum. “Coba baca sila ke 5 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tetapi kami masyarakat Kalasey Dua tidak merasakan keadilan itu,” katanya.
“Indonesia sudah merdeka berpuluh-puluh tahun merdeka, namun kami tidak merdeka, kami dijajah. Untuk itu, Petani tidak perlu takut, Tuhan tidak membiarkan kita. Kehidupan kita ini tinggal terkahir, tinggal lahan ini kami mencari makan dan menyekolahkan anak,” pungkasnya.
Terpantau Barta1.com, Festival Pisang ini dihiasi dengan pernak-pernik hasil tani, berupa pohon pisang berserta buahnya. Kemudian dekorasi dari dedaunan pisang dan kelapa, yang digagas langsung oleh beberapa elemen seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado, kelompok adat Minahasa, dan beberapa gerakan mahasiswa di Sulut.
Bukan itu saja, pada Festival Pisang ini diisi dengan pameran olahan pisang berbahan pisang, pameran lukisan/karya instansi seni, kabasaran, panggung boneka, tarian betina, musikalisasi puisi, orkes rakyat, lapak dan pameran foto warga.
Peliput: Meikel Pontolondo
Discussion about this post