Manado, Barta1.com — Aksi menentang korporasi tambang yang beroperasi di Pulau Sangihe dimulai sejak 2021 lewat Save Sangihe Island (SSI). Awalnya hanya kelompok kecil, hari ini gelombang protes itu telah membentuk gerakan masyarakat sipil dan terus meluas.
Agustinus Mananohas, sepuh dari Kampung Salurang Sangihe, meminta masyarakat jangan kendor dan menghentikan perlawanan terhadap kehadiran PT Tambang Mas Sangihe (TMS), korporasi pengelola pertambangan emas itu.
“Saya memilih mati di jalan, menghadang alat berat milik TMS dari pada tak berdaya di rumah sakit, karena itu untuk yang lebih muda jangan berhenti melakukan perlawanan,” kata Agus dalam sesi diskusi usai nonton bersama dokumenter “Sangihe Melawan” di gedung DPD, Rabu (22/06/2022).
Lelaki 76 tahun itu pun menjadi salah satu penggugat IUP PT. TMS di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Selebihnya, Mananohas ikut aktif turun ke jalan menghadang mobilisasi alat berat perusahaan dalam usianya yang lanjut itu.
Hal sama diingatkan Elbi Piter, ibu rumah tangga dari Kampung Bowone yang menjadi simbol perlawanan perempuan lingkar tambang. Upaya menghentikan aksi korporasi tambang kata dia, harus terus dilakukan.
Elbi menyatakan kehadiran tambang justru akan membuat masyarakat Bowone kehilangan ruang hidup. Selama ini mereka hidup dengan mengandalkan hasil perkebunan dan melaut, namun menambang emas bukanlah pilihan. Tambang akan merusak ekosistem lingkungan.
Koordinator SSI Jan Rafles Takasihaeng yang menjadi pemantik diskusi, mengingatkan yang hadir tentang aktivitas setahun gerakan ini menentang kehadiran PT TMS. Aksi-aksi demo sudah berulang kali mereka lakukan. Termasuk inisiator SSI, Jull Takaliuang, pernah berbentrokan dengan kepala daerah karena perlawanan itu.
Masyarakat anti tambang menurut Takasihaeng, tak kenal lelah menghadang mobilisasi alat berat dari Pelabuhan Pananaru ke Bowone. Mereka bahkan harus berhadapan dengan aparat yang mengamankan aksi tersebut.
Menyangkut perlawanan masyarakat pada aktivitas korporasi itu, perempuan yang peduli persoalan tambang di Sangihe, Nina Nayoan, mengibaratkan para aktivis telah melantunkan seruan profetik untuk sesama. Artinya demi melindungi alam dan tanah Sangihe, aktivis anti tambang telah menyatakan suara kenabian mereka.
“Apa yang dilakukan adalah tanggung jawab ilahi atas alam pemberian Sang Pencipta,” simpul Nayoan.
Pemutaran film dokumenter “Sangihe Melawan” yang diproduksi Watchdoc adalah inisiatif SSI, dihadiri puluhan masyarakat lintas-latar belakang. Jull Takaliuang menyatakan fakta dalam film tersebut adalah jawaban atas perjuangan elemen warga Sangihe yang menolak tambang dan kehadiran PT TMS. (*)
Discussion about this post