Manado, Barta1.com – Pengguna media sosial di Sulawesi Utara digemparkan adanya kasus kekerasan seksual terhadap seorang gadis yang diduga dilakukan oleh ayah kandungnya sendiri. Penyebaran foto dan identitas korban di media sosial ini langsung menuai kecaman banyak pihak, termasuk dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Manado.
Ketua AJI Manado, Fransiskus Talokon menyayangkan adanya penyebaran foto dan identitas dari korban kekerasan seksual yang berlokasi di salah satu kabupaten di wilayah Bolaang Mongondow.
“Kalau dalam Kode Etik AJI dan Jurnalistik pada umumnya, sudah mengatur tentang pentingnya perlindungan privasi korban kejahatan seksual. Salah satu pasal dalam Kode Etik AJI pada Pasal 5 berbunyi, Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Sehingga setiap jurnalis harus melindungi privasi korban kejahatan seksual, dan menggunakan perspektif gender dalam memberitakan kasus kejahatan seksual,” kata Talokon, wartawan Harian Metro.
Lanjut dia, dengan menyebarkan foto dan identitas korban kekerasan seksual, akan memperburuk mental dan kehidupan sosial dari korban dikemudian hari. “Saat ini menjadi korban seksual, tapi kedepannya akan menjadi korban Bullyng. Tentunya, sebagai jurnalis dan masyarakat, kita harus memberikan perlindungan terhadap para korban kekerasan seksual,” ujarnya.
Ditambahkan Sekretaris AJI Manado, Finneke Wolajan bahwa, dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menegaskan, pada Pasal 19 bahwa tak seorang pun boleh menyebarluaskan foto ataupun identitas korban kekerasan, identitas keluarga korban, identitas pelaku kekerasan yang masih berusia anak, serta identitas keluarga pelaku.
“Pasal 97 dicantumkan, pelanggar aturan tersebut akan dipidana 5 tahun penjara. Jadi, media ataupun netizen di media sosial harus lebih bijaksana dalam bertindak,” ungkap Fine, jurnalis Tribun Manado ini.
Sementara itu, Koordinator Divisi Advokasi AJI Manado, Leriando Kambey membeberkan sejumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait perlindungan terhadap korban kekerasan seksual atau pemerkosaan. “Sangat jelas diatur dalam Pasal 64 Undang-Undang 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Untuk media massa diatur pada Pasal 48 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pasal 14 dan 29 Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standart Program Siaran (P3SPS) Tahun 2012, Pasal 5 Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dan Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik mupun Pasal 5 Kode Etik AJI,” pungkasnya.
Penulis : Randy Dilo
Discussion about this post