Manado, Barta1.com – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) melakukan sosialisasi vaksin Covid-19 serta penerapan protokol 5M lewat seni dan budaya MInahasa di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).
“Kemkominfo secara live melakukan sosialisasi vaksin COVID-19 dan penerapan protokol 5M yakni memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilisasi dan interaksi,” kata John F Rembet, Kabid Penyelenggadaan E Govermenment Sulut di Manado, Rabu (31/3/2021).
Dia mengatakan Kemkominfo melakukan ini selain mengangkat seni dan budaya Minahasa seperti alat musik Kolintang, Tari Kabasaran dan Tari Tetengkoren, juga diharapkan masyarakat lebih memahami akan manfaat besar dari vaksin tersebut. Kata dia, karena dengan menjalankan protokol 5M dan divaksin maka kesehatan masyarakat bisa pulih dan otomatis bangkitkan ekonomi tanah air.
Ia menjelaskan pihaknya terus melakukan sosialisasi baik di media sosial maupun di pusat perbelanjaan, tingkat kecamatan hingga kelurahan serta pasar tradisional. “Antusias masyarakat Sulut untuk divaksin cukup tinggi, karena mereka ingin sehat dan bisa melakukan aktivitas di era normal baru ini,” katanya.
Pemerintah terus melakukan edukasi, literasi akan vaksin ini serta protokol kesehatan agar terus dijalankan, walaupun telah divaksin. Kabid P2P Dinkes Manado, Dr Joy Zeekon mengatakan saat ini sudah banyak yang divaksin baik tenaga kesehatan, pelayanan publik, tokoh agama di Sulut.
Selanjutnya, katanya, akan ada tahap tiga hingga empat, sehingga semua masyarakat di Sulut bisa divaksin Covid-19. Untuk target kapan selesai, sesuai dengan pemerintah pusat diperkirakan hingga tahun 2022 dalam melakukan vaksinasi tersebut.
Koordinator UMKM Bidang EKraf Kriya di Sulut, Tjahyani mengatakan Sulut adalah daerah pariwisata jadi bagi teman-teman UKM kerajinan yang utama untuk kebutuhan wisatawan baik mancanegara maupun domestik. “Di masa Covid-19 ini, benar-benar wisata kita mati, Turis lokal dan mancanegara tidak ada, sehingga pendapatan turun hingga 90 persen,” kata Tjahyani.
Namun, katanya, walaupun diterpa Covid-19, UMKM di Sulut sangat luar biasa, tidak terlena dengan keadaan, cepat-cepat berinovasi. “Seperti saya pengrajin sisik ikan, kemudian saya banting stir buat masker. Covid-19 ini adalah peperangan kita harus berjuang agar kita harus menang, Tapi kalau kita menyerah kita akan kalah,’ ujarnya.
UMKM sangat berterima kasih kepada pemerintah, karena mendapatkan bantuan contohnya dari Dinas Koperasi Sulut membeli produk seharga Rp 7 juta per UMKM. Disperindag diberikan bantuan bahan baku juga dari Dinas Pariwisata memberikan bantuan donasi dan juga membeli produk. “Yang luar biasa bantuan dari perbankan dimana kita diberi relaksasi produk salah satunya adalah kita bisa mendaftar KUR di bank, karena saat ini ada bantuan tanpa ada jaminan yang penting punya usaha,” katanya.
Kegiatan ini, dimeriahkan Sanggar ‘Tumou Tou’ dengan Tari Kabasaran, Sanggar Kesenian Kolintang Manamper dan Sanggar Tari Kesenian Manado dengan Tari Mangael dan Tari Tetengkoren.
Kolintang menjadi alat musik khas Minahasa yang dimainkan dengan cara dipukul dan mengeluarkan bunyi cukup panjang dan mencapai nada-nada tinggi serta rendah. Nada-nada tinggi dan rendah yang dikeluarkan dari alat musik yang memiliki susunan rapih ini berasal dari jenis kayu yang agak ringan tapi cukup padat seperti kayu telur, bandaran, wenang, dan kakinik. Serat kayu pada kolintang tersusun sedemikian rupa membentuk garis-garis sejajar. Pemakaian kolintang sendiri sangat erat kaitannya dengan kepercayaan tradisional rakyat Minahasa. Dahulu, dalam bahasa Minahasa untuk mengajak orang bermain kolintang digunakan istilah ber tong ting tang.
Tarian perang Kabasaran adalah tarian yang banyak kali digunakan untuk penyambutan tamu dan kerap dipertontonkan pada saat hari-hari besar maupun pada acara-acara daerah. Para penari berwajah garang dan mata melotot lengkap dengan pakaian serba merah, membuat kesan garang prajurit Minahasa zaman dulu.
Tari Tetengkoren merupakan hasil perkembangan zaman. Tarian ini merupakan buah kreativitas para perempuan Minahasa, yang diciptakan dan beredar pada 1990-an. Tarian khas ini sering dijumpai pada kegiatan kebudayaan, acara pembukaan suatu kegiatan pemerintahan, dan paling sering dijumpai di Bale/Wale.
Peliput : Randy Dilo
Discussion about this post