———Buat Penyair Jane Anastasia Lumi
Karya: Iverdixon Tinungki
Ada tempat beralas savana
Berlapis bukit dan gunung menjulang
Ada katakata disedekahkan Tuhan
menempa mereka yang kehilangan
yang tak bisa mengelak kesedihan
yang menyeduh airmata di belanga kesusahan
Ada tempat dimana Tuhan menaburkan isyaratNya
menguatkan mereka yang mendoakan talas
Yang mensyukuri laut tak letih menjamu harapan
Pada semua itu aku ingin datang
Memandang matahari melintas
Menulis awanan berarak
Bahwa hidup tak sebanal jarak
Yang abadi, yang fana
Yang mendiami istana atau gubuk beratap daun rumbia
Dengan aster krekeli dan kecombrang
Aku ingin menyusun gelombang
Meriuhkan hati karam
Hingga balam bangau dan elang
Tak sekadar unggas alam, tapi juga kalam
Di pucukpucuk riang
Aku ingin menulis: bahwa sejak dilahirkan
Semua manusia punya hak merayakan kegembiraan
Kebebasan, kemerdekaan!
Bahkan seorang nabi pun tak boleh
merampas itu semua darinya
Seorang penguasa akan tak termaafkan pabila
mengambil sekerat saja dari mereka
oh Tuhan…
aku ingin menulis itu semua
aku ingin menulis: di bibir kota
Di pinggir laut harusnya berseri ini
Apa lebih maut dari rakyat miskin saat dihalau
Seakan sekawanan babi di rumah jagal
Meninggalkan pesisir manuju mati tak dikenal
Puluhan ribu jumlah mereka
Tersedusedu
Mengeluh dan menangis
Tapi siapa mau mendengarkan
Meratap dan bersedih
Tapi siapa mau mengulurkan tangan
Ketika penguasa menjadi korup
Masyarakat mendewakan kebebasan individu
Bagaimana kita menghindar bencana
anarki dan tirani
mati yang tak berharga ini
Wahai kalian yang punya jiwa petarung
Yang mencintai tanah air dengan seluruh nyawa
Maukah kalian menjadi pahlawan
Dalam kisah hebat yang berasal dari kebenaran
Di sebuah dunia penuh kobaran api menghanguskan
Wahai anakanak zaman
Yang mengimpikan pestaraya kebersamaan
Yang turun ke jalanjalan
Yang menulis sejarah kebaikan
Maukah kalian mengulurkan tangan untuk ini kekejian
Oh…
Betapa merugi mereka yang menghabiskan
Sepanjang hidupnya hanya mempelajari kematian
Mempelajari kesiasiaan
memuja singgasana
menghabiskan waktu menghibur diri
dengan ruparupa kebendaan
dengan ruparupa pemujaan
sembari tak hirau pada jeritan perih
menggapai dengan payah
ke arah doamu yang diucap dengan mewah
Lihatlah burungburung pleci kecil itu
Mereka merayakan hidup di pucuk bebunga
Bukankah esok hanya sebuah anugerah
Begitulah aku ingin melihat bunga lili
Menyambut para pahlawan di pagi hari
Kasatria yang menawarkan kesengsaraan dirinya
Agar kebenaran mendapatkan tempat terindahnya
Putraputra yang patuh oleh panggilan airmata
Yang mendengar raung dari namanama terhina
Melesat seperti panah ke rimba peperangannya
Untuk menyalakan senyuman di tepi mata
Karena tak sedikit bajingan yang beruntung saat ini
Pabila aku ingin menulis: karena kesalahan terbesar kita adalah
Membiarkan orangorang yang kita cintai
Hidup dalam keputusasaan
Bukankah pahlawan hanya mati sekali
Namun pencundang mati beribu kali
Begitulah Kristus mengajari kita kepahlawanan
Seseorang harus mati agar yang lain hidup
Dan harusnya di balik deretan jendela peradaban
Ada ruang untuk tunastunas keberanian menetas
Saat seorang bocah riang melihat seekor kupukupu
Bukankah makhluk itu dulu hanya seekor ulat bulu
pabilah hidup itu tentang memilih
Bukahkah seseorang harus menjadi
sebagaimana apa yang ia pilih
Bersayap atau tak bersayap
Kemuliaan hanya ditentukan cara kita bersikap
Lantas apa kau pikirkan andaikata jiwamu sekarat
Melolong seperti lampu jalan di tengah malam
Apakah menanggapinya dan memaafkan kebisuan
Atau bangkit meluruskan catatan
Agar angin utara yang memesona
Tak menjadi nama yang sial
Pada sejarah anak keturunan pelayar
Bagitulah aku menulis…
Dan aku selalu ingin menulis
Kendati menulis berarti bertengkar dengan kebahagiaan
Namun seorang penulis akan menulis sebagaimana ia bernafas
Kendati hidup tak adil untuknya
Ia harus mengatakan makna terdalam keheningan
dan kebisingan
Seakan biografi air: menguap
Menetes
Dan mengalir
Agar seseorang tak sekadar menatap lembaran kosong
Pada catatan hidupnya
Atau pecinta kembali merasa apa yang diisyaratkan
Degup jantung
Dan yang dibisikan oleh bayu pada gerisik daun
Sebelum ia layu, sebelum ia retak
Di bawah jam raksasa yang menghitung detak usia
Aku merayakan luka Kristus
Bahwa cinta hanya bisa ditebus dengan tubuh tertembus paku
Bahwa sayang bisa jadi hanya berbalas erang
Bahwa jalan menuju kebenaran itu hanya bisa ditempu lewat luka
Bahkan aku tak bisa mengimpikan sepatu bermerek
Tanpa olokolokan mengerikan dari seorang kawan
Dan untuk sebatang rokok aku sering ditertawakan
Tapi aku tak mau mempertanyakan setiap upah kesepian
Selain memeluknya sebagaimana kekasih
Ada saat seorang kekasih berkata: Sayang…
Tak ada yang aneh malam ini
Seperti malam kemaren yang biasa
Tak ada malaikat menari di halaman
Bintangbintang tetap saja di kota kesepiannya
Tapi aku menyukai percakapan kita, ujarnya
Kita tetap orang yang sama saat bangun pagi
Kesepian liat membuat dinding di tepi hari tua
Namun pada halhal biasa inilah sesungguhnya
Aku membaca kemegahan pohonan di matamu
Bukit dan cahaya yang menyertainya
Hingga aku percaya: cinta adalah satusatunya kebenaran
Di setiap detik kehidupan
Tahukah kalian…
Tak semua manusia punya hari tua
Kecuali yang melindungi dirinya
Dan yang menjaga cinta
Sebagai anak tunggal keberanian
Di tengah kobaran api keinginan janggal
Yang memujimuji seperti pelayat
Di arena pesta duka
Dimana katakata ikut mati di pucuk lidah
Aku selalu ingin menulis
Bukankah penulis adalah prajurit
Laksana Amadea ketika menemukan ruang kesadaran
Saat ia melukis cinta dan sepucuk pestol
Pada kisah yang membuat hukum diciptakan
Karena manusia bisa jadi pecinta dan senjata
Untuk ciuman sekaligus luka
Hanya pada setiap perubahan cuacalah
aku mendapatkan penghiburan
terpana pada savana
Berlapis bukit dan gunung menjulang
pada matahari dan awanan berarak
Aku harus berpaling ke mana
Di tengah kesusahanku
Selain menempa kata menjadi nyawa
Bagi mereka yang bisu
Karena hanya dengan itu hatiku gembira
Di atas sebuah gelagar
Burung kesepian tak bertanya
Harus ke mana ia mengepak
Ia bisa memilih bernyanyi, bersiul
Atau mengejar cinta sejati
Karena cinta adalah sepasang penari
Berbagi gerak hingga tak ada keterpisahan diri
Dan hanya manusia sejati yang mengerti
Sebelum menjadi pohon tinggi
Sebuah biji harus menetas di tengah semak duri
Discussion about this post