Catatan: Jolly Horonis
Waleo, sebuah perkampungan yang ada di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, mungkin adalah satu-satunya perkampungan di Indonesia yang paling semarak dalam merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Setiap tahun, 17 Agustus merupakan hari yang sangat dinantikan oleh seluruh warganya.
Pesta akan berlangsung di setiap rumah yang ada di perkampungan ini. Sanak saudara, teman dan kenalan dari desa-desa tetangga hingga desa dan kota yang jauh semua datang dan berkunjung ke Waleo untuk merayakan dan memeriakan hari kemerdekaan ini.
Seperti halnya pesta Pengucapan Syukur yang sudah trend di tanah Minahasa, 17 Agustus juga merupakan hari ucapan syukur bagi penduduk Waleo. Meski agenda Pengucapan Syukur yang ditetapkan oleh pemerintah daerah tetap dijalankan, namun Pengucapan Syukur serempak ini di Waleo biasanya hanya dilaksanakan di gedung Gereja. Berbeda halnya dengan 17 Agustus, semua rumah menyiapkan pesta. Mulai dari pesta kecil-kecilan hingga pesta yang serba ‘wow’. Beberapa penduduk menyebut ini sebagai pesta rakyat.
Biasanya, setiap 17 Agustus jalanan penuh dengan kendaraan, lorong-lorong penuh dengan orang yang lalu lalang. Musik mendentum dari segala penjuru desa. Seluruh warga saling berkunjung ke setiap rumah untuk menikmati pesta dan bersalaman. Laiknya hari Natal dan tahun baru, suasana berbelanja baju baru dan petasan juga terjadi saat menyongsong 17 Agustus.
Perayaan hari besar yang bisa menyamai semaraknya 17 Agustus di Desa Waleo mungkin hanya hari Natal dan Tahun Baru. Begitu tutur beberapa warga yang sempat memberi keterangan tentang perayaan hari kemerdekaan di desa Waleo.
17 Agustus adalah pesta rakyat bagi masyarakat Waleo. Itu adalah ucapan syukur atas kemerdekaan Indonesia. Dan tidak ada peraturan desa yang mengaturnya. Pesta rakyat sebagai bentuk ucapan syukur itu merupakan bentuk kesepakatan kolektif masyarakat Waleo sejak kemerdekaan Republik Indonesia dan dipertahankan hingga sekarang ini. Begitu tutur Korompis Solung (54), Rabu (12/08/2020), guru SMP 1 Kema yang pernah menjabat anggota BPD dan menjabat Ketua BPD Waleo 2 setelah Waleo dimekarkan menjadi dua desa.
Umumnya masyarakat Waleo tidak mengenal apa latar sehingga 17 Agustus yakni hari Kemerdekaan Indonesia ini dirayakan begitu spesial di Waleo. Hampir semua orang (tua maupun muda) di Waleo menjawab hanya karena hari kemerdekaan dan kebanyakan menjawab yah sudah memang begitu sejak dulu di Waleo.
Beruntung saya bisa menggali sedikit informasi lain dari Tangka Sumampow (65). Menyitir kisah ayahnya, 17 Agustus dirayakan dengan suka cita dan pesta rakyat karena merayakan kebebasan dari penjajahan. Masyarakat Waleo banyak yang ditawan untuk kerja paksa sejak zaman Belanda hingga zaman penjajahan Jepang. Penduduk Waleo yang dibebaskan dari tawanan itu disambut meriah oleh sanak keluarga di Waleo. Sejak saat itu, peringatan hari Kemerdekaan dan suka cita atas terbebasnya masyarakat Waleo dari tawanan dirayakan dengan pesta ucapan syukur. Begitu ungkap Sumampouw saat kami berbincang di teras rumahnya Selasa (11/08/2020).
Banyak orang luar mengingat jika sudah 17 Agustus maka ada pengucapan syukur di Waleo seperti halnya pengucapan syukur di tanah Minahasa umumnya. Tetapi uniknya, pengucapan syukur pada 17 Agustus hanya Waleo yang melaksanakannya. Ini sebabnya pada 17 Agustus Waleo selalu dipadati pengunjung, apalagi pada musim panen seperti saat ini. Tutur salah satu tokoh masyarakat Waleo ini dengan raut muka yang tiba-tiba berubah sedih saat ceritanya beralih ke situasi pandemi yang melanda bangsa ini.
Mengenai perayaan 17 Agustus sekarang ini di tengah pandemi, pemerintah desa Waleo 2 telah melakukan pembatasan bagi tamu dan pengunjung pada perayaan ‘pengucapa syukur 17 Agustus’. Menurut Luisa Makalew (50) Hukum Tua desa Waleo 2, perayaan ‘pengucapan syukur 17 Agustus’ kali ini pengunjung dibatasi hanya kerabat dekat yang bisa datang. Seperti anak datang ke orang tuanya di Waleo lebih dari itu sudah dibatasi.
“Terkait kerabat dekat yang diperbolehkan itu karena silahturahmi antarkeluarga itu begitu berarti bagi masyarakat Waleo maka diberikan kelonggaran,” kata perempuan bersahaja itu saat ditekui di Kantor Hukum Tua Desa Waleo 2 ini.
Pengucapa syukur 17 Agustus di Waleo ini merupakan suatu gambaran betapa nilai patriotisme dan penghargaan terhadap perjuangan menggapai Indonesia merdeka tidak pernah luntur di tengah masyarakat Waleo. (*)
Jolly Horonis adalah pegiat literasi dan editor buku
Discussion about this post