Simbol ayam besi kuningan di atas menara Gereja GMIST Jemaat Ulu, dalam sejarahnya, ditempa di Jerman, lalu dikirim melintasi ribuan mil laut hingga akhirnya terpasang di sana, seiring pembangunan gereja tersebut pada tahun 1857.
Apabila anda pernah memandang menara Gereja GMIST Jemaat Ulu, di pulau Siau, anda pasti melihat patung ayam jago bertengger di atasnya. Bagaimana sejarah dan makna symbol kekritenan ini?
Dalam wawancara dengan Barta1.com belum lama, pegiat sajarah, budaya dan teologi asal Siau, Jupiter Makasangkil mengatakan, simbol ayam mempunyai makna Euagelion (Injil atau Kabar Baik) dalam tradisi khas gereja Lutherans masa itu.
“Karena para pendeta zending berasal dari lulusan seminari Gosner di Jerman. Setiap gereja besar yang dibangun di tempat mereka bertugas, pada menara lonceng dipuncaknya ada simbol ayam,” ungkap penyandang master teologi ini.
Di Nusa Utara (Kepulauan Sangihe Talaud) kata dia, antara lain terpasang di Gereja Manganitu, Gereja Enemawira, dan di Gereja Ulu Siau. Ini sebabnya, ungkapnya, gereja-gereja yang dipasangi simbol ayam ini dalam bahasa lokal disebut “gaheda manu” atau “gereja ayam”.
Dikatakan, sejak tahun 1857, bersamaan kedatangan para zendeling tukang yaitu A. Grohe dan F. Keling di pulau Siau, Gereja GMIST Tarorane, Ulu Siau, dibangun menghadap puncak gunung Karangetang.
Dalam kajian reflektif, simbol ayam berkokok menandakan penyangkalan dalam kisah menjelang penyaliban Yesus yang ditulis Injil. Sementara ayam berkokok pasca-kebangkitan Yesus dimaknai sebagai tanda fajar menyingsing, dan kegelapan berganti terang, di mana pergulatan hidup kembali terbentang.
Di lain sisi, menurut sejumlah sumber, ayam jago adalah salah satu simbol Katolik dengan makna paling tua dalam sejarah. Gelar Kristus yang bangkit adalah Sang Fajar atau Sang Timur (Latin: Oriens). Secara umum, fajar juga menandakan harapan, harapan bahwa Tuhan akan datang, saat di mana kegelapan dosa dikalahkan. (*)
Penulis : Iverdixon Tinungki
Discussion about this post