Richard Rhemrev, salah satu dramawan dan sastrawan handal Sulawesi Utara. Berkiprah di dunia panggung sejak era 1970-an. Dalam catatan sejarah Teater di Sulawesi Utara, ia disebut pengarang dan dramawan yang sangat berjasa meletakkan semangat teater modern di Kota Manado.
Mendidik sejumlah peteater dan aktif sebagai pamateri pada kegiatan pelatihan sastra dan drama. Mementaskan berbagai karya yang disutradarainya di berbagai kota di Indonesia. Sepanjang kariernya, ia banyak menulis lakon berlatar tradisi dan sejarah.
Lelaki yang akrab disapa dengan panggilan Bu Ica ini lahir di Manado, 30 Desember 1949. Kakeknya seorang Belanda yang menikahi neneknya orang Siau, Ema Beta. Ayahnya adalah Herman Rhemrev, seorang wiraswasta yang bergerak di bidang teknik. Ibunya Paulina Tumoka.
Menikah dengan Dona Anastasia Landeng pada 1974, dikaruniai enam orang putra dan putri. Anak pertama Farian Rhemrev, yang kedua Yanti Rhemrev, ketiga Meike Rhemrev, keempat Antoineete Rhemrev, kelima Akta Diurna Rhemrev, dan yang bungsu Hendry W. Rhemrev.
Masa sekolah dasar dan sekolah menengah Richard Rhemrev jalani di kota Manado. Ia bersekolah di SD Kristen Tabita, tamat tahun 1962. Selanjutnya ia masuk SMP Katolik Tuna, tamat tahun 1965. Dan masa SMA-nya diselesaikan di SMA Kristen YPKM tahun 1968.
Ia kemudian melanjutkan ke perguruan tinggi di Jakarta. Sempat tercatat sebagai salah seorang mahasiswa Akademi Bank dan Niaga Jakarta pada tahun 1968 sampai 1971. Kuliahnya ini tidak sempat diselesaikan. Karena suka dengan drama, ia juga sempat kuliah di Akademi Teater dan Film di Jakarta, bersamaan dengan masa kuliah di Akademi Bank dan Niaga tahun 1969 sampai 1971. Kuliahnya yang kedua ini juga tidak sempat diselesaikan. Sekembali dari Jakarta (1977—1979) ia sempat pula kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIPOL) Merdeka Manado. Kuliahnya ini pun tidak tuntas.
Richard Rhemrev menjadi Pegewai Negeri Sipil (PNS) sejak Februari 1981. Ia mengawali kariernya sebagai pegawai negeri di Departemen Penerangan Provinsi Sulawesi Utara. Pada departemen penerangan itu ia mendapat tugas pada seksi pertunjukan rakyat.
Tahun 2000 ketika Departemen Penerangan RI dihapus dan seluruh pegawai dilingkungan Departemen Penerangan dimutasikan ke departemen lain, ia dipindahkan ke Pemerintahan Kota Manado. Di Pemerintahan Kota Manado ia ditugaskan di Dinas Informasi dan Komunikasi Kota Manado. Jabatan yang diembannya di sana yaitu Koordinator Seksi Pertunjukan Tradisional. Terakhir menjadi Lurah Kelurahan Singkil I Manado.
Selain bekerja sebagai pegawai negeri ia juga aktif bekerja di bidang kesenian di luar kantornya. Kegiatan yang dilakoninya selain sebagai PNS antara lain sebagai pelatih dan penulis naskah/materi pertunjukan/pagelaraan. Ia telah banyak mencatatkan dirinya sebagai penulis naskah-naskah sinetron, fragmen televisi, dan naskah drama panggung. Karya-karyanya telah banyak disiarkan di TVRI Stasiun Manado dan TVRI Stasiun Pusat Jakarta.
Sejak masa sekolah dasar Richard Rhemrev sudah ikut “tablo”, semacam drama tetapi tidak memakai suara. Tablo ini pentas di sekolah-sekolah dan gereja-gereja. Tablo yang ia ikuti berkisah tentang cerita-cerita Natal.
Ketika masa SMA ia mengikuti paduan suara gereja, teater sekolah, dan teater gereja. Ia sempat terlibat dalam pementasan drama di sekolahnya. Pementasan yang dilakukan kala itu dengan lakon “Mencari Cahaya Surgawi” naskah karya J. Damar, pentas di sekolah YPKM, sebagai pemain.
Setamat SMA Richard Rhemrev merantau ke Jakarta. Ia mengenal drama lebih jauh ketika ia berada di Jakarta. Ica tinggal di Ketapang Utara 1 Jakarta. Di sana ia bergabung dengan Indonesian Movies semasa kuliah di Akademi Teater dan Film. Bersama dengan teman-temannya, ia juga mendirikan teater di Jakarta dengan nama Teater Bara (1969).
Orang-orang yang menjadi inspirasi bagi Richard Rhemrev dalam bidang drama adalah: Teguh Karya, Sumanjaya, Arifin C. Noor, Ferry Rusano Pane, Parto Tegal, Mutiara Sarumpaet, Didi Syahmadi Syafar, Asmai Syafar, Gandi Naenggolan, Rusian Carles, dan Caudin Salimoni. Mereka juga orang-orang yang diajak bermain drama ketika ia berada di Jakarta. Novel-novel tragedi juga banyak memberikan inspirasi dalam karyanya.
Tahun 1977 Richard Rhemrev kembali ke Manado dan bergabung dengan Teater Prepidentia pimpinan Royndra Kairupan.
Richard Rhemrev banyak menulis puisi untuk kepuasan dirinya, tidak sempat dipublikasikan. Beberapa puisi yang pernah ia tulis di antaranya: “Bara Kata” dan “Bom Bam Beng”. Karya-karya dramanya antara lain: “Si Pali” (cerita rakyat Minahasa), “Mokosambur” (cerita rakyat Minahasa, sepuluh seri), “Patungku Sayang” (cerita rakyat Minahasa), “Datoe Binangkang” (cerita rakyat Bolaang Mongondow), “Pemberontakan Jambat” (cerita rakyat Bolaang Mongondow), “Ralama Raso Bentane” (cerita rakyat Talaud), “Salu (Hukung Kapungu)” (cerita rakyat Bolaang Mongondow), “Sember”, “Hompimpa”, “Dodeso”, “Jalan Setapak”, “Jago Merah”, “Pusaka Kinawalian” (cerita rakyat Minahasa), “Kure”, “Drs. Komik”, “Sadohe” (cerita rakyat Bolaang Mongondow), “Rumah Kost”, “Penginapan Hamar”, “Putri Simbang Bunga” (cerita rakyat Gorontalo).
Sutradara produktif yang aktif tampil sebagai aktor ini meninggal dunia pada 5 Januari 2016 di Manado. Kepergiannya menjadi duka cita mendalam bagi dunia kesenian. Ribuan seniman Sulawesi Utara ikut hadir mengantarnya ke tempat peristirahatan terakhirnya di pekuburan Singkil II Manado. Sebuah sajak yang ditulis salah seorang muridnya yaitu Iverdixon Tinungki berikut ini dibacakan dramawan Aldes Sambalao pada saat acara pemakamannya.
BERPULANGNYA RICHARD RHEMREV
belum usai babak pertama kau bertanya;
masikah ada pemberani menempa perahu
menempa nyawa berhulu baja?
srigunting hitam bulunya kehujanan
baru tiba dari hutan
menghidang perahu ke nafas menunggu
kau pun berlayar dengan gagah
ombakombak hening bertubi mendandani senja
menjemputmu dengan suara perkasa
bersama linang hujan meronce cempaka
di jalanan
sambo bagai gelombang
bertarung dengan duka
mengaduh
meniru isak kecapi bumi arwah;
bagaimana cara memakami jiwa mendeka
tanyamu belum jua kujawab
aku hanya menari di ricik katakata;
ini perahu keberapa
tak kuasa menulis sepeta tawa
hidup dan kelana
aku menari mengadu linang musik
di sisik waktu terkelupas lepas
dan tanyamu menetas
mengandakan beriburibu nyawa dari cahaya
mementasi pertempuran sesungguhnya
dimaknamakna usia
dan kenangan tak bersalah
mendekap dada kawankawan
tibatiba tampak bagai wujud pelayat
memungut tanyamu yang cecer di ruasruas jalan
tapi bunga cempaka telah teronce di sepi gergasi
menelan bukit
diruncing babak sesungguhnya belum selesai
barangkali baru kaumulai
Penulis: Iverdixon Tinungki
Discussion about this post