Minahasa, Barta1.com – Petani Kelelondey kecewa dengan sikap Pemerintah Kabupaten Minahasa dan Kantor Pertanahan/BPN Kabupaten Minahasa terkait tindakan klaim sepihak atas lahan Kelelondey oleh Komando Daerah Militer 13 Merdeka.
TNI mengklaim tanah-tanah petani di Kelelondey sebagai tanah milik TNI dan akan dibangun fasilitas militer. Padahal, masyarakat telah tinggal turun temurun di wilayah itu dan mengelola lahan bahkan sejak masa kolonial.
TNI sendiri tak pernah bisa menunjukan bukti klaimnya. Dalam rentang waktu dari Oktober 2018 sampai terakhir tanggal 13 April 2020, TNI dengan menggunakan alat berat berupa traktor meratakan tanaman milik warga berupa pohon-pohon cempaka dan mahoni dengan luas setengah lebih hektar, serta lahan warga yang sedang dalam persiapan penanaman. Sedikitnya 9 keluarga berhasil diambil alih lahannya saat itu, beberapa diantaranya bahkan telah memiliki sertifikat hak milik.
Ketidakjelasan klaim TNI terhadap tanah-tanah petani di Kelelendoy semakin nyata dari pertemuan untuk musyawarah penyelesaian permasalahan Kelelondey di Balai Desa Ampreng, Rabu, 6 Mei 2020.
Puluhan masyarakat mendatangi tempat pertemuan atas undangan dari Pemerintah Kecamatan Langowan Barat. Dalam pertemuan tersebut hadir Pemerintah Kabupaten yang diwakili Asisten 1 Bupati Minahasa, Deny Mangala, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Minahasa, Herson Walukow, anggota DPRD Kabupaten Minahasa Deni Kalangi, Kapolsek Langowan Barat, Kepala Desa di 9 desa yang mencakup wilayah Kelelondey, tokoh-tokoh masyarakat Langowan Barat, LBH Manado, dan LSM adat Minahasa.
Sejatinya pertemuan itu akan dihadiri pula oleh TNI yang semestinya menunjukan bukti klaimnya, namun TNI tidak datang. Padahal, klarifikasi dari pihak TNI yang paling ditunggu masyarakat.
Dalam pertemuan itu masyarakat mempertanyakan dasar klaim TNI atas tanah Kelelondey kepada Kepala Kantor Pertanahan Minahasa. Kepala Kantor Pertanahan mengatakan belum bisa memberikan tanggapan karena data yang diminta masih dalam penelitian. Ia mengatakan sepengetahuannya ada aset TNI di lahan Kelelondey tapi ketika diminta penjelasan lebih jauh ia tidak bisa memjelaskan bahkan tidak bisa memastikan hal tersebut.
Sementara Asisten 1 Bupati Minahasa, ketika ditanya oleh masyarakat perihal informasi adanya persetujuan Gubernur Provinsi Sulawesi Utara dengan Kodam terkait lahan Kelelondey. Asisten 1 mengatakan bahwa benar ada persetujuan dari Pemerintah Daerah Provinsi melalui Dinas Pertanian kepada Kodam, dengan difasilitasi pupuk dan bibit dari Bank Indonesia untuk mengembangkan lahan pertanian di Kelelondey dan akan dikerjakan oleh personil Rindam 13 Merdeka. Masyarakat pun mengeluhkan, bahwa tindakan TNI tersebut tidak diberitahukan kepada masyarakat dan pemerintah desa. Bahkan, yang ada adalah masyarakat menjadi terintimidasi sehingga tidak lagi mengelola lahan mereka. Asisten 1 bahkan mengakui ada miskomunikasi dalam Pemerintah daerah. Katanya, dalam jajaran birokrasi sering terjadi perbedaan tafsir perintah dari atasan ke bawahan.
Masyarakat melalui selembar surat mengajukan tuntutan ketegasan pemerintah untuk meminta Pangdam 13 Merdeka menghentikan segala aktifitas dan bentuk klaim oleh TNI yang tak berdasar, serta memulihkan kembali hak-hak masyarakat yang telah dirampas lahannya. Namun Pemerintah Kabupaten tidak mau menandatangani surat tersebut.
Asisten I Bupati Minahasa, Deny Mangala, malah menyampaikan hasil pertemuan yang sama sekali tidak disepakati. Ia mengatakan akan membentuk tim kecil untuk merumuskan sejarah penguasaan lahan untuk diserahkan kepada pemerintah kabupaten dan hasil tim tersebut akan diteruskan kepada Kodam TNI untuk dimusyawarakan lagi, barulah mengambil keputusan terkait penyelesaian permasalahan di Kelelondey.
Patut diduga, hasil tersebut telah disiapkan sebelum musyawarah dilaksanakan. Juga patut diduga hal itu sebagai upaya memanipulasi masyarakat karena logikanya Pemerintah atau BPN yang wajib menunjukan bukti klaim TNI bukan malah membebani pembuktian kepada masyarakat yang memiliki dan/atau mengelola lahan sejak turun temurun. Menyikapi sikap Pemerintah Kabupaten masyarakat dan Solidaritas Kelelondey Memanggil melakukan walk out dari dalam ruangan.
LBH Manado sebagai pendamping masyarakat yang tergabung dalam Solidaritas Kelelondey mengecam peristiwa pengambilalihan lahan-lahan petani Kelelondey oleh anggota TNI dan menolak ada negosiasi, musyawarah, persepakatan apapun antara Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Provinsi dengan TNI terkait penyelesaian permasalahan kebun Kelelondey.
“Meminta Pangdam XIII Merdeka untuk memastikan tidak ada lagi personil TNI di atas lahan Kelelondey dan tidak ada lagi aksi-aksi pengambilalihan lahan, tidak ada lagi bentuk-bentuk klaim tidak berdasar, serta memberikan penjelasan apakah tindakan tersebut dilakukan oleh oknum atau kelembagaan TNI,” ujar Satryano Pangkey dan Sukardi Lumalente dari LBH Manado lewat rilis yang diterima Barta1.com, Kamis (7/5/2020).
Kemudian meminta BPN menunjukan dan menjelaskan secara rinci tentang klaim aset TNI di atas tanah-tanah petani di Kelelondey dalam waktu 3×24 jam, jika tidak maka patut diduga BPN menyokong aksi-aksi pengambilalihan lahan oleh TNI di tengah Pandemi Covid-19.
“Meminta Bupati dan Gubernur tegas dalam penyelesaian konflik petani dengan TNI dan segera memulihkan hak-hak masyarakat yang diambil lahannya, dimana konflik ini terjadi akibat atas tindakan jajarannya (Dinas Pertanian) yang telah membuat persetujuan dengan TNI di atas lahan-lahan milik petani Kelelondey secara sepihak,” kata mereka.
Disamping itu, meminta Ombudsman untuk dapat melakukan pemeriksaan dugaan Maladministrasi di Pemerintah Daerah Kabupaten maupun Provinsi menyangkut klaim aset TNI di BPN. Serta meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk dapat melakukan penyelidikan dugaan Pelanggaran HAM terhadap para petani di Kelelondey.
Editor : Agustinus Hari
Discussion about this post