Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2017 telah mengesahkan aliran penghayat dalam kolom agama Kartu Tanda Penduduk. Bagi para penghayat, inilah perayaan kebebasan atas jati diri yang sesungguhnya.
Agama Malesung bakal terakomodir dalam kartu identitas penghayatnya. Malesung, agama tua dari tanah Minahasa, Sulawesi Utara, sejatinya memiliki ribuan umat yang saat ini masih mempraktikan ritual menyembah Sang Pencipta. Sual, salah satu penghayat agama ini, bahkan sudah memiliki keabsahan dari pemerintah yang tertera pada Kartu Keluarga-nya. Sebentar lagi kolom agama pada KTP-nya akan tertera Aliran Kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa.
“Setelah keputusan MK semakin tidak sulit melakukan pengurusan administrasi khususnya mencantumkan keyakinan para penghayat di KTP, ini saya rasakan sendiri,” kata lelaki itu pada Barta1 saat berbincang di Kota Sejuk, Tomohon, Sabtu (07/03/2020) petang.
Sual adalah nama marganya. Karena beberapa alasan tertentu, dia menolak nama depannya dicantumkan dalam badan berita. Bagi dia kebebasan menunjukkan identitas dalam administrasi kependudukan adalah krusial. Kendati tidak sendiri, tapi sejauh ini baru dirinya yang ambil langkah melakukan pengurusan semacam itu dengan pemerintah.
Penghayat Agama Malesung adalah para praktisinya. Dan di masa kekinian jumlah mereka bisa dikata ribuan. Karena menurut Sual, siapa saja yang mempraktikkan ritual tua Minahasa adalah penghayat Malesung. Ada yang sudah secara terbuka mengakui keyakinannya, tetapi ada juga yang memilih tetap mencatumkan agama yang dipeluknya dalam kartu identitas yang dikeluarkan pemerintah.
Ritual Malesung adalah cara menjalin hubungan dengan Tuhan, yang oleh orang Minahasa memiliki beberapa nama. Mereka menyebutnya Empung Wailan Wangko, Empung Kasuruan Wangko hingga Opo Wana Natas. Sehingga prosesi itu lebih sering dilakukan di alam terbuka.
“Agar kami bisa lebih jelas mendengar tanda-tanda alam, ini tak bisa dilakukan dalam gedung, mengingat kita tumbuh lebih kental pada sisi agrikultur,” katanya.
Sang Pencipta dalam keyakinan Malesung diwakili Muku’, atau utusan, untuk berinteraksi dengan manusia. Muku’ sendiri merupakan para leluhur yang menurut Sual ada yang bersifat le’os (baik) namun juga ada yang lewo’ (tidak baik). Muku’ adalah perantara yang menghampiri untuk memberi petunjuk dan menaruh nasehat pada penghayat Malesung.
Menurut Sual, konsep Tuhan dalam penghayatannya berdiri pada 3 bagian. Manalinga atau maha mendengar, Manembo atau maha melihat dan Renga-renga’an atau mengasihi tapi juga bisa menghukum.
Dalam jalan dan laku Sual selaku penghayat Agama Malesung, sudah pasti dilingkupi kontroversi yang dipicu pertanyaan dan bahkan penolakan dari lingkungan sekitar —terlebih dari para pemeluk agama samawi. Nada penolakan atas keputusan ini juga mencuat hingga ke media sosial. Tapi, seperti halnya umat agama konvensional, penghayat Agama Malesung seperti Sual lebih mengedepankan kecintaan pada Pencipta. (*)
Penulis: Ady Putong
Discussion about this post