Joseph Mohr dan Franz Gruber pasti tak menyangka, 200 tahun kemudian lagu Malam Kudus ciptaan mereka telah dinyanyikan umat Kristen di seluruh dunia dan diterjemahkan ke lebih dari 300 bahasa serta dialek.
Sebagaimana di Oberndorf dan desa-desa lain di provinsi Salzburg, Austria, lagu Natal Malam Kudus juga telah dinyanyikan sejak lama di tengah bentangan areal onderneming kawasan Manado Utara, catat sejarah gereja setempat.
Bahkan di dusun-dusun perkebunan Minahasa, serta di negeri kepulauan Sangihe Talaud yang penduduknya mayoritas Kristen, di tengah cahaya malam bulan Desember yang putih berkilauan, perayaan Natal, umumnya di Sulawesi Utara sejak masa lalu, selalu menakjubkan.
Bila Natal tiba, orang-orang akan segera memilih pohon muda yang bentuknya menyerupai pohon Den untuk digunakan sebagai pohon natal. Dihias, terutama menggunakan fuya, aneka pernik gantungan terbuat dari beragam buah dilapisi timah agar berkilau. Cabang-cabangnya hingga ranting ditutupi kapas menyimbolkan salju. Akhirnya dilengkapi gantungan lilin dari bambu.
Dalam selebrasi yang berlangsung meriah, para pendeta lulusan School Tot Opleiding Voor Inlandsch Leeraren (Stovil) Tomohon yang melayani jemaat-jemaat Kristen di kawasan ini selalu menempatkan lagu Silent Night, yang dalam bahasa Indonesia ditermahkan menjadi Malam Kudus sebagai pujian puncak pada bagian liturgy pemasangan lilin sebagai symbol kelahiran Juru Selamat Yesus Kristus.
Ini sebabnya, di Manado, malam Natal –yang biasa dirayakan dalam ibadat tanggal 24 Desember, atau 1 hari menjelang Hari Natal– disebut dengan Malam Kudus sebagaimana judul lagu yang digubah Pastor Joseph Mohr dan Franz Gruber.
P. William P. Saunders, dalam catatannya mengatakan, lirik lagu Malam Kudus awalnya adalah sebuah puisi yang ditulis Joseph Mohr di tepi sungai Salzach di kota Oberndorf Austria pada 23 Desember 1818. Puisi itu merupakan buah renungannya akan peristiwa Natal yang pertama.
Lewat puisi berjudul “Stille Nacht, Heilige Nacht” (Malam Sunyi, Malam Kudus) ini, Joseph Mohr ingin menggambarkan intisari peristiwa iman yang agung kelahiran sang putra Natal Yesus Kristus. Joseph Mohr kemudian menyerahkan puisinya kepada Franz Gruber dan memintanya untuk menuliskan melodi atas puisi tersebut agar dapat dimainkan dengan gitar.
Franz Gruber menyelesaikan tugas pada waktunya. Dalam Misa Natal tengah malam pada tahun 1818, dunia mendengarkan untuk pertama kalinya lagu yang sederhana namun agung, yang kita kenal sebagai lagu Malam Kudus itu.
Lagu Malam Kudus kemudian menyebar ke seluruh Austria, seringkali secara gampang disebut sebagai A Tyrolean Carol.
Frederick Wilhelmus IV, Raja Prusia, mendengarkan Malam Kudus dinyanyikan di Gereja Berlin Imperial dan memerintahkannya agar dinyanyikan di segenap penjuru kerajaan pada pesta-pesta dan perayaan Natal.
Terjemahan lagu Malam Kudus dalam bahasa Inggris dilakukan oleh Jane Campbell pada tahun 1863 dan dibawa ke Amerika pada tahun 1871, muncul dalam Buku Nyanyian Sekolah Minggu Charles Hutchins. Sementara terjemahan dalam bahasa Indonesia resmi dilakukan oleh Yamuger / Seksi Musik Komlit KWI pada tahun 1992.
Pesan Perdamaian
Dalam catatan BBC, lagu Malam Kudus mengusung pesan perdamaian sejak 200 tahun lampau. Hingga saat ini, catat BBC, setiap Malam Natal, ratusan orang dari seluruh dunia berkerumun di luar kapel berbentuk segi delapan di Oberndorf, Austria, untuk menyanyikan salah satu lagu Natal paling dicintai dunia: Silent Night.
Di tengah cahaya malam bulan Desember yang putih berkilauan, dua pria, satu memetik gitar, berdiri di depan kapel kecil dan bernyanyi dalam bahasa Jerman, Stille Nacht, Heilige Nacht, seperti ketika lagu ini pertama kali dinyanyikan pada malam Natal tahun 1818. Dan kemudian para peserta koor, yang berkumpul rapat-rapat untuk melawan dingin, menyanyikan lagu ini dalam berbagai bahasa.
Selama 200 tahun Malam Kudus dirayakan di Oberndorf dan desa-desa lain di provinsi Salzburg sepanjang musim liburan, tulis BBC. Pameran di museum kecil mengeksplorasi asal-usul lagu dan kehidupan kedua orang di balik penciptaannya: Joseph Mohr, seorang pendeta, dan Franz Xaver Gruber, pemain organ dan guru.
Jalur sepanjang 1,2 km melintasi Hintersee, sebuah kota di sebelah tenggara Salzburg, dibuka demi menjelajahi kehidupan Mohr setelah ia meninggalkan Oberndorf.
Pada akhir November, produksi kontemporer seperti di Broadway, My Silent Night, ditayangkan di teater Felsenreitschule Salzburg untuk memperingati ulang tahun ke-200, dan pertunjukan terakhirnya digelar sebelum Natal tiba. Pertunjukan musikal itu memasukkan Malam Kudus dan referensi asal lagu itu.
Selama dua abad terakhir, ungkap BBC, lagu Malam Kudus telah menjadi fenomena budaya, kidung Natal penting dalam budaya di seluruh dunia. Pada tahun 2011 ditambahkan ke daftar Warisan Budaya Tak-Benda Unesco.
Lagu ini telah direkam oleh banyak penyanyi dari dekade ke dekade, dari Bing Crosby hingga Mariah Carey. Lagu ini bahkan menginspirasi perdamaian, meskipun sekilas. Pada Malam Natal 1914, pada awal Perang Dunia pertama, para prajurit di parit-parit di bagian depan Flanders meletakkan senapan dan helm mereka dan menyanyikan Malam Kudus, di antara lagu-lagu Natal lainnya.
Natal mungkin adalah waktu yang paling jelas untuk menelusuri akar Malam Kudus dan menikmati perayaan di dan sekitar Salzburg. Salzburg adalah sebuah kota yang kaya akan budaya dan sejarah musik, punya ikatan dengan Mozart dan von Trapp Family Singers, sumber inspirasi untuk film musikal tercinta, The Sound of Music.
Kisah Mohr dan Gruber
Dikisahkan Saunders, Salzburg, adalah sebuah kota yang indah di Austria. Di tengah semarak dan megahnya kota yang dipimpin oleh Prince Archbishop, tinggallah seorang penenun sederhana bernama Anna.
Anna, sebatang kara di dunia ini, hidup sangat sederhana, hampir tak ada harapan untuk meningkatkan taraf hidupnya atau bahkan untuk menikah. Suatu ketika, ia jatuh cinta kepada seorang prajurit yang ditempatkan di Salzburg. Dari prajurit itu ia mengandung seorang bayi yang dilahirkannya pada tanggal 11 Desember 1792.
Malangnya, sang prajurit tak hendak bertanggung-jawab atas puteranya dan meninggalkan Anna serta sang bayi untuk memperjuangkan hidup mereka sendiri. Walau demikian, Anna menambahkan nama keluarga sang prajurit kepada nama bayinya, yang ia namakan Joseph Mohr.
Kendati harus menghadapi cemoohan dan penolakan masyarakat, pada akhirnya, ia minta kepada algojo kota untuk menjadi wali baptis bagi bayinya Joseph. Anna memberikan yang terbaik yang mampu ia berikan bagi Joseph. Ia sadar bahwa pendidikan yang baik akan memberikan harapan masa depan bagi puteranya.
Imam paroki setempat mengetahui kecemerlangan Joseph dan juga bakatnya menyanyi. Ia mengatur agar Joseph dapat bersekolah di sekolah biara yang terkenal di Kremsmunster. Di sana, Joseph muda menonjol dalam pelajaran-pelajarannya. Di kemudian hari ia merasakan panggilan untuk menjadi seorang imam dan masuk seminari pada usia 16 tahun. Akhirnya, ditahbiskan pada usia 22 tahun.
Joseph Mohr ditugaskan sebagai pastor pembantu di Gereja St. Nikolaus di Oberndorf, sekitar 10 mil baratlaut kota Salzburg, di tepi Sungai Salzach. Di sini, Pastor Mohr bersahabat dengan Franz Gruber.
Gruber adalah putera seorang penenun yang kurang menghargai musik. Franz diharapkan untuk melanjutkan usaha dagang ayahnya. Meskipun ditentang sang ayah, Franz mulai belajar bermain gitar dan organ.
Pastor paroki bahkan mengijinkan Franz untuk berlatih di gereja. Bakatnya pun segera dikenali, dan ia dikirim untuk belajar musik secara resmi. Pada akhirnya ia menetap di kota Oberndorf dengan bekerja sebagai seorang guru musik dan membina hidup berkeluarga dengan duabelas anak.
Pada 23 Desember 1818, saat Natal hampir tiba, Mohr mengunjungi seorang ibu dengan bayinya yang baru lahir. Dalam perjalanan pulang ke Pastoran, ia berhenti di tepi sungai dan merenungkan peristiwa Natal yang pertama. Ia menulis sebuah puisi yang menggambarkan intisari peristiwa iman yang agung itu dan memberinya judul Stille Nacht, beilige Nacht; Malam Sunyi, Malam Kudus.
Dalam komposisinya, ia berhasil menangkap misteri inkarnasi dan kelahiran Kristus yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata: Bayi Yesus yang Kudus, yang adalah Kristus Sang Juruselamat, Putra Allah, dan Terang Sejati Allah, dilahirkan oleh Santa Perawan Maria dan memenuhi dunia dengan rahmat penebusan dari surga.
Sekembalinya ke paroki, ia dikecewakan dengan berita bahwa organ gereja rusak. Tikus-tikus yang rakus telah menggerogotinya melalui pengembus, melumpuhkan sistem embusan yang dibutuhkan pipa-pipa untuk menghasilkan musik.
Karena Natal sudah di ambang pintu dan tanpa dana yang cukup untuk memperbaiki organ, umat khawatir Misa Natal tengah malam tidak akan meriah. Pastor Mohr bergegas menuju rumah sahabatnya, Franz Gruber, dan menceritakan kesedihannya.
Ia menyerahkan puisinya kepada Gruber dan memintanya untuk menuliskan melodi atas puisi tersebut agar dapat dimainkan dengan gitar. Franz Gruber menyelesaikan tugas pada waktunya. Dalam Misa Natal tengah malam pada tahun 1818, dunia mendengarkan untuk pertama kalinya lagu Malam Kudus.
Pastor Joseph Mohr wafat dalam usia 56 tahun pada tanggal 4 Desember 1848 karena tuberculosis. Gruber wafat dalam usia 76 tahun. (***)
Editor: Iverdixon Tinungki
Discussion about this post