Sangihe, Barta1.com – Kabupaten Kepulauan Sangihe memiliki luas daratan 736,97 Km2 dan luas lautan 11.126,61 Km2. Luas wilayah laut yang mendominasi ini menjadikan Kepulaun Sangihe dianugerahi sumber perikanan yang melimpah.
Namun demikian pasaran dan bisnis ikan tak berbanding lurus. Rerata masih diusahakan orang-perorang, yang menurut beberapa sumber, minim sentuhan dari pemerintah dan stakeholder terkait. Terutama Dinas Perikanan dan Kelautan terhadap hasil tangkap nelayan.
Tak hanya itu, ketidak tersediaan pabrik es, membuat minimnya produksi es, sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan yang bermuatan banyak. Misalnya seperti pengalaman-pengalaman sebelumnya masyarakat harus menjual hasil tangkap dengan harga murah atau sengaja membuangnya ke laut.
Permasalahan ini, menurut Asisten II Pemkab Kepulauan Sangihe, Ben Pilat, turut prihatin terkait informasi mengenai ikan yang dibuang. Namun demikian menurutnya harus memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa sebelum melaut seharusnya harus menyediakan es terlebih dahulu.
“Kalau mencari es batu itu sudah kembali dari laut, maka ini adalah prosedur yang salah karena dalam kaitan dengan mutu dan kualitas ikan, kita harus menjaga kualitas, jadi sebelum ke laut ini es batu harus disiapkan,” ujar Pilat.
Lanjutnya, memang kemarin di wilayah Dagho, ada beberapa ikan yang dibuang. Sebetulnya tidak harus dibuang. Pilat memberikan contoh, seperti nelayan lainnya yang melebihi kapasitas jatahnya itu diberikan kepada masyarakat.
“Tapi ada oknum yang menjual dan ditolak itu karena dia bukan pemasok tetap. Dia jual di Tahuna ketika pasaran di Tahuna, dia balik lagi ke Dagho untuk dijual, sementara penanganan pasca tangkap ini keliru. Sayangnya mereka tidak berikan kepada masyarakat Dagho dan sekitarnya, entah diberikan cuma-cuma atau dijual murah, tetapi lebih baik dia buang daripada diberikan kepada masyarakat Dagho. Ini saya cek langsung di Dagho,” ungkap Pilat via siaran RRI Kopi Pagi, Selasa (18/6/2019).
Kemudian terkait dengan pabrik es, kata Pilat, hal itu harus menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan pengusaha. “Saya kira bisa juga pengusaha berinvestasi di pabrik es. Beberapa waktu lalu saya mengimbau pabrik es yang ada di Tapuang. Saya datangi Pak David bisa nda pabrik es ini difungsikan dia bilang bisa. Ini salah satu upaya yang kami lakukan. Memang kami akui es batu yang kurang,” ungkap Piilat.
Direktur Politeknik Negeri Nusa Utara, Prof Dr Ir Frans H Ijong MSc angkat suara. Ijong turut mengkritisi harga yang diterapkan perusahaan pembeli ikan di Dagho. Menurutnya harga yang diberikan kepada masyarakat terlalu murah. “Itu Dagho terlalu jauh dan terlalu murah harganya. Jadi tidak wajar itu nelayan seperti yang ada di dagho. Untuk harga di sana kita dengar kadang-kadang ada 6000 ribu, 7000 ribu, paling tinggi 9000 ribu, untuk ikan talang, malalugis,” ungkap Ijong.
Menangani persoalan itu dirinya mengatakan intervensi pemerintah daerah melalui dinas terkait harus kuat, “Makanya kita mau sarankan, kita kan tidak ada Tempat Pendaratan Ikan (TPI) sehingga, sesuai RT/RW yang kami buat di tahun 2000-an, sudah saatnya TPI yang direncanakan dulu dibuat,” ujar dia.
Lanjut dia tempat pendaratan ikan itu nantinya ada fasilitas seperti cool storage, dan pabrik es yang dikelolah pemerintah daerah. “Sehingga ketika musim susah ikan kita ada ikan harganya tidak terlalu mahal. Itu yang kita mau sampaikan,” jelasnya.
Selebihnya soal masalah perikanan di Kepulauan Sangihe, menurutnya itu merupakan masalah yang harus diseriusi. Intinya intervensi pemerintah menyeriusi hal itu sangatlah ditunggu-tunggu guna kepentingan masyarakat. Dirinyapun menyesali terkait informasi mengenai beberapa ton ikan yang dibuang beberapa hari terakhir ini. “Intinya intervensi pemerintah harus serius, bangun tempat pendaratan ikan. Jangan terkesan menyalahkan nelayan,” kata Prof Ijong.
Peliput : Rendy Saselah
Discussion about this post