Oleh : Christy Rumengan
Pencemaran merupakan salah satu masalah lingkungan yang sedang dihadapi dunia saat ini. Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi.
Pencemaran lingkungan tidak hanya di perkotaan saja tetapi hingga sampai di pulau-pulau kecil. Di semua daerah, sampah selalu menimbulkan masalah yang rumit untuk dipecahkan, seperti masalah sampah yang ada di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara.
Dimana pulau ini termasuk dalam segitiga terumbu karang. Segitiga terumbu karang meliputi wilayah lebih dari 6.500.000 km², dengan lebih dari 600 spesies terumbu karang dan meliputi 75% semua spesies terumbu karang yang ada di dunia.
Lebih dari 3.000 spesies ikan tinggal di Segitiga Terumbu Karang. Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Kepulauan Sangihe (pada saat itu masih Kabupaten Kepulauan Sangihe Talaud), berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2002.
Sebagai daerah kepulauan, Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan daerah bahari dengan luas lautnya sekitar 37.800 Km² (96,79%) dan luas wilayah daratan 1.251,02 Km² (3,21%), dengan demikian Kabupaten Kepulauan Talaud memiliki total luas wilayah sebesar 39.051,02 Km².
Salah satu pencemaran yang paling disoroti yaitu pencemaran sampah plastik. Proses terjadinya sampah sangat didominasi oleh adanya kegiatan manusia seperti, pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dengan pola hidup yang semakin konsumtif sehingga diikuti dengan meningkatnya produksi sampah dan proses transportasi angkut baik di darat maupun di laut yang sangat aktif setiap harinya.
Kondisi inilah yang terjadi di wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud, tepatnya di ibukota Melonguane. Dimana berbagai jenis sampah berserakan diberbagai tempat. Hal ini disebabkan karena tidak adanya tempat sampah/tong sampah yang bisa menampung sampah-sampah tersebut serta kurangnnya kesadaran dari masyarakat yang menaruh atau menumpukkan sampah-sampahnya di sembarangan tempat seperti di samping rumah, di pembatas jalan (trotoar) maupun ada yang membuang disekitaran pantai dan dermaga Melonguane.
Sampah plastik yang berasal dari daratan dan dibuang ke laut jumlahnya lebih banyak yaitu mencapai 80 persen dari total sampah yang ada di laut. Sampah-sampah tersebut masuk ke lautan, disebabkan oleh pengelolaan sampah yang kurang efektif dan perilaku buruk dari masyarakat pesisir dalam menangani sampah plastik.
Karena Talaud adalah daerah kepulauan, masalah pencemaran yang paling sering terjadi yaitu masalah sampah yang dibuang ke laut serta sampah yang terhanyut atau yang terbawa oleh arus. Polusi laut akibat sampah plastik ini, tidak hanya berdampak buruk terhadap lingkungan, dari sisi ekonomi pendapatan daerah dari sektor kelautan juga menurun, serta juga merugikan bagi kesehatan manusia.
Karena daerah Talaud merupakan daerah terpencil, untuk itu masyarakat yang ada didaerah tersebut masih belum mengetahui adanya bahaya mikroplastik. Mikroplastik adalah plastik dengan ukuran mikroskopis atau ukuran yang tidak bisa terlihat dengan mata telanjang. Apabila terakumulasi dalam jumlah tertentu, mikroplastik berpotensi mengganggu metabolisme tubuh manusia. Mikroplastik berasal dari hasil sampah plastik yang terbawa ke lautan, terpecah menjadi plastik yang berukuran kecil. Mikroplastik tersebut terombang–ambing di lautan tanpa pernah bisa terurai hingga ratusan tahun dan menjadi santapan organisme laut dan kemudian dimakan oleh manusia.
Bila mikroplastik itu masuk ke saluran pencernaan manusia, bisa merobek usus atau lambung karena pecahan ini tidak bisa dicerna. Bisa saja sebagian keluar bersama kotoran, tapi masih ada yang tertinggal. Apalagi bila masuk sel darah, plastik mikro ini ikut terserap dalam jaringan sel darah dan bisa mengganggu sistem syaraf pusat. Apabila terlalu sering dapat menyebabkan gangguan sistem pencernaan atau sistem syaraf, dan perlahan bisa mati. Oleh karena itu, harus mencari solusi yang tegas untuk mengatasi persoalan sampah plastik yang ada di laut.
Melihat kecenderungan itu, maka opsi reduksi sampah perlu diketengahkan. Reduksi sampah atau bahkan sampai menyelesaikannya dapat dilakukan dari sumbernya, yaitu pada skala kawasan, ini merupakan implementasi dari prinsip-prinsip 3R dan P yaitu reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (mendaur ulang), dan mengolah sampah untuk dijadikan bahan yang lebih bermanfaat seperti kompos.
Penanganan permasalahan sampah pun tidak dapat hanya dilakukan oleh sekelompok orang saja. Kerjasama yang baik antara pemerintah, LSM dan masyarakat luas menjadi persyaratannya.
Pemerintah merupakan penanggungjawab utama dalam pengelolaan dan perumusan kebijakan, baik secara langsung atau tidak langsung. Oleh karenanya pemerintah harus memiliki penguasaan atas informasi berkenaan dengan sumber produksi sampah, proses pengelolaan dan bagaimana hasil pengelolaan dimanfaatkan menjadi sumber pendapatan daerah. Jadi mulai dari sekarang mulailah peduli terhadap plastik, sadar akan bahaya yang ditimbulkannya, kurangi penggunaannya dan tanggulangi dengan benar. Jadikan kehidupan kita kedepan lebih baik tanpa bergantung dengan plastik. Bijak mengambil keputusan dan bertanggung jawab kepada diri sendiri dan orang-orang yang ada disekitar kita. (*)
Christy Rumengan, mahasiswa Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta
Discussion about this post