Kasuang, dalam bahasa Sangihe dialek Siau berarti mayat. Di tempat tersebut, disebutkan pernah terjadi pertempuran antara pasukan Minahasa yang melibatkan Angkatan Laut Kerajaan Siau dipimpin panglima perang Hengkengunaung melawan bajak laut Mindanao.
Dalam berbagai literatur, bajak laut Mindanao, Filipina, disebut sering menjarah daratan Sulawesi dan sekitarnya. Aksi perompakan itu memantik sejumlah perang di berbagai kawasan.
Pada tahun 1640, catat H.B. Elias dalam buku “Sejarah Pergerakan Kebangsaan Indonesia di Siau (1973)”, sebuah konvoi besar-besaran bajak laut Mindanao menyerbu daratan Minahasa yang berujung pada pertempuran “Kasuang”.
Kasuang adalah sebuah tempat di perbatasan jalan antara kota Tomohon dan kota Tondano, Minahasa. Tempat tersebut saat ini menjadi salah satu obyek wisata di Minahasa.
Disebutkan H.B. Elias, dalam pertempuran “Kasuang”, pasukan Minahasa mendapat bala bantuan dari Angkatan Perang Kerajaan Siau yang langsung dipimpin Panglima Hengkengunaung.
Hengkengunaung, seorang Laksamana Angkatan Laut Kerajaan Siau. Ia mencapai kejayaan di masa pemerintahan Raja Don Fransiscus Xavirius Batahi (1639-1678), ditandai dengan kemenangannya dalam sejumlah pertempuran laut.
Dikisahkan Elias, di tahun itu, konvoi besar-besaran kapal bajak laut Mindanao tengah berlayar ke Selatan dalam misi merompak Minahasa. Kabar perompakan itu sampai ke telinga Laksamana Hengkengunaung di Siau.
Dengan mengerahkan pasukan angkatan laut kerajaan, Laksamana Hengkengunaung, memburu kapal-kapal para perompak hingga ke teluk Kora-kora, Minahasa. Di pantai Kora-kora, pasukan Hengkengunaung menumpas habis para pengawal kapal pasukan bajak laut Mindanao.
Sementara di Kasuang, pasukan Tomohon dan Tondano, Minahasa, tengah menghadapi pertempuran dengan para perompak yang sudah tiba di sana. Pertempuran “Kasuang” ini disebut Elias, berlangsung sengit karena pasukan perompak memiliki persenjataan tempur yang kuat.
Kehadiran bala bantuan Angkatan Perang Kerajaan Siau di tempat itu, akhirnya membuat pasukan Minahasa dengan cepat memenangkan pertempuran. Semua pasukan bajak laut Mindanao habis tertumpas, tidak seorang yang tinggal hidup, catat Elias. Mayat-mayat bergelimpangan di tempat itu, ini sebabnya kawasan medan peperangan itu disebut “Kasuang” yang artinya mayat.
Dalam sebuah pesta kemenangan, Kepala-kepala pasukan Minahasa (Kepala Balak-balak) meminta Panglima Hengkengunaung dan pasukannya untuk menetap di Minahasa. Permohonan itu ditolak Hengkengunaung dengan alasan ia harus kembali ke Siau.
Menghormati jasa Angkatan Perang Kerajaan Siau, Kepala-kepala Balak Minahasa bersepakat menyerahkan pulau “Lembe” sebagai tanda persahabatan yang abadi antara Siau dan Minahasa.
Hadiah itu diterima oleh Laksamana Hengkengunaung dan dilaporkan kepada Baginda Raja Batahi di Siau. (*)
Penulis : Iverdixon Tinungki
Discussion about this post