Oleh: Seftino Alexandro Sambalao
Toga, desa eksotik, teletak di Toyama Prefektur, Jepang. Saya termasuk berutung bisa sampai di tempat ini dalam berkali-kali kesempatan antara tahun 2017 hingga 2019, memandang dan merasakan Jepang dari salah satu urat nadi kebudayaan negeri para Samurai itu. Dan di desa ini mukim Suzuki Company of Toga, salah satu pusat perkembangan teater kontemporer dunia.
Toga, desa eksotik, teletak di Toyama Prefektur, Jepang. Saya termasuk berutung bisa sampai di tempat ini dalam berkali-kali kesempatan antara tahun 2017 hingga 2019, memandang dan merasakan Jepang dari salah satu urat nadi kebudayaan negeri para Samurai itu. Dan di desa ini mukim Suzuki Company of Toga, salah satu pusat perkembangan teater kontemporer dunia.
di Toga, saya tak saja berkesempatan mencium orama bunga Sakura yang bermekaran, tapi juga bisa melihat keanggunan Gunung Fuji, sungai, gadis-gadis berkimono, dan penduduk desa yang mengenakan pakaian tradisional mereka yang tampak unik. Dan yang terpenting, menimbah ilmu teater dari sang Maestro Tadasi Suzuki, di Suzuki Company Of Toga. Ini suatu kesempatan belajar yang langka, dan tak pernah terpikirkan sebelumnya.
Setelah mengikuti serangkain pelatihan di Laboratorium Teater, asuhan Bambang Prihadi, bertempat di Hutan Kota, Sangga Buana, Kali Pesanggrahan, Jakarta dan di Studio Jampang, Bogor bersama Tim Scot –Purnati selama sebulan, saya bersama Tim Scot kemudian di berangkatkan ke Jepang dan tiba di Toga, Prefektur Toyama, awalnya, pada 20 April 2017. –Sebelum pelatihan di Jakarta dan Bogor, saya mengikuti seleksi Tim Scot di Bali-Purnati, Batuan, Gianyar Bali pada Desember 2016 bersama aktor-aktris dari berbagai daerah di Indonesia, yang kesemuanya berjumlah 13 orang.–
Sebagai aktor yang masih sangat-sangat minim pengetahuan teater, tentu kesempatan mengikuti pelatihan Kolaborasi Teater Kontemporer Indonesia- Jepang ini menjadi “guru” yang amat berharga bagi saya.
Tiga pekan pertama di Toga, merupakan awal yang menarik menimbah ilmu teater. Saya bersama Tim Scot digembleng habis-habisan dengan latihan dasar Suzuki Method meliputi “Stomping”, gerak “Basic”, “Jang Jaka Jang”, dan berbagai pelatihan persiapan menuju penggarapan drama “Dionysus”, karya adaptasi Tadashi Suzuki dari “The Bacchae” karya pengarang Yunani Euripides (c. 480 – c. 406 BC).
Lakon ini kemudian sukses dipentaskan di Toga Art Festival, Jepang, dan di Candi Prambanan, Indonesia pada tahun 2018. Lalu pada 17-18 Mei 2019 nanti, “Dionysus” akan kembali dipentaskan sebagai pembuka gelaran Singapore International Festival of Arts (SIFA) 2019 di Victoria Theatre Singapura.
Kembali ke Toga. Meski baru punya waktu sedikit, belajar di Suzuki Company Of Toga, tapi saya merasakan banyak ilmu baru dan penting menuju pengembangan diri sebagai aktor, terutama metode kedisiplinan seorang aktor yang diterapkan sang Maestro Suzuki sendiri bagi kami. Meski ini baru kesan awal saya, namun saya yakin dimana selain kemampuan para aktor-aktris mengembangan diri dalam mempelajari ilmu teater, kunci sukses Suzuki Company Of Toga terletak pada aspek kedisiplinan itu, terutama dalam ketekunan berlatih dan bekerjasama dalam kelompok.
Selain itu, saya juga banyak menemukan hal-hal baru dalam pengembangan diri lewat teman-teman Tim Scot yang selalu bertukar pengetahuan dan wawasan. Tahun-tahun awal yang kami lewati dalam pelatihan menuju sejumlah pentas di berbagai Negara ini, benar-benar membuat saya merasa sangat beruntung, karena kesempatan seperti ini tidak banyak dialami oleh anak daerah seperti saya yang tinggal di kota yang jauh dari nadi pertumbuhan kesenian Indonesia. Karena, Manado, Sulawesi Utara, tempat saya tinggal teletak ribuan kilometer dari Jakarta.
Tak mudah bagi anak-anak daerah pinggiran seperti saya bisa terundang dalam ajang internasional seperti ini. Maka, sepatutnya saya berterima kasih kepada Mas Bambang Prihadi selaku mentor saya di Indonesia, dan Ibu Restu Kusumaningrum selaku produser Bumi Purnati Indonesia yang telah memasukkan dan mempercayakan saya ikut dalam program pelatihan yang berharga ini.
Juga terima kasih buat guru dan para mentor saya di Sanggar Kreatif Manado, Bang Iverdixon Tinungki, Bang Ungke Vick Cenore Baule, Bang Aldes Sambalao, serta teman-teman di Sanggar Kreatif, yang telah ikut dan menjadi motivasi utama saya untuk belajar giat dalam program pelatihan di sini. Juga untuk Bung Frederik Tangkau, Ketua Pembina Manado Teaterholic yang selalu mensupport setiap kubutuhan saya menuju ajang ini.
Masih panjang waktu yang akan saya jalani lewat serangkaian pelatihan di Indonesia dan di Jepang pada bulan-bulan mendatang. Moga saya bisa berbagi tulisan tentang segala hal yang bisa menjadi catatan untuk memotivasi kehidupan teater teman-teman di Manado bahkan di Sulawesi Utara. Salam Teater.***
Tak mudah bagi anak-anak daerah pinggiran seperti saya bisa terundang dalam ajang internasional seperti ini. Maka, sepatutnya saya berterima kasih kepada Mas Bambang Prihadi selaku mentor saya di Indonesia, dan Ibu Restu Kusumaningrum selaku produser Bumi Purnati Indonesia yang telah memasukkan dan mempercayakan saya ikut dalam program pelatihan yang berharga ini.
(Penulis adalah anggota Sanggar Seni Kreatif Manado)
Discussion about this post