Marambe Asili Rantun Porodisa, gelar adat Talaud yang disandang Bupati Sri Wahyumi Maria Manalip. Ia sosok pemimpin daerah perbatasan paling banyak dibicarakan di Indonesia. Nyaris seluruh media massa negara kepulauan ini pernah menulis kiprah wanita fenomenal tersebut. Kontroversi dan popularitasnya telah membuat banyak mata menoleh ke negeri indah di ujung utara itu.
Negeri Ujung Utara, tak lain adalah gugusan kepulauan Talaud, membentang dari pulau karang Napombaru hingga pulau terluar Miangas. Sebuah kawasan pulau-pulau di bibir lautan Pasifik dengan pemandangan nan indah, aneka budaya, tradisi dan mitos sejak masa purba yang menakjubkan, yang hingga kini masih terpelihara dan hidup di sana. Oleh karena keindahan dan eneka ragam tradisi budaya itu, Talaud disebut “Bumi Porodisa’ atau negeri surga.
Membincangkan keindahan negeri kelahiran Bupati Sri Wahyumi Maria Manalip ini, tak meluputkan siapa pun memulainya dengan tradisi Mane’e. Sebuah tradisi tua yang masih hidup dalam keseharian penduduk pulau Kakorotan. Mane’e, tradisi menangkap ikan dengan hanya menggunakan janur (daun) kelapa. Tradisi ini boleh dikata telah mendunia karena sangat digemari turis mancanegara.
Di sana, masih hidup pandangan sejak nenek moyang mereka di masa lalu, di hadapan daun berbalut magis tradisi lama itu, ikan-ikan seakan tunduk dan patuh untuk ditangkap. Tak hanya seekor dua ekor, bahkan gerombolan berjenis ikan dalam jumlah ribuan ekor seakan pasrah menanti tangan manusia datang menangkapnya. Palagis atau demersal, sama saja, mereka bermakna ikan diberkahkan Tuhan kepada manusia.
Bagi banyak orang, menangkap ikan dengan daun kelapa seakan sesuatu yang mustahil. Tapi di Kakorotan hal itu nyata. Cara manangkap ikan yang unik ini sungguh menyenangkan. Siapa pun bisa ikut bersama menangkap dan menangkap ikan dengan gembira. Sebuah budaya lama yang masih terpelihara dan terjaga. Banyak wisatawan terpikat uniknya Mane’e. Ini sebabnya, Kakorotan beserta pulau-pulau karang di sekitarnya –terutama pulau Intata— setiap tahun selalu dibanjiri pengunjung dari berbagai tempat dan negara. Mereka datang menikmati festival tahunan Mane’e.
Jika anda gemar bertualang, sempatkanlah mampir ke desa adat Bannada. Begitu informasi dari Dinas Pariwisata Talaud, yang gencar mempromosikan beragam destinasi wisata negeri surga itu. Desa Bannada terletak di Pulau Karakelang. Selain Laluhe, Essang, Bannada adalah desa para moyang tua dari garis ibunya Sri Wahyumi. Desa ini temasuk sulit dijangkau. Setiap petualang harus melewati pantai pasir putih yang panjang, menyeberang sungai, jalan berbatu dengan variasi mendaki dan menurun, juga semak belukar.
Namun, anda bisa menemukan keaslian peradaban Porodisa —asal mulanya Talaud— di sini, di Bannada. Sesuai dengan namanya, desa ini masih memegang teguh hukum adat, seperti dilarang berbuat onar, mabuk, mencuri, dan hal tidak terpuji lainnya. Konon, mitosnya, jika pengunjung berniat jahat, mereka tidak akan menemukan desa ini. Meski begitu, masyarakatnya sangat ramah pada pengunjung.
November 2014 —belum lama Sri Wahyumi dilantik sebagai Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud— Dewan Adat Talaud menganugerahi tokoh perempuan daerah perbatasan ini gelar adat. Ribuan mata masyarakat Talaud memandang dengan takjub prosesi budaya penobatan sang “Marambe Asili Rantun Porodisa” atau “Ratu Negeri Talaud” yang berlangsung agung di Pandopo Rumah Dinas Bupati, di Ibu Kota Kabupaten Talaud, Melonguane, Karakelang.
Pemberian gelar adat bagi suku bangsa Talaud merupakan tradisi sakral, selain tanda kehormatan, juga ada harapan dipundakkan kepada penyandang gelar. Dalam konteks Sri Wahyumi sebagai Ratu Negeri Talaud sekaligus Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud, setidaknya menjadi pemimpin yang mampu mengayomi dan membawa kesejahteraan bagi rakyat. Dan Sri Wahyumi telah melakukan apa yang paling mungkin dilakukan dalam 5 tahun pengabdiannya di Kabupaten Kepulauan itu. Melaksanakan tugas dengan penuh totalitas pemberian diri yang membuahkan kemajuan bagi daerah yang dipimpinnya.
Puluhan penghargaan dari berbagai bidang telah diterimanya sebagai buah kiprah dan pencapaian dalam memimpin kabupaten perbatasan ini. Ia dinilai berhasil membangun percepatan dan peningkatan infrastruktur, diantaranya, peningkatan jalan nasional lingkar pulau Karakelang, perluasan bandara dan perpanjangan landasan pacu bandar udara Melonguane, pembangunan rumah nelayan lewat program seribu kampung nelayan mandiri, tangguh, indah dan maju.
Dan kemampuan Sri Wahyumi melakukan reformasi birokrasi di Kabupaten yang dipimpinnya membuahkan perhargaan “Indonesia Good Governence Award” (Eksekutif Indonesia Berprestasi 2015) dari Yayasan Nirwana Indonesia. Dia juga dianugerahi penghargaan Jaminan Kesehatan Award dari Kementerian Kesehatan. Namun salah satu yang terbilang istimewa adalah anugerah gelar dari Paku Buwono XIII sebagai Kanjeng Mas Ayu Tumenggung Sri Wahyumi Maria Manalip Puspaningtyas.
Menariknya, ada kesan menyebut Talaud setara dengan menyebut Sri Wahyumi. Selang 5 tahun bertugas, dirinya seakan ikon yang membuat kabupaten di daerah perbatasan ini kian popular dan jadi titik perhatian. Fokusnya membangun infrastruktur di berbagai sektor pembangunan berhasil mengubah Talaud yang sebelumnya tampak muram, menjadi Talaud yang bersinar. Wajah ibu kota kabupaten Melonguane tampak indah dan tertata apik. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan kenaikan yang menggembirakan. Eksesibilitas darat, laut, dan udara kian lancar dengan adanya percepatan pembangunan jembatan, dermaga laut dan dua bandar udara di kabupaten tapal batas Indonesia itu.
Di lain sisi, tak saja penampilannya yang modis mendapat liputan luas, keberanian dan staminanya menakluki medan darat dan laut kawasan kepulauan yang dikenal menantang dan berat itu membuahkan julukan bagi dirinya sebagai perempuan bernyali.
“Hanya sedikit perempuan pemimpin di dunia yang saya temukan memiliki nyali segila itu. Saya bahkan pernah menyaksikan secara langsung atraksi akrobatik yang biasanya hanya boleh dilakukan oleh seorang pria petarung yakni, mengendarai Jetski sendiri dari pulau Karakelang sampai ke pulau Marampit yang jaraknya tidak wajar untuk ditempuh dengan kendaraan semacam itu,” ungkap Godfried Timpua, legislator dan juga Ketua Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Kepulauan Talaud.
Sri Wahyumi memang tipikal pekerja keras. Untuk melaksanakan tugasnya, ia tak segan-segan berkendara Motor Trail melawati medan jalan yang berat, demikian juga mengendarai Jet Ski menempu jalur laut yang jaraknya cukup jauh. Ada kehendak kuat dalam dirinya untuk memajukan daerah yang dipimpinnya, meskipun harus bertarung melewati berbagai resiko.
Jabatan Bupati baginya bukan tempat menikmati kekuasaan, tapi sebagai ruang pengabdian untuk mewujudkan kesejahteran bagi rakyatnya. Sebagai Marambe Asili Rantun Porodisa, Sri Wahyumi telah menunjukkan kerja kerasnya selama 5 tahun berjuang tanpa mengenal letih dan takut. Bahkan untuk memperjuangkan apa yang diyakininya akan membawa dampak kesejahteraan bagi rakyatnya, ia tak segan-segan mempertaruhkan jabatannya.
Godfried Timpua, politisi PAN Kabupaten Talaud mengambarkan perangai Sri Wahyumi sebagai tipikal politisi yang tak mau mengandalkan retorika.
“Ia benar-benar politisi sekaligus pemimpin yang selalu membuktikan hasil kerja. Sedikit bicara, namun banyak bekerja, itulah Bupati Sri Wahyumi,” ungkap Timpua.
Femina, sebuah situs berita yang paling banyak digemari pembaca dari kalangan kaum perempuan Indonesia, mengaitkan popularitas Sri Wahyumi, berdampak pada kunjungan wisata ke daerah berjuluk “porodisa” atau kepulaun seindah surga itu. Dalam konten Travel 15 Januari 2018, Femina menulis 6 tujuan wisata wajib kunjung di Kabupaten Kepulauan Talaud, dengan paragraf pertama: “Kepulauan Talaud sebagai salah satu wilayah di Indonesia beberapa hari belakangan mendadak makin populer gara-gara sebuah peristiwa yang melibatkan bupatinya, Sri Wahyuni Manalip. Pemimpin wanita pada daerah yang terletak di ujung utara bagian Timur Indonesia itu dinonaktifkan sementara sebagai bupati oleh Kementerian Dalam Negeri RI”.
Situs berita nasional tersebut hanya memberikan bahasan ringkas di seputar kontroversi Keputusan pemberhentian sementara berdasarkan Surat Keputusan Kemedagri no. 131.71-17 tahun 2018, sebagai sangsi terhadap perjalannya ke Amerika Serikat atas undang Presiden Donald Trump melalui Kedutaan Besar AS untuk Indonesia, tanpa izin dari Kemendagri. Namun kontroversi penonaktifan—yang mendapat liputan luas berbagai media massa di Indonesia ini— justru berdampak pada kian populernya sektor pariwisata negeri kaya budaya itu.
Membicarakan sektor pariwisata Kabupaten Kepulauan Talaud, Bupati Sri Wahyumi menyempatkan diri berbincang dengan penulis di Gula Merah Restourant, Mantos, Manado, pada 26 Maret 2019. Tak ada hal berlebihan dalam penampilannya sore menjelang malam itu. Dandanannya sederhana dan terkesan biasa saja, dan tak perlu didetilkan, kecuali ia memang masih tampak muda, segar, energik dengan sinar kecantikan ala wanita kepulauan.
Dalam gaya obrolan yang santai, ia menjelaskan, sebagai wilayah kepulauan, Talaud memiliki banyak potensi wisata maritime, seperti terumbu karang yang indah atau pantai-pantai berpasir putih. Salah satunya adalah Pulau Sara yang ditetapkan sebagai ikon wisata Talaud. Pulau ini tidak berpenghuni dengan luas 2.03 km persegi. Pasir pantainya yang putih sehalus tepung dan bersih, air lautnya juga jernih, sehingga keragaman biota laut dan terumbu karang terlihat jelas. Cocok untuk snorkeling atau diving. Pulau eksotis yang terletak di Samudra Pasifik itu, kata dia, kini sedang dipromosikan untuk pariwisata bahari.
“Di sana telah dibangun sejumlah cottage dan prasarana air bersih. Agar benar-benar eksotis, Pulau Sara kami biarkan kosong tanpa penghuni. Atmosfer pulau terasa berbeda kalau tanpa penghuni,” ungkap dia.
“Kami juga telah membangun Monumen Patung Yesus Memberkati. Monumen setinggi 33 meter ini baru diresmikan pada tahun 2017 lalu dan diharapkan menjadi salah satu ikon wisata Kabupaten Talaud,” kata Sri Wahyumi. Patung Yesus Memberkati, ujar dia, merupakan identitas warga Talaud, dalam pengertian, dengan hanya melihat ada Patung Yesus yang dibangun kokoh di Bukit Melonguane, setiap pengunjung yang datang bisa langsung mengetahui bahwa Kristen menjadi agama mayoritas warga Talaud.
Dalam 5 tahun kepemimpinanya, Sri Wahyumi mengatakan cukup bangga karena Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, resmi masuk sebagai salah satu destinasi pariwisata perbatasan andalan Indonesia.
“Kami telah melakukan pembenahan berbagai sarana dan infrastrtuktur pendukung lainnya di Talaud supaya terlihat ada perbedaan dalam penataannya sehingga wisatawan yang datang merasa betah,” ujarnya.
Dikatakannya promosi pariwisata “Bumi Porodisa” saat ini sedang gencar-gencarnya dilakukan dengan beragam cara termasuk talkshow di sejumlah media audio visual, dan juga misi seni budaya ke berbagai kota di dalam dan luar negeri.
“Saya mengimpikan sektor pariwisata bisa membawa dampak bagi kesejahteraan masyarakat. Ini sebabnya saya serius mengembangkan berbagai destinasi wisata di Talaud,” ujarnya.
Dari data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Talaud, hingga 2017 di Kabupaten Kepulauan Talaud bertambah 4 menjadi 18 hotel non bintang dengan 178 kamar dan 280 tempat tidur. Pada tahun 2017 tercatat ada 105 wisatawan mancanegara yang berkunjung. Sementara itu, kunjungan wisatawan nusantara tercatat sebanyak 3000 orang dimana angka tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2016 yang berjumlah 2700 wisatawan. Pada tahun 2018 kunjungan wisatawan nusantara kembali meningkat menjadi 3259 orang, dan wisatawan mancanegara 57 orang.
Kabupaten Talaud sendiri dikenal sebagai daerah kepulauan yang memiliki potensi pariwisata yang beragam. Selain tradisi Mane’e yang telah mendunia, di Talaud juga ada Air Terjun Ampadoap, di Beo. Air terjun Ampadoap memiliki ketinggian sekitar 5 meter, dengan lebar (masing-masing air terjun) sekitar 20 meter. Satu keunikan air terjun ini adalah pada lokasinya pengunjung bisa mendengarkan burung Nuri Talaud berkicau. Burung Nuri Talaud, dikenal juga dengan nama Sampiri, pernah dinyatakan terancam punah. Namun, berkat usaha pelestaraian, burung ini kembali banyak hidup di habitat aslinya.
Pulau Miangas, adalah juga obyek wisata yang menarik. Jika ingin melihat wilayah perbatasan Indonesia dengan negara luar, salah satunya bisa pergi ke Miangas. Pulau paling dekat dengan perbatasan antara Indonesia dan Filipina ini merupakan pulau terluar di utara dari bagian timur Indonesia.
Pulau Miangas makin dikenal sebagai daerah perbatasan ketika Presiden Joko Widodo meresmikan bandar udara Miangas yang akan melancarkan aktivitas perekonomian wilayah tersebut. Di sini terdapat tugu tapal batas negara Indonesia. Selain itu, pantai pasir putihnya menjadi daya tarik sendiri, seperti pantai Racuna dan pantai Kubbu. Serta, pelancong bisa melihat budaya Manammi khas masyarakat Miangas, yaitu upacara adat penangkapan ikan.
Juga ada, pantai Karakelang, terletak di Pulau Karakelang, pulau terbesar di Talaud, yang juga menjadi lokasi ibukota Talaud, Melonguane. Pantai Karakelang bisa dicapai dari Melonguane dengan mobil selama 2.5 jam. Pantai ini memiliki garis pantai sepanjang 12 km tanpa putus dan saat surut, lebar pantai bisa 90 meter, dengan pasir putih yang bersih. Surga bagi pencinta pantai.
Ada Danau Lotah Talaud, berlokasi di Desa Moronge, yang memiliki panorama cantik terutama saat menjelang senja. Kawasan yang masih sarat akan legenda dan cerita rakyat ini masih cukup jarang diketahui wisatawan. Di sini anda bisa menikmati ketenangan suasana alam yang indah danau Lotah. Juga ada pulau Kabaruan yang merupakan satu dari empat gugusan pulau terbesar di kepulauan Talaud, yang merupakan habitat dari fauna burung Maleo. Dengan garis pantai yang cukup panjang, menjadi objek wisata yang menarik jika berkunjung ke Pulau Kabaruan.
Gua Batu Kapal, adalah area wisata yang bisa membangkitkan jiwa petualang. Objek wisata di Kepulauan Talaud satu ini adalah salah satu objek wisata bersejarah yang berada di kawasan wisata Pantai Tinuwang. Berada di puncak bukit yang harus ditempu dengan menaiki tak kurang dari 144 anak tangga dan menyusuri jalan setapak dengan panorama hutan sebelum mencapai gua. Menurut masyarakat setempat, Gua ini dahulu merupakan tempat para nenek moyang melakukan samadi atau pertapaan.
Menyambut perayaan 17 tahun Kabupaten Kepulauan Talaud pada 2 Juli 2019, Bupati Sri Wahyumi Maria Manalip mengatakan akan menggelar sejumlah kegiatan bernuansa wisata termasuk pesta rakyat yang akan diisi dengan kegiatan terjun paying.
“Saya akan ikut terjun tandem bersama para penerjun dari Polri,” ungkapnya.
Dikatakannya, banyak masyarakat yang menemui dan meminta saya selaku bupati untuk menyiapkan sebuah acara yang meriah dalam perayaan ulang tahun ini. Atas permintaan, dorongan dan dukungan masyarakat, saya bersama seluruh jajaran Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud sejak awal tahun sudah mulai mendesain acaranya, termasuk salah satu yang disiapkan ialah aksi terjun payung.
“Mabes Polri akan mengirim pesawat bersama penerjunnya untuk beraksi di Talaud. Direncanakan jumlah penerjun yang akan beraksi sebanyak 22 personil. Mereka nantinya bakal memecahkan rekor pengibaran bendera terbanyak saat terjun payung,” ungkap dia. Inilah kegiatan akbar mengakhiri masa jabatannya sebagai Bupati Talaud. (***)
Penulis: Iverdixon Tinungki
Discussion about this post