DI PESISIR BOWOMBARU, ada sebuah batu yang unik. Bentuknya seperti dua sosok manusia yang sedang berbisik. Orang-orang Bowongbaru menamakannya Batu Salimburungan atau Batu Berbisik. Konon kisahnya, batu itu tercipta dari sepasang kekasih yang jatuh dari gua tebing batu di pesisir pantai itu.
Ceritanya, di masa lalu ada dua penguasa yang memimpin tanah Bowongbaru. Satunya Penguasa Daratan bernama Alupipi atau Datum Banua Darat. Ia punya seorang putri bernama Samarang. Anak gadis ini sangat cantik, tapi agak manja. Hatinya mudah tersentuh, namun cepat kecewa bila keinginannya tak terpenuhi.
Satunya lagi, Penguasa Laut bernama Larrang atau Datum Banua Laut. Ia punya seorang putra bernama Rapan Sawang. Anak lelaki ini berparas tampan dan tubuhnya atletis. Pekerja keras, dan suka melakukan pekerjaan yang menantang.
Datum Banua Darat memimpin desa yang terletak di tepi hutan Bowongbaru. Ia mengatur cara kerja para petani dan para pemburu. Ia juga menjaga keamanan hidup penduduk di tepi hutan dari serangan binatang buas.
Kehidupan penduduk di tepi hutan yang dipimpinnya sangat makmur. Karena Datum Banua Darat, sosok seorang pemimpin yang arif dan bijaksana. Di bawah kepemimpinannya penduduk hidup gotong-royong saling membantu mengerjakan ladang dan kebun.
Hasil panen sangat baik dan melimpah. Lumbung-lumbung selalu terisi persediaan makanan bila cuaca dalam keadaan yang kurang baik untuk berkebun.
Para pemburu binatang juga punya hasil buruan yang cukup. Cara berburu diatur dengan baik. Para pemburu dilarang mengambil buruan terlalu berlebih agar tak mubazir.
Unggas dan hewan lain dilindungi dari perburuan agar tidak punah. Menjaga hutan tetap lestari ditetapkan sebagai aturan desa yang harus dipatuhi. Bagi para pelanggar akan dikenakan sanksi.
Warga desa yang hidup di pesisir juga tak berkekurangan pangan. Mereka selalu dapat pasokan bahan makanan, rempah dan daging dari desa di tepi hutan. Semua pengaturan pembagian sudah disepakati dan dijalani dengan baik oleh kedua pihak.
Sementara Datum Banua Laut, yang memimpin desa di pesisir pantai juga sama arif dan bijaksananya. Ia mengatur kehidupan para nelayan dan para pembuat garam agar selalu mendapatkan hasil yang cukup untuk dibagi ke desa di pinggir hutan.
Ia juga bertugas menjaga keamanan penduduk dari serangan para perompak dan bajak laut. Kelestarian pesisir pantai ditetapkan dalam aturan desa. Maka lestarilah pesisir dan pantai di sepanjang desa itu.
Ini sebabnya, Bowombaru atau juga disebut Desa Parrahian di masa lalu punya kisah kemakmuran. Di tangan kedua pemimpin ini, orang-orang Bowombaru tak pernah kekurangan pangan. Semua tercukupkan dari upaya dan kerja bersama itu.
Keamanan hidup para penduduk pun terjamin, karena setiap serangan binatang buas dari tepi hutan selalu mampu dihalau para penduduk desa tepi hutan. Serangan perompak dan bajak laut juga selalu dipatahkan oleh penduduk desa pesisir. Bowombaru akhirnya jadi negeri yang aman dan makmur.
Di masa sebelumnya, kehidupan penduduk dua desa ini sebenarnya kurang akur. Mereka tak mau saling berbagi atau bertukar hasil pekerjaan mereka. Penduduk di tepi hutan tak mau berbagi hasil kebun dan ladang serta hasil buruan kepada mereka yang di pesisir. Demikian sebaliknya, penduduk yang ada di pesisir tak mau berbagi ikan dan garam serta hasil laut lainnya kepada mereka yang ada di tepi hutan.
Persoalan yang dihadapi dua desa ini baru mulai mencair ketika Rapan Sawang, anak Datum Banua Laut berpacaran dengan Samarang, anak Datum Banua Darat. Pasangan kekasih ini mencoba mengubah cara hidup dua desa yang tidak mau saling berbagi tersebut.
Dikisahkan, pada suatu waktu, Rapan Sawang, anak Datum Banua Laut datang berkunjung ke desa tepi hutan. Kepada Datum Banua Darat, Rapan Sawang mengutarakan keinginannya untuk merasakan caranya berburu binatang buruan dan ingin mencicipi makanan orang daratan.
“Datu Alupipi, sudah lama saya berkeingin belajar berburu. Selain itu saya berkeingin mencicipi makanan orang Banua Darat. Saya berharap mendapatkan izin dari datu untuk maksud saya itu,” ujar Rapan Sawang.
Memahami besarnya keinginan anak Datum Banua Laut itu untuk berburu dan mencicipi makanan orang darat, maka Datum Banua Darat Alupipi menyanggupinya.
“Kamu siapkanlah perlengkapan berburu dan ikut aku,” kata Datum Banua Darat.
“Terima kasih Datu Alupipi,” ujar Rapan Sawang.
Setelah menyiapkan perlengkapan berburu berupa Sambeang (tombak), Rapan Sawang langsung pergi menemui Datum Banua Darat. Mereka pun berangkat menuju hutan. Dalam perjalanan, Datum Banua Darat Alupipi memperingatkan agar Rapan Sawang mematuhi sebuah syarat bahwa untuk mendapatkan hewan buruan yang diinginkannya, anak itu harus mengikuti petunjuknya.
Tak berapa lama, mereka bertemu dengan seekor babi yang masih muda. Melihat babi tersebut, hati Rapan Sawang langsung girang berkeinginan segera menombaknya. Tapi kemudian ia ingat dengan syarat dari Datum Banua Darat Alupipi.
“Apakah yang ini saya bisa menombaknya?” tanya Rapan Sawang kepada Datu Alupipi.
“Jangan! Yang itu belum boleh ditombak. Masih terlalu muda,” ujar Datu Alupipi. Larangan itu sebenarnya bertujuan agar Rapan Sawang memahami tradisi berburu di mana ada hewan yang sudah patut diburu dan ada yang masih harus dibiarkan hidup agar tumbuh jadi lebih besar.
Lalu mereka terus berjalan kian dalam ke arah hutan. Tak berapa lama mereka kembali melihat seekor babi hutan yang sudah tua.
“Nah! Babi itulah yang bisa kamu tombak,” perintah Datum Banua Darat.
Mendengar perintah itu, Rapan Sawang dengan mengendap-endap mendekati buruannya lalu melontarkan sambeangnya dengan keras langsung menancap di tubuh buruannya.
Hari itu mereka kembali ke desa membawa hasil buruan, dan Rapan Sawang ikut menyantapnya. Kenikmatan makanan orang-orang darat yang baru pertama kali dicicipinya itu, diceritakan Rapan Sawang pada ayahnya, dan orang-orang sedesanya. Diam-diam orang-orang sedesanya jadi penasaran dan ingin rasanya mencoba mencicipi makanan orang darat.
Sebaliknya, di hari yang lain, Samarang, anak perempuan dari Datum Banua Darat, pergi menemui Datum Banua Laut, Larrang. Ia mengutarakan keinginannya memancing ikan dan mencicipi makanan orang laut. Memahami besarnya keinginan anak Datum Banua Darat itu untuk memancing dan mencicipi makanan orang laut, maka Datum Banua Laut juga menyanggupinya.
Diajaklah Samarang pergi memancing ke suatu tempat di tengah laut dengan isyarat, tali pancing baru bisa dilepaskan ke laut kalau ada perintah dari Datum Banua Laut.
Setelah sampai di tempat memancing, Samarang tampak senang dan riang melihat ada banyak ikan yang berdatangan merapat ke arah mereka. Saking gembiranya melihat ikan-ikan itu, hilanglah kesabarannya. Samarang langsung melepas tali pancingnya. Ia lupa dengan isyarat yang dikatakan Datum Banua Laut. Saat umpan dari tali pancing itu masuk ke dalam air langsung disambar ikan Selar yang besar. Karena tali pancingnya terlalu kecil, maka putuslah tali pancing itu.
Saat mereka kembali ke desa Pesisir, hati Samarang sangat gundah dan sedih karena tak mendapatkan hasil apa-apa. Ia benar-benar kecewa, lalu pergi ke atas tebing batu dan menyendiri di sebuah goa di pesisir itu.
Mendengar berita tersebut, Rapan Sawang, anak Datum Banua Laut pergi menyusul Samarang kekasihnya untuk menghibur.
“Sudahlah. Jangan sedih, Dinda! Nanti kita bisa memancing lagi,” hibur Rapan Sawang. Tapi sikapnya yang manja dan mudah kecewa itu membuat Samarang tak gampang terhibur. Malahan di hatinya timbul niat untuk membalas sakit hatinya kepada kekasihnya ini.
“Duduklah kau di tepi batu itu, agar aku bisa mencari kutu di kepalamu,” perintah Samarang dengan cara berbisik di telinga Rapan Sawang kekasihnya. Tak disangka-sangka, Samarang mendorong Rapan Sawang. Saat Rapan Sawang terlontar jatuh ia sempat memegang rambut Samarang. Maka keduanya sama-sama terjatuh dan berubah menjadi batu dalam wujud sepasang kekasih yang sedang berbisik. Orang-orang Bowombaru pun menamakannya Batu Salimburungan atau Batu Berbisik.
Sejak kejadian itulah kedua penguasa bersepakat untuk saling berbagi hasil antar kedua desa agar malapetaka yang dialami kedua anak mereka tidak terjadi lagi di kemudian hari kepada para penduduk lainnya.
Cerita ini secara khusus berpesan pentingnya cara hidup bekerja sama dan saling berbagi dan mematuhi aturan. Secara umum mengajarkan agar saling menghormati profesi setiap orang yang berbeda-beda itu. Sebab tidak ada orang yang bisa mengusai semua hal. Maka menghargai talenta setiap orang itu penting. (***)
Penulis : Iverdixon Tinungki
Discussion about this post