Jakarta, Barta1.com – Ada beberapa hal mendasar yang perlu mendapat perhatian lebih di masa seperti sekarang. Yakni memperkuat budaya kerja, pola pikir, dan menjaga kualitas jurnalistik itu sendiri.
“Karena kondisinya memang sudah sangat berubah,” kata Pemimpin Redaksi Harian Kompas, Ninuk Mardiana Pambudy, saat berbicara di depan peserta Konferensi Media Digital Indonesia di Auditorium lantai 2 Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta, Jumat (1/3/2019).
Selain gelombang digitalisasi media adalah sebuah keniscayaan, katanya, pasar media memang sudah berbeda. Sehingga pertanyaan yang muncul adalah apakah media massa kemudian tetap bertahan seperti sekarang, sebagai content delivery semata, atau mulai menjajaki strategi baru. Misalnya dengan kolaborasi atau kerjasama.
“Untuk konten tertentu kami bekerjasama dengan perusahaan yang berhubungan langsung. Misal untuk artikel perjalanan, kami bekerjasama dengan Traveloka,” kata Ninuk.
Untuk itu, lanjutnya, Kompas tetap optimis bertahan dengan konsep good journalism seperti sekarang.
Hal senada juga diakui Direktur Mahaka Media, Ahmad Aditya. Sejauh ini perusahaannya tetap mengandalkan model bisnis yang sudah dijalani sejak lama, ditambah beberapa inovasi baru.
Inovasi itu tentu dilakukan selaras dengan perkembangan jaman. Baik perubahan di sisi audience atau pembacanya, hingga teknologi.
Konten Bagus Duit di Tempat Lain
Membicarakan gagasan good journalism di masa sekarang sebetulnya tidak berbeda dengan perdebatan yang muncul puluhan tahun lalu. Saat media hanya didominasi media cetak dan radio.
“Selalu ada yang bagus dan ada yang kurang bagus. Clickbait sekarang sudah digunakan di koran-koran sore yang di jual di lampu merah 20 tahun lalu,” kata Presiden Direktur LKBN Antara, Meidyatama Suryodiningrat, pemateri lainnya.
Jika saat ini masih ada ratusan media yang masih punya niat baik untuk menghindar dari pola seperti ini, tentu jadi sesuatu hal yang patut dihargai.
Dimas, panggilan akrab Meidyatama Suryodiningrat kemudian mengingatkan, investasi terbesar dalam industri media itu bukan pada teknologi. Tapi manusianya. “Kita bicara orang-orang yang memiliki skill jurnalistik bagus,” tegasnya.
Karena itu, dalam konteks strategi bertahan, media sekarang harusnya bisa memilah peluang dan strategi bisnis.
“Model bisnisnya apa? Kalau mikir hits ya sejak dulu begitu. Tapi kan nggak dapat banyak,” ingat Dimas. Begitu juga saat bicara konten yang baik, media-media itu juga terus berupaya meraih konten yang baik. Masalahnya duit ada di tempat lain.
Industri media, lanjutnya, hanya fokus membuat konten bagus. Tapi tidak lihai memonetize.
Tantangan lain yang juga dihadapi industri media saat ini adalah strategi menghadapi perubahan itu sendiri. Beberapa memilih revolusi, tapi kemudian berhadapan dengan mindset.
“Saya sampai sekarang suka musik Led Zepelin, musik 1969. Dan itu masih saya dengarkan di tahun 2019,” canda Dimas.
Di luar itu, katanya lagi, kita sering terbelenggu media kita sendiri. Semakin besar, semakin berat untuk bergerak. Sementara jaman benar-benar sudah berubah.
Editor : Agustinus Hari
Discussion about this post