Warga Kampung Batubulan yang paling merasakan dampak erupsi Gunung Api Karangetang. Sejak lava pijar mulai meleleh pada 2 Februari 2019 melalui Kali Marebuhe dan Batuare, pemerintah setempat langsung melakukan upaya evakuasi terhadap penduduk Batubulan ke shelter di Paseng.
Berada di Batubulan serasa sangat dekat dengan puncak Karangetang, gunung berapi paling aktif di lingkar cincin api Pasifik. Soal aktivitas gunung itu, sejatinya masyarakat Pulau Siau di Kabupaten Kepulauan Sitaro sudah khatam betul dan selalu niscaya bahwa Karangetang bisa bererupsi sewaktu-waktu.
Kisah letusan Karangetang dalam benak warga Batubulan juga abadi. Tuturannya diturun-temurunkan dari ayah ke anak, ke cucu, begitu seterusnya. R Katilahe, lansia berumur 60-an, pengungsi dari Batubulan di Shelter Paseng, masih ingat cerita dari ucapan orang tuanya tentang letusan dahsyat Gunung Karangetang.
“Pernah terjadi tapi sudah lama sekali.” Katilahe lupa detil waktunya.
Erupsi Karangetang menjadi momok yang sangat menakutkan bagi mereka yang belum mengalami dan melihat akitivitas dari salah satu gunung api teraktif di Indonesia ini. Tapi bagi warga Siau khususnya penduduk yang ada di Siau bagian utara menjadi sebuah hal yang biasa. Tidak heran ada sebagian warga yang meskipun dalam kondisi yang sangat berbahaya dari ancaman lava dan awan panas, lebih memilih menonton semburan lava pijar sembari mengabadikannya dengan ponsel.
Ternyata bila dikaitkan dengan cerita warga, aktivitas gunung api Karangetang terutama di kawah II ini pernah memusnahkan 7 kampung yang ada di Siau Bagian Utara dan tentu saja meminta korban jiwa.
Peristiwanya sempat disentil misionaris Belanda, Daniel Brillman, yang pernah tinggal di Siau dan Tagulandang pada 1930-an. Dia mengutip dari catatan tua peninggalan Ds Valentijn, misionaris lainnya, soal letusan dahsyat Karangetang tahun 1715.
Mitos di Balik Erupsi dan Letusan Gunung Karangetang Siau
“Di mana Pulau Siau ini amat tinggi dan bergunung-gunung yang nampak di tengah-tengah negeri dan disitu juga ada gunung berapi yang menyala hebat dan menghanguskan. Kalau ada angin tertentu bergemuruh, melontarkan banyak abu, batu-batu besar dan juga air keluar dari tanur api. Bahkan hampir tidak ada satu haripun berlalu tanpa orang mendengar sesuatu,” tulis Brillman dalam bukunya Wilayah-Wilayah Zending Kita.
Seperti hari ini, Karangetang di masa lalu pun terekam sering beraksi pada pembuka tahun antara Januari dan Februari. Hingga 16 Januari 1712 menurut Brillman, gunung ini meletus dan ledakannya terdengar hingga Pulau Ternate. Padahal menurut dia, jarak antara Siau ke Ternate ada 40 mil jauhnya.
“Selain kepulan asap yang membumbung terus menerus orang melihat terlebih waktu malam cahaya belerang panas kemerah-merahan keluar dari kepundan, yang mempunyai garis tengah sekitar 300 meter,” ujar Brillman.
“Walaupun dalam tahun-tahun kemudian tidak pernah terjadi letusan hebat, namun penduduk selalu diingatkan dari waktu ke waktu, bahwa mereka berdiam di tanah gunung berapi,” lanjutnya.
Peristiwa dengan memori menyesakkan terjadi pada 1 dan 3 Oktober 1935. Masih dalam catatan Brillman, gempa hebat akibat rekasi Karangetang menggoyang Pulau Siau. Akibatnya di sebelah Utara Siau, ada 7 desa yang musnah. Korban pun berjatuhan.
“Kerusakan rumah-rumah, kebun, jalan-jalan besar, terlebih diakibatkan longsornya lereng-lereng gunung,” tulis Brillman, linear dengan tutur orangtua Katilahe, warga Batubulan.
Tidak diuraikan dalam catatan tersebut kampung-kampung mana saja yang pernah musnah. Bila ditelusur dari kawasan rawan bencana untuk wilayah bagian utara, kampung-kampung yang paling rawan terdampak erupsi gunung di antaranya Kampung Nameng, Batubulan, Kawahang, Kiawang, Hiung dan sekitarnya, Kinali, dan Mini.
“Perhatian khusus untuk daerah-daerah ini perlu dilakukan, dengan tidak juga mengabaikan daerah-daerah lainnya yang juga sangat rawan terkena bencana gunung api yakni wilayah Kecamatan Siau Timur (Sitim),” Hesli dan Rosna, warga Siau.
Sementara itu, kondisi Gapi Karangetang terkini, Selasa (13/02/2019), hingga pukul 12.00 wita sebagaimana laporan aktivitas gunung dengan sumber data KESDM, Badan Geologi, PVMBG, Pos Pengamatan Gunung Api Karangetang, secara visual gunung jelas hingga kabut 0-I, asap kawah bertekanan lemah teramati berwarna putih dengan intensitas tebal dan tinggi 100 meter di atas puncak kawah, serta asap putih kebiruan menyebar ke tubuh gunung bagian selatan. Sedangkan untuk status tingkat aktivitas gunung berada pada level III yakni Siaga. (*)
Penulis: Stenly Rein Mes Gaghunting
Discussion about this post