Manado, Barta1.com — Indonesia Corruption Watch (ICW) menyayangkan upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Pemerintah pusat terutama di daerah-daerah terkesan masih enggan menertibkan atau memecat aparatnya yang terbukti melakukan korupsi.
ICW lewat rilis ke redaksi Barta1 Rabu (30/01/2019) menyatakan, Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan, dari 2.357 Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang telah divonis bersalah karena terbukti melakukan korupsi, baru 891 yang diberhentikan secara tidak hormat. Artinya masih ada 1.466 atau 62 persen PNS yang belum dipecat.
“Gaji mereka juga masih terus dibayarkan sehingga berpotensi menyebabkan kerugian negara,” kata ICW.
Berdasarkan Data Badan Kepegawaian Negara yang didapatkan ICW, per tanggal 17 September 2018, terdapat 98 PNS koruptor yang bekerja di Kementerian dan 2.259 PNS koruptor yang bekerja di provinsi, kabupaten, dan kota.
Dalam data itu juga menunjukkan, ada 58 orang PNS terbukti korup dan menjadi narapidana di Sulawesi Utara. Masing-masing 8 orang di instansi provinsi dan 50 orang di kabupaten/kota.
Fakta buruk tentang pemberantasan korupsi ikut terangkum dalam catatan ICW. Selama periode 2016 hingga semester I-2018, tercatat sebanyak 1.111 PNS telah ditetapkan sebagai tersangka oleh aparat penegak hukum. Sebagian besar modus yang dilakukan adalah membuat laporan fiktif dan penggelembungan harga dalam proses pengadaan.
“Hal ini menunjukkan bahwa upaya untuk membenahi birokrasi di Indonesia masih jauh panggang dari api,” lanjut ICW.
Lambatnya proses pemecatan PNS koruptor menunjukkan minimnya komitmen pemberantasan korupsi dari instansi-instansi yang berwenang, baik di tingkat pusat maupun daerah. Hal ini merugikan masyarakat sebagai pembayar pajak karena uang pajak yang mereka bayarkan justru digunakan oleh negara untuk membayar gaji PNS yang korupsi.
Padahal, tiga instansi telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) mengenai keharusan untuk melakukan pemecatan terhadap PNS yang telah dijatuhi hukuman dari pengadilan. SKB tertanggal 13 September 2018 itu diteken oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Poin ketiga SKB tersebut menjelaskan jangka waktu penjatuhan sanksi paling lama bulan Desember 2018. Menteri Dalam Negeri juga kembali menegaskan bahwa pada akhir tahun 2018 persoalan PNS yang terjerat kasus korupsi akan segera diselesaikan. Upaya dan janji itu patut diapresiasi, namun pada praktiknya tak berjalan sesuai rencana, lanjut ICW.
Survei Internasional
Transparency International (TI) pada 29 Januari 2019 telah merilis hasil survei indeks persepsi korupsi 2018. Dalam survey terbarunya, Indonesia berada di ranking 89 dengan skor 38, naik 1 skor dibandingkan tahun sebelumnya.
Survei TI Indeks Persepsi Korupsi Negara-Negara di Dunia Tahun 2018
(Klik di negara untuk melihat angka riil)
Meskipun hasil survei terbaru ini cukup melegakan, namun Pemerintah tidak bisa berbangga diri mengingat kenaikan skor IPK Indonesia di 2018 sebagian besar disumbang oleh perbaikan governance pada sektor ekonomi.
Semestinya kata ICW, jika pemerintah serius memberantas korupsi di sektor yang lebih luas, khususnya sektor politik dan birokrasi, sangat mungkin kenaikan skor IPK Indonesia akan signifikan. Rendahnya komitmen Pemerintah dalam agenda pemberantasan korupsi salah satunya dapat dilihat dari keengganan untuk memecat PNS koruptor.
Oleh sebab itu, Indonesia Corruption Watch mendesak agar:
Presiden RI Joko Widodo sebagai pembina PNS tertinggi memerintahkan PPK, dalam hal ini menteri dan kepala daerah untuk segera melakukan proses pemecatan terhadap PNS yang telah divonis bersalah karena melakukan tindak pidana korupsi.
PPK, dalam hal ini menteri dan kepala daerah, segera melakukan pemecatan terhadap PNS yang telah divonis bersalah karena melakukan tindak pidana korupsi.
Mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dan/atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan penghitungan terhadap potensi kerugian negara terkait pemberian gaji PNS koruptor.
Mendesak Kementerian Keuangan RI untuk menghentikan semua pembayaran gaji dan tunjangan kepada PNS yang sudah berstatus terpidana korupsi untuk menghindari kerugian negara lebih besar. (*)
Editor: Ady Putong
Discussion about this post