MANADO, BARTA1.COM – Politisi perempuan Sitaro bernama lengkap Stevy Lidya Walo adalah sosok pemikir yang berusaha memungut kembali ceceran pemikiran masa lalu yang tak jarang diacuhkan karena dianggap telah usang dan ketinggalan zaman.
Dia mempunyai karakter khas mampu menghadirkan kembali ingatan masa lalu. “Dengan berusaha mengenang masa lalu, itu tandanya dapat belajar dari kegagalan dimasa lalu untuk bisa maju ke depan. Upaya mengenang juga dapat dilihat sebagai upaya menemukan makna yang paling dalam dari kehidupan,” tutur Stevy saat ditemui di ruang tunggu Terminal Pelabuhan Manado sebelum bertolak ke Pulau Siau, Rabu (12/12/18) Pagi.
Stevy mengatakan, dengan menghadirkan kembali pengalaman, dapat menikmati saripati makna yang tidak mungkin bisa segera ditangkap pada saat pengalaman itu terjadi. Pengenangan berarti juga menciptakan jarak, justru untuk makin dekat dengan yang tersirat di balik pengalaman itu.
Nety Walo, Nona Walo, Leski Walo adalah beberapa nama anak dari almarhum Zeth Walo. Dari nama-nama ini hanya Stevy Lidya Walo yang mencurahkan perhatiaannya pada politik. Stevy Lidya Walo telah berusaha merefleksikan politik dengan sudut pandang yang berbeda.
Ia mengajarkan bagaimana seharusnya politik diejawantahkan: partisipasi dan komunikasi warga dalam negara. “Politik harus diejawantahkan dalam bentuk partisipasi dan komunikasi. Tindakan strategis justru tidak bersifat politis karena politik mengandaikan komunikasi, dialog dan partisipasi para pelakunya. Saya lebih menekankan pentingnya pemaknaan lain dari politik yang bertolak dari rasa keadilan dan bersandar pada kesetaraan manusia,” bebernya.
Inspirasi utama gagasan politik Stevy adalah pemahaman politik yang memandang politik sebagai sebuah tehnik. Tehnik menjadi bagian dari aktivitas seni, khususnya seni penampilan. Politik, menurutnya, bagaikan sebuah pementasan drama.
Politik merupakan seni penampilan dimana seseorang dalam kebersamaan dengan orang lain saling menampilkan diri sehingga. “Aku yang tampil dilihat orang lain sebagaimana aku juga melihat orang lain tampil dihadapanku. Layaknya drama, aktivitas politik tidak dapat ditampilkan sendiri tetapi perlu ditampilkan dalam kebersamaan dengan pemain-pemain lain. Pemain-pemain ini adalah orang-orang bebas yang memang ingin bersama-sama dalam pentas. Sementara yang dipentaskan dalam politik adalah tindakan dan kata-kata. Tempat pementasan drama ini adalah ruang publik. Yang membuat orang-orang mau bersama berkumpul dalam pentas adalah kekuasaan,” ujar Stevy.
Dengan kata lain, kekuasaan adalah solidaritas yang membuat orang mau berkumpul dan berkomunikasi. Bedanya dengan drama, politik tidak mempunyai skenario, masing-masing pemain dan tindakan suatu pemain mempengaruhi pemain lain.
Peliput : Albert P Nalang
Discussion about this post