Kasus dugaan pembakaran SMA Negeri 1 Beo, Kabupaten Kepulauan Talaud, sejatinya sudah terlupa dari ingatan, bahkan terkesan terkubur. Namun ketika saat ini kasus tersebut dibuka kembali, mencuat banyak hal menarik termasuk soal anak muda bernama Sandi Udang yang menghadapi tuduhan membakar sekolahnya sendiri.
Siapa menyangka, Fari Sandi Udang (23) yang dulunya merupakan siswa berprestasi di SMA Negeri 1 Beo ditetapkan sebagai tersangka dengan tuntutan Jaksa 3 tahun penjara dari kejadian terbakarnya SMA Negeri 1 Beo, pada malam 27 Desember tahun 2014 silam.
Semasa studi Sandi pernah menjabat sebagai Ketua OSIS. Hari ini dia merupakan mentor siswa di sekolah tersebut yang akan berangkat ke tingkat nasional setelah memenangkan lomba debat siswa tingkat provinsi. Saat mulai disidangkan, kasus ini memantik berbagai keanehan.
Dugaan-dugaan kriminalisasi terhadap Sandi Udang mengental ketika persoalan semenjak empat tahun tak ada ujung pangkal, tiba-tiba terangkat kembali oleh Jaksa Emnovry H Pansariang SH. Pansariang yang disinyalir merupakan kerabat dari Kepala Sekolah (Kepsek) SMA Negeri 1 Beo itu, mengangkat kembali kasus tersebut hingga ditetapkannya tersangka Sandy Udang hanya berdasar keterangan BAP dari Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Beo, dan dua orang saksi yang pada waktu itu berumur 12 tahun.
Michael Remizaldy Jacobus, SH, MH tampil sebagai kuasa hukum terdakwa Sandi Udang. Ketika dimintai keterangan sesudah sidang pembelaan terdakwa Sandi di Pengadilan Negeri Tahuna, Kamis (23/8/2018), Jacobus menilai kasus tersebut terlalu dipaksakan.
“Dalam menetapkan tersangka minimal harus ada dua alat bukti. Sementara ada kejanggalan, yaitu hanya berdasar keterangan dua orang saksi berumur 12 tahun yang mengatakan tiba-tiba melihat langsung. Kemudian langsung ditetapkan sebagai tersangka. Sementara ada alibi, menjelaskan bahwa pada waktu kejadian, terdakwa ada di tempat lain bersama teman-temannya. Ada kurang lebih 4 orang ada bersama sama dengan terdakwa di tempat berbeda pada waktu bersamaan dengan kejadian,” jelasnya, panjang.
Jacobus menyayangkan hal demikian bisa terjadi. Kata dia tuduhan dari Jaksa Penuntut Umum hanya berdasar pemeriksaan Kepala Sekolah (Kepsek), kemudian dia periksa CT dan VU yang berumur 12 tahun waktu itu. Kemudian dia memeriksa saksi Norwis Welem Wuntu, saksi yang melihat pertama kali api itu sumbernya dari mana. Jam 1 tengah malam Norwis melihat api dari ruang OSIS, tapi tidak ada orang yang dia lihat di sana.
“Cuma berdasarkan saksi VU dan CT, tidak terkonfirmasinya olah TKP, tidak ada petunjuk-petunjuk lain, so tetapkan tersangka Tanggal 7 Mei 2015, kan aneh. Sedangkan teman-teman Sandi Udang yang di waktu bersamaan dengan kejadian itu, nanti diperiksa ketika Sandi Udang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Bahkan pada waktu itu, Sandi langsung ditangkap di Tondano, karena dia kuliah di sana. Dan waktu ditangkap dia baru berumur 18 sampai 19 tahun, dan tidak ada pemberitahuan ke Orang Tuanya. Orang tuanya nanti tahu, Sandi sudah berada di Polsek Beo. Tapi mereka ragu menahan. Akhirnya dilepaskan,” Jelas Jacobus.
Pemeriksaan kejadian itu berlangsung hingga 2016, kemudian mandeg. Namun demikian menurut Jacobus, pada tahun 2017 Jaksa menikah dengan keponakan Kepala Sekolah (Kepsek). Dan anehnya di tahun 2018 kasus kebakaran itu berproses kembali.
“Ketika kasus dinaikan Polisi tidak menahan Sandi, namun Jaksa yang menahannya,” kata Jacobus.
Jacobus menilai ada unsur kriminalisasi terhadap Sandi Udang. Meski demikian dia tetap optimis bahwa hukum di bangsa dan negara ini masih tetap berpihak kepada kebenaran.
“Penilaian kami ada unsur kriminalisasi terhadap Sandi Udang. Kejadian dari tahun 2014 tiba-tiba dinaikan ke persidangan nanti di tahun 2018. Tapi kita semua harus percaya bahwa keadilan masih ada dan kebenaran tetap akan terungkap di persidangan,” Ungkap Jacobus.
Menurut keterangan Sandi Udang selama di Talaud, dia sudah berapa kali ditahan. Pertama tanggal 29 Juli hingga 18 Agustus dia ditahan di Polsek Beo. Kemudian, tangal 18 hingga 20 Agustus dimasukan di dalam Cabang Rumah Tahanan Negara Tahuna-di Lirung dan 22 Agustus, dia dimasukan dalam Rutan Tahuna jam 6 sore, dan menuju persidangan hari ini 23 Agustus 2018.
Di tahuna, air mata kedua orang tua Sandi Udang tak terbendung, ketika Majelis Hakim yang memimpin persidangan mengetuk palu penangguhan tahanan Sandi Udang, dari tahanan rutan menjadi tahanan Kota, berdasarkan beberapa pertimbangan. Antara lain terdakwa Sandi Udang berstatus sebagai pelajar. Persidangan Sandi Udang ditunda dan akan dilanjutkan kembali pada tanggal 30 Agustus 2018 dengan mendengarkan tanggapan Jaksa Penuntut Umum mengenai pembelaan Sandi Udang melalui pengacaranya Michael Remizaldy Jacobus, SH, MH.
Soal masalah ini, aktivis Talaud Jim Robert Tindi mengecam dugaan kriminalisasi hukum terhadap terdakwa Fari Sandi Udang (23). Menurut Tindi, jika ada unsur kriminalisasi aparat terhadap Sandi Udang, dirinya tidak akan tinggal diam membela Sandi yang sekarang masih berstatus terdakwa.
“Penegak hukum, jangan semena-mene menetapkan status sebagai tersangka kepada seseorang apabila alat bukti masih diragukan kebenarannya. Sangat tidak mungkin seorang anak yang menyumbangkan beragam prestasi di sekolahnya, tega membakar sekolahnya sendiri,” kata Tindi.
Tindi yang juga merupakan aktivis 98 itu menilai, tidak ada alasan apapun untuk memenjarakan Sandi Udang.
“Ada sebenarnya, sampai yang bersangkutan harus dikorbankan. Kasus ini menurut saya terlalu dipaksalan oleh Jaksa. Dan saya mendukung penuh penegakan hukum melalui persidangan. Sebab tidak ada alasan apapun untuk memenjarakan Sandi. Dengan demikian, saya meminta untuk dapat dipulihkannya nama baik Sandi Udang dan keluarganya,” tegas Tindi. (*)
Peliput: Rendy Saselah
Discussion about this post