SANGIHE, BARTA1.COM— Bangsa yang merdeka adalah bangsa yang tak perlu lagi import beras, karena pangannya mencukupi. Tidak harus makan nasi, karena masih punya milu, ubi, bete, keladi dan sagu, tulis aktivis lingkungan Fahrul Amama.
Makan sagu di hari perayaan kemerdekaan Indonesia adalah ‘sesuatu” banget, ujar beberapa generasi milenial di kota Tahuna. Mereka pun menyantap sagu gula bersama kopi yang disuguhkan komunitas Kopisinggah yang digawangi Donny Tayang. Warna-warni perayaan HUT Kemerdekaan RI ke 73 tahun di daerah perbatasan Indonesia-Filipina itu pun kian ceria.
Kegiatan ini berlangsung di pelabuhan Tua, kota Tahuna sebagai rangkaian sejumlah kegiatan tujuhbelasan yang digagas BUMN (PLN), diantaranya jalan sehat dan senam bungke yang diikuti lebih dari 1000 orang.
Aksi unik ala Kopisinggah ini kata Donny Tayang merupakan suatu bentuk kampanye dan penyadartahuan kepada masyarakat tentang pontensi makanan local.
“Kopisinggah mengusung jargon “SaguIsMe” sebagai kecintaan dan pembelaan kami terhadap kelestarian tanaman pangan lokal pohong sagu,” ujar Tayang.
Sebab menurut dia, secara sadar makanan sagu perlahan-lahan mengalami degradasi oleh tanaman padi dan pembukaan lahan pertanian baru. Ini sebabnya di tengah peranyaan hari kemerdekaan ini kami menyuguhkan sagu dan kopi.
Sagu adalah tepung olahan yang diperoleh dari pemrosesan teras batang rumbia yaitu batang Baru atau pohon sagu (Metroxylon sagu Rottb) yang ada di tanah Sangihe dan wilayah Indonesia Timur pada umumnya.
“Saya ingin orang Sangihe bangga mengatakan ‘sagu adalah kita’ dan kaum muda milenial bangga dan gemar makan sagu,” harapnya. (*)
Penulis: Iverdixon Tinungki
Discussion about this post