Penulis: Iverdixon Tinungki
SETIAP manusia adalah aktor yang pada setiap garisnya di talapak tangannya tertulis nasib umat manusia. Metafora penyair Amato Assagaf inilah bisa jadi yang paling relefan saat membincangkan kiprah dan ketokohan Dr. Arnold Achmad Baramuli, SH.
Keteladanan utama yang dapat dipetik dari dia adalah sikapnya yang pantang menyerah dalam mewujudkan idealisme mengenai negara dan bangsa Indonesia. Selanjutnya, ia pribadi yang mengikhlaskan seluruh hidup dan cintanya lewat pengabdian dalam membangun tanah airnya.
Ada empat sikap utama dari Dr. Arnold Achmad Baramuli, SH., yang disebutkan Prof.Dr. Muhammad Budyatna, M.A., dalam pengantar buku “Masyarakat Bertanya Baramuli Menjawab” terbitan Pustaka Manikgeni (1998), yaitu: Pertama, ia vocal dalam mengkritisi berbagai kekeliruan dalam sistem penyelenggaraan negara tanpa dilatari vested interest.
Kedua, ia politikus yang mapan secara ekonomis terlebih dahulu sebelum terjun ke dunia politik. Ketiga, ia pengusaha sukses sebelum masuk ke pemerintahan. Keempat, ia berhasil mengemban kepercayaan negara dalam beragam jabatan yang dijalananinya dengan baik dan bertanggung jawab.
A.A. Baramuli kemudian dikategorikan sebagai manusia langka dan unik karena visinya yang luas yang tercermin lewat ucapan, pemikiran, dan analisisnya yang mengalir lancar tanpa disembunyikan dalam mengarahkan Indonesia ke masa depan yang lebih baik. Dan untuk semua itu, bukan berarti tanpa tantangan.
Namun tak ada kata menyerah dalam sikap hidupnya sebagaimana umumnya filsafat bahari suku bangsa yang mendiami Timur Indonesia yang mengajarkan; “keberanian melawan ombak, dan arif mengikuti arus”, yang dalam sebuah frasa Sasahara (sastra bahari Sangihe) disebut; “Somahe Kai Kehage, Pantuhu Makasalentiho”.
Arnold Achmad Baramuli lahir di Pinrang, Sulawesi Selatan, 20 Juli 1930. Itu sebabnya dalam banyak catatan, dia disebut putra Pinrang. Namun dalam berbagai ucapan ia disebut putra Nusa Utara.
Di Sulawesi Selatan, ia dikenal sebagai cucu dari Raja Letta di Pinrang. Ayahnya, Julius Baramuli dari Sangihe dan dan ibunya, Puang Pole Larumpu dari Pinrang. Menikah dengan putri Minahasa Prof. Albertina Nomay Kaunang, SH., dan dikaruniai 3 orang putra.
Politisi dan pengusaha Aryanthi Baramuli Putri, SH, MH –yang beberapa kali terpilih sebagai Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Dapil Sulawesi Utara — merupakan putri kandung dari tokoh yang populer disebut sebagai anak desa Tamako Kabupaten Kepulauan Sangihe itu.
GUBERNUR TERMUDA DAN KARIER CEMERLANGNYA
Ketika pemberotakan Permesta meletus pada 1957, A.A. Baramuli termasuk salah satu tokoh Sulawesi Utara yang tak mau ikut menanda tangani naskah Proklamasi “Permesata” demi kesetiaannya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kecerdasan dan sikap nasionalis Arnold A. Baramuli, itulah yang membuat ia menjadi incaran Soekarno. Pada usia yang baru 29 tahun, ia dipercayakan Presiden pertama Indonesia itu untuk menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Utara-Tengah pada tahun 1960 sampai 1962.
Sebelum menjadi gubernur, Baramuli memulai karir awalnya di pemerintahan sebagai jaksa penuntut umum di Kejaksaan Negeri Jakarta pada tahun 1954. Kemudian menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Makassar di Sulawesi Selatan pada tahun 1956. Selanjutnya, ia mendapat kenaikan jabatan menjadi Letnan Kolonel dan diangkat menjadi anggota Dewan Pengawas Kejaksaan Tinggi Sulawesi. Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Oditur Tinggi Militer Indonesia Timur.
Pada tahun 1963-1965 karirnya di jalur birokrasi semakin melejit ketika ia dilantik menjadi Penasihat Menteri Dalam Negeri (1963-1965), dan berlanjut sebagai Kepala Tim Ekonomi dan Keuangan Departemen Dalam negeri (1970-1973).
Di kancah politik Indonesia, Arnold A. Baramuli, menjadi anggota DPR RI pertama kali pada tahun 1971 lewat Partai Golkar. Pada tahun 1973-1974 ia juga dipercaya untuk mengemban jabatan sebagai Wakil Ketua Dewan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan Departemen Dalam Negeri, yang kemudian berlanjut sebagai Wakil Ketua Komite Indonesia-Jepang pada tahun 1974.
Diangkat sebagai anggota Komnas HAM pada 1993 hingga1998. Kemudian terpilihh sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sampai dengan tahun 1999. Menjabat sebagai Anggota MPR utusan daerah Sulawesi Selatan untuk periode 1997-2004. Jabatan terakhirnya di karir pemerintahan adalah sebagai pegawai utama madya Departemen Dalam Negeri.
Di dunia usaha, ia pendiri perusahaan sukses Poleko Group yang membawahi 17 perusahaan dan khusus sebagai Charman Poleko Trading di Poleko Group.
Di dunia Internasional, A.A. Baramuli, terpilih sebagai anggota Mahkamah Arbitrase Internasional pada ICC (International Chamber of Commerce) yang berpusat di Paris periode 1991-1995 dan 1995-1999. Ia juga pernah menjabat sebagai Lektor Kepala Luar Biasa pada Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang tahun 1958.
BEBERAPA GEBRAKAN
Ketika menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Utara-Tengah, kondisi negara belum lama merdeka. Di lain sisi Gubernur A.A. Baramuli juga harus menghadapi pemberontakan Permesta. Dalam kondisi yang serba sulit itu, ia membangun penyediaan perumahan di Bumi Beringin untuk para pegawai kantor gubernur.
Lalu pada tahun 1965, ketika Jenderal Sumarno menjadi Menteri Dalam Negeri, Baramuli diangkat menjadi Kepala Badan Pengawas Perusahaan Daerah (Bappeda). Badan ini dibentuk pada tahun 1958 untuk mengambil alih kendali atas banyak perusahaan Belanda yang berbasis di daerah, yang telah dinasionalisasi. Perusahaan-perusahaan Bappeda dioperasikan oleh para gubernur provinsi, yang biasanya adalah perwira militer. Penunjukan Baramuli sebagai pimpinan Bappeda membuatnya dipandang sebagai “jenderal keuangan” di lembaga tersebut.
Setelah Amirmachmud menjadi Menteri Dalam Negeri pada tahun 1969, Baramuli melanjutkan dedikasinya di Jakarta sebagai staf ahli yang bertanggung jawab atas aset-aset negara di daerah.
Pada tahun-tahun awal masa kepemimpinan Presiden Suharto, Baramuli menjabat sebagai kepala tim ekonomi dan keuangan Kementerian Dalam Negeri dari tahun 1970 hingga 1973. Dia kemudian menjadi wakil ketua Dewan Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan kementerian tersebut dari tahun 1973 hingga 1974.
Prestasinya membuat Baramuli kemudian ditunjuk sebagai wakil ketua Komite Indonesia-Jepang pada tahun 1974. Baramuli pernah aktif di Kadin dan juga merupakan anggota Dewan Kehormatan Golkar.
Pada Februari 1994, sebagai anggota Komisi VII DPR RI, Baramuli membongkar skandal penipuan perbankan yang melibatkan Eddy Tansil. Dalam rapat dengar pendapat antara Komisi VII dan Gubernur Bank Indonesia Sudrajad Djiwandono, Baramuli mengajukan pertanyaan mengenai kredit macet Tansil di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo). Ia mengatakan bahwa prosedur pinjaman tersebut cacat atau tidak memenuhi prosedur karena Tansil tidak memberikan agunan. Tansil, telah memperoleh pinjaman sebesar $430 juta dari Bapindo untuk perusahaan Golden Key untuk membangun pabrik petrokimia, namun pabrik tersebut tidak pernah dibangun dan pinjaman tersebut tidak dilunasi. Tansil pada bulan Agustus 1994 dijatuhi hukuman 17 tahun penjara, namun pada tahun 1996 Tansil berhasil keluar dari penjara dan meninggalkan Indonesia.
Ketika Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, Habibie menjadi presiden dan Baramuli diangkat menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Dalam posisi ini, ia dianggap juga sebagai kepala staf de facto Habibie.
Sejak tahun 1993 hingga 1998, Baramuli juga merupakan anggota pertama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Baramuli memimpin delegasi Komnas HAM yang pada bulan Januari 1994 menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia dalam protes terhadap pembangunan Nirwana Resort di Tanah Lot, Kabupaten Tabanan, Bali. Komnas HAM saat itu mendesak komisi analisis yang menangani dampak lingkungan daerah Bali untuk segera menyelesaikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang sebelumnya ditolak oleh masyarakat.
Baramuli disebutkan ikut menyelidiki klaim penyelundupan di Makassar oleh oknum pemilik bisnis yang berasal dari kalangan orang asing yang menyimpan uang mereka di luar negeri seperti di Singapura dan Hong Kong. Baharuddin Lopa, yang kemudian menjadi jaksa agung, adalah bagian dari tim investigasi Baramuli.
JEJAK PENDIDIKAN DAN AKHIR HIDUPNYA
Dr. Arnold Achmad Baramuli, SH menyelesaikan pendidika Sekolah Dasar di SD Pinrang tahun 1945. Lalu melanjutkan ke Mulo (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) Makassar (1948). Kemudian melanjutkan ke Bestuur School Makassar (1950). Lalu ke Fakultas Hukum Universitas Indonesia (1955). Tahun 1957 mengikuti Kursus Intelejen Singapura, dan pendidikan Lemhanas (1981-1982). Mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari Lincoln University, San Fransisko, Amerika Serikat.
Saat menjadi mahasiswa di Universitas Indonesia, Baramuli terpilih sebagai Ketua GMD (Gerakan Mahasiswa Djakarta). Ia juga sebagai pendiri Majalah Mahasiswa “Forum”. Ia tercatat sebagai salah seorang Pimpinan Perhimpunan Mahasiswa Seluruh Indonesia.
Arnold Achmad Baramuli tutup usia pada tanggal 11 Oktober 2006 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Almarhum diketahui sudah mengidap penyakit liver akut sejak tahun 2004. Susilo Bambang Yudhoyono yang menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia pada waktu itu datang melayat, didampingi oleh Ibu Negara Ani Bambang Yudhoyono.
Dr. A.A. Baramuli,SH., memperoleh penghargaan Bintang Angkatan 1945 bersama tokoh-tokoh Pejuang 1945 di Sulawesi Selatan. Ia juga memperoleh penghargaan Bintang Maha-Putra Utama dari Pemerintah Republik Indonesia pada 15 Agustus 1997. Menerima Penghargaan Gwanghwa Medal Diplomatic Service Merit (First Class) dari Pemerintah Republik Korea Selatan. (*)
Discussion about this post