Tulisan opini berikut adalah tugas kelompok dari mahasiswa semester 2 Universitas Kristen Indonesia, Program Studi Hubungan Internasional. Mereka adalah Antoneta Manginsela, Astroviska Dayantresya Sabea, Cecilia Chelsea K, Lycael Marqueritta Talussa, Nikko Nathanael H, Yessy Putri Natasya.
Kebudayaan merupakan suatu hal yang melekat dan mengikat dalam masyarakat di suatu wilayah secara turun-temurun. Setiap daerah mempunyai ciri khas kebudayaannya masing-masing, tidak ada yang sama persis, namun sebagian ada sedikit kemiripan baik cara menarinya, rumah adatnya dan lain-lain.
Sedangkan globalisasi yang mana terjadinya proses mendunia suatu hal ?, yang bisa menjadi dampak penting bagi suatu kebudayaan baik dalam daerah maupun suatu negara. Akan tetapi, dampak globalisasi terhadap kebudayaan bermacam-macam seperti budaya suatu negara semakin dikenal atau semakin mendunia. Sedangkan, Dampak negatifnya adalah sering ditemukan budaya dari suatu negara diakui oleh negara lain sebagai budaya dari negaranya.
Klaim budaya sendiri dapat terjadi dikarenakan oleh beberapa hal. Adapun menurut terdapat beberapa faktor internal yang mengakibatkan terjadinya klaim budaya yaitu tidak adanya aturan yang jelas untuk mengatur bagaimana jalannya perlindungan kebudayaan, kurangnya peran pemerintah untuk melestarikan budaya Indonesia, rendahnya inisiatif pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk mematenkan budaya Indonesia.
Adapun, Kecenderungan perilaku masyarakat Indonesia yang seperti dijelaskan di atas, mengakibatkan banyak budaya asli Indonesia yang diakui oleh negara lain. Salah satunya adalah Malaysia yang mengklaim kembali kebudayaan Indonesia sebagai kebudayaan miliknya. Sebelumnya Malaysia pun sering kali mengklaim bahkan mematenkan kebudayaan Indonesia, seperti batik, angklung, dan lagu Rasa sayange. Klaim tersebut kembali dilakukan Malaysia terhadap Tari Pendet yang merupakan kebudayaan asli Indonesia.
Hubungan Malaysia dan Indonesia sebagai negara tetangga dengan berbagai kemiripan budaya cenderung mengakibatkan munculnya konflik diantara keduanya. Tari Pendet menjadi salah satu budaya yang diperebutkan hak patennya oleh kedua negara tersebut. Ketegangan yang terjadi banyak menimbulkan perdebatan antara Indonesia dan Malaysia terhadap permasalahan klaim ini. Tari Pendet sendiri merupakan salah satu tarian penyambutan khas Bali yang sering ditampilkan dalam berbagai acara.
Tarian ini digunakan sebagai penyambutan tamu besar dan acara budaya lainnya. Tari Pendet ini biasanya dimainkan oleh para penari wanita dengan membawa mangkuk yang berisi bunga yang menjadi ciri khasnya. Tari Pendet sebagai tarian tradisional Bali, memiliki berbagai keunikan yang membedakannya dengan tarian dari daerah lain.
Di antaranya adalah nilai sakral dan religius, ritme musik yang unik dan khas, serta dapat dimainkan oleh semua kalangan. Tarian ini sangat kental akan unsur agama Hindu, penari tarian ini juga masih menjaga nilai-nilai sakral dan religius yang terkandung dalam setiap gerakan Tari Pendet.
Selain nilai Sakral dan Religius, Tari Pendet ini juga memiliki ritme musik yang unik dan khas, karena tarian ini akan menyesuaikan alunan tabuhan gamelan sebagai musik pengiring, sehingga menciptakan keselarasan antara keduanya.
Keunikan selanjutnya, dari Tari Pendet ini adalah dapat dimainkan oleh semua kalangan, karena yang paling terpenting adalah kemauan dan ketulusan dalam menari. Mulai dari kalangan anak-anak hingga lansia dapat memainkan tarian ini dengan kostum yang sama dan juga gerakan yang sama.
Kontroversi Tari Pendet 2009 ini bermula dari sebuah konflik hubungan antara Indonesia dan Malaysia yang disebabkan oleh sebuah iklan yang mempromosikan pariwisata Negeri Jiran tersebut. Dalam hal ini menampilkan tarian Pendet Bali yang sebetulnya bukan tarian Malaysia, sehingga menyebabkan kemarahan bagi warga Indonesia.
Peran globalisasi di sini membuat negara antar negara tidak memiliki batasan, terutama di era digital yang terus berkembang. Baik dari segi ruang, waktu, dan budaya sekalipun. Pihak pemerintah Malaysia mengaku telah memberikan permintaan maaf kepada Indonesia, namun pihak Indonesia menolak permintaan maaf tersebut karena dirasa kurang akuntabel dan formal.
Selanjutnya, pihak pemerintah Malaysia menyatakan tidak akan mengirimkan surat permintaan maaf secara formal kepada Indonesia, karena merasa bukan tanggung jawab mereka untuk melakukan hal tersebut, melainkan pihak stasiun tv. Stasiun TV Discovery Channel pun akhirnya mengirimkan surat permintaan maaf dan bersedia untuk menanggung resiko atas kelalaian editornya dalam menyunting klip tersebut. Konflik ini tidak berakhir begitu saja, Indonesia melancarkan demonstrasi Anti – Malaysia.
Aksi demonstrasi yang dilakukan Indonesia diantaranya adalah pemberhentian penerimaan mahasiswa yang berasal dari Malaysia pada tahun akademik 2009-2010 oleh Universitas ternama, yaitu Universitas Diponegoro. Adapun terjadi di Jakarta oleh sekumpulan orang yang melakukan “penyapuan,” dimana mereka menghentikan kendaraan yang tujuannya adalah menanyakan apakah mereka orang Malaysia atau bukan.
Bahkan masalah ini mendapat perhatian dari blog University World News yang mengangkat beritanya hingga diketahui secara global. Kemudian dibuat nota kesepahaman budaya antara pemerintah Indonesia dan Malaysia tentang wilayah grey (abu-abu), dimana Indonesia dan Malaysia berasal dan memiliki latar belakang budaya serumpun, yaitu Melayu.
Tari pendet jelas berasal dari Bali sudah memiliki sejarah yang cukup lama dan merupakan tarian persembahan agama Hindu kepada para Brahmana. Sedangkan, Malaysia yang berlatar belakang agama Islam jauh hubungannya dengan agama Hindu.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai sudut, seperti pakaian yang digunakan para penari pendet yang berbeda dengan syariat Islam, latar belakang sejarah Malaysia dan Bali, maupun tujuan dari tari tersebut berbeda dengan tarian yang ada di Malaysia.
Terdapat banyak alasan yang digunakan Malaysia atas klaim budaya tersebut antara lain, Malaysia menganggap diri mereka dapat lebih menghargai budaya dibandingkan dengan masyarakat Indonesia, Malaysia yang selama ini melakukan promosi budaya ke masyarakat Internasional memanfaatkan budaya Indonesia yang kurang diperhatikan sebagai jati diri mereka, dan di era persaingan globalisasi ini, Malaysia membutuhkan amunisi baru sebagai alat persaingan budaya yang dapat menghasilkan pertambahan devisa mereka, serta adanya tekanan terhadap UMNO dan Distinct identity yang dialami Malaysia.
Banyaknya peristiwa dengan pengklaiman yang terjadi menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat Indonesia terhadap kebudayaannya sendiri. Selain itu, munculnya budaya asing di Indonesia membuat masyarakat lebih condong mengikuti dan ‘melestarikan’ budaya asing dibandingkan kebudayaan nasional.
Masuknya budaya asing sendiri ke Indonesia disebabkan globalisasi yang sudah mendominasi di Indonesia. Tari pendet adalah salah satu dari sekian banyaknya budaya yang dimiliki oleh Indonesia.
Negara Indonesia terkenal dengan sebutan bangsa yang luhur dan mempunyai banyak budaya yang tersebar luas di seluruh pelosok daerah. Pengaruh globalisasi yang sangat kuat menyebakan lunturnya budaya asli Indonesia, akibat berkurangnya rasa ketertarikan masyarakat terhadap kebudayaan nasional dan ditambah pengeklaiman dari negara lain.
Untuk itu, Perlu sekali peningkatan pengetahuan, dan pelestarian tentang kebudayaan asli bangsa Indonesia oleh setiap individu masyarakat. Peristiwa ini menjadi pengingat bagi pemerintah Indonesia untuk mempertegas sikapnya akan masalah klaim budaya asli Indonesia oleh negara asing, sehingga tidak terjadi lagi terutama di era globalisasi yang semakin kuat. (**)
Referensi
Effendhie, M. (2019). Arsip, Memori, dan Warisan Budaya.
Mulyani, E. (2016). TINJAUAN UMUM KLAIM BUDAYA INDONESIA OLEH MALAYSIA. Retrieved from http://repository.unpas.ac.id/: http://repository.unpas.ac.id/13435/4/bab%202.pdf
Patji, Abdul Rahman (2010). Pengembangan dan Perlindungan Kekayaan Budaya Daerah : Respon Pemerintah Indonesia terhadap adanya klaim oleh pihak lain
https://jmb.lipi.go.id/jmb/article/download/156/136/301
Sujanto, Asep (2013) Perlindungan Hukum Internasional terhadap tari tradisional Bangsa Indonesia berdasarkan Konvensi UNESCO tahun 2003
https://repository.unri.ac.id/handle/123456789/4563
Suneki, S. (2012). Dampak Globalisasi Terhadap Eksistensi Budaya Daerah.
Discussion about this post