Sangihe, Barta1.com – Gerakan perlawanan rakyat di Kepulauan Sangihe menolak PT. Tambang Mas Sangihe (TMS) kian gencar dilakukan. Rabu (10/11/2021) kemarin, aksi penolakan dalam bentuk demonstrasi serentak dilakukan di Jakarta, Manado dan Sangihe.
Ketika sebagian besar kaum muda terbungkam atau jutru menjadi penghianat atas persoalan-persoalan sosial, di Sangihe sendiri, aksi perlawanan rakyat kepada PT. Tambang Mas Sangihe (TMS) diambil alih atau dipimpin langsung oleh seorang kakek berusia 76 tahun.
Agustinus Mananohas namanya. Ia mempersiapkan warga Bowone dan sekitarnya dengan ikat kepala menggunakan kain hitam, diselipkan dengan sehelai kecil kain berwarna merah sebagai tanda duka, keberanian dan perlawanan rakyat.
Di siang terik di peringatan hari Pahlawan, Opa Agust nama panggilannya dan puluhan warga menyerbu Mess dan Base Came PT. TMS di Kampung Bentung, Kecamatan Tabukan Selatan dan Kampung Bowone, Kecamatan Tabukan Selatan Tengah.
Suara perlawanan bertuliskan Jangan Rampas Tanah Kami, PT. TMS Melanggar Undang-Undang 1 Tahun 2014, Cabut dan Usir PT. TMS, dan lain sebagainya direntangkan di karton-karton dan spanduk demonstrasi.
Karena usia ia sesekali terbata-bata menyampaikan orasinnya di siang itu. Ia tak patah semangat menyerukan penolakan dari atas mobil pick up. Suaranya lantang membayangkan bagaimana kondisi kampung halamannya ketika dieksploitasi oleh perusahaan tambang yang berinduk di Kanada tersebut.
“Jika anda melihat pulau yang hijau membiru, itulah Sangihe dengan anugerah Tuhan. Jadi jangan dirusak. Saya sudah bisa membayangkan bagaimana Sangihe dalam waktu 33 tahun kedepannya setelah PT. TMS merusak lahan perkebunan warga. Oleh karena itu saya menolak tegas,” Opa Agust dalam orasinya.
Dia juga menerangkan bahwa tak ada kepentingan apapun di dalam dirinya selain karena kesadaran menjaga dan merawat tanah tanah Sangihe untuk diwariskan kepada anak cucu kedepannya.
“Di usia yang sudah 76 tahun ini apa kepentingan saya? Jika saya mau uang, saya sudah dapat uang semenjak awal. Tetapi saya sadar, ada kepentingan lebih besar yang harus kita jaga yaitu tanah air kita sebagai penyedia bahan makanan untuk kita masyarakat dan anak cucu di hari depan” Ungkapnya.
Namun begitu dirinya menyadari adanya beberapa warga yang terlanjur bekerja di perusahaan PT. Tambang Mas Sangihe. Dia tak marah namun ia mengimbau untuk tidak menjadi penghianat kepada saudara-saudaranya.
“Bagi saudara-saudara kami yang bekerja di PT. TMS, saya maklumi karena untuk mencari makan, tetapi janganlah kalian mencari makan menghianati saudara sendiri,” ucap Opa Agust sembari mengingatkan agar jangan terjadi perpecahan sesama anak daerah.
Soal demonstrasi tersebut direktur PT. Tambang Mas Sangihe (TMS) Jiiriel Kumajas mengatakan demo penolakan tambang itu bisa terjadi dimana-mana. Hal ini menurutnya bagian dari kurangnya informasi dan kesejahteraan.
“Jadi penolakan itu memang kalau di tambang sesuatu yang terjadi di mana-mana, kita menyikapi lebih kepada apakah ini terjadi karena kekurangan informasi, apa yang akan kita kerjakan di sini, atau memang kepenuhan untuk kesejahteraan belum semuanya terpenuhi, nah kita dari pihak TMS mengapresiasi pendapat dari masyarakat dimana nanti kita juga akan semakin mensosialisasikan apa yang akan kita kerjakan,” Ungkapnya.
Sangihe sendiri adalah sebuah pulau di Provinsi Sulawesi Utara yang merupakan daerah perbatasan Indonesia – Filipina. Wilayah KK (kontrak karya) pertambangan emas di Sangihe tercatat sebagai Blok A 10PK0189, atau Blok Sangihe.
Letaknya di selatan Pulau Sangihe dengan luas 42.000 hektar yang berarti 56,9 persen dari luas total 105 pulau di Kepulauan Sangihe, yaitu 73.698 hektar. Wilayah KK tambang emas itu membentang di wilayah 80 kampung yang tersebar di tujuh kecamatan, dan hari ini ditentang warga.
Peliput : Rendy Saselah
Discussion about this post