Manado, Barta1.com – Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Manado menggelar diskusi publik bertema: Membaca Otoritarianisme di Dalam Demokrasi Indonesia, Sabtu (12/12/2020).
Tiga pemantik diskusi yakni Yudha Latjandu (pangamat politik), Satriano Pangkey (YLBHI-LBH Manado), dan Valentino Lumowa (dosen Filsafat Unika De La Salle Manado).
Yudha menyebutkan jika ditarik dari tema diskusi, bahwa masuknya elemen pemodal di dalam parlemen menciptakan berbagai macam regulasi yang hanya mementingkan kepentingan modal mereka, misalnya omnibus law.
“Maka komitmen sesungguhnya terhadap demokrasi terancam lewat kepentingan modal yang masuk hingga pada lembaga demokratis seperti DPR. Dengan demikian kekuasaan berjalan beriringan dengan modal,” ujarnya.
Sedangkan aktivis LBH Manado, Satriano Pangkey menyampaikan dari data-data maupun rilis yang diterima dari koalisi masyarakat sipil menunjukkan banyak upaya pembungkaman dan represif yang amat tinggi diberbagai daerah.
“Terutama pada saat demonstrasi menolak UU Cipta Kerja. Dimana kekerasan dipertontonkan di depan publik. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengabaian terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Belum lagi, upaya kebebasan berpendapat yang sering dibatasi lewat aturan-aturan hukum seperti UU ITE yang memiliki pasal-pasal karet, yang dapat menjerat siapa saja,” katanya.
Adapun pandangan demokrasi menurut Velentino Lumowa, bahwa demokrasi Indonesia belum masuk pada tataran ideal demokrasi yang sesungguhnya. Hampir tidak ada partai politik yang tampil dengan keyakinan ideologis tertentu untuk mencapai cita-cita demokrasi yakni Bellum Commune atau kesejahteraan umum.
“Otoritarianisme berbeda dengan totalitarisme yang mendominasi secara total hampir disegala ranah. Otoritarisme hanya sebagian dari ranah tersebut. Otoritarianisme muncul juga dalam relasi sosial masyarakat yang timpang. Dalam masyarakat yang sejahtera pun bisa muncul otoritarianisme, karena masyarakat yang sudah sejahtera dan kaya cenderung tidak bergairah untuk berkontribusi di dalam politik, sehingga ini menjadi cela para despot untuk menguasai kehidupan politik. Makanya munculah yang namanya depotisme modern,” ujarnya.
Melihat pandangan ketiga pemantik, Sekretaris DPK GMNI UNPI Manado, Taufik Poli memberikan pandangannya otoritarianisme sebagai sebuah rezim, mungkin masih belum dalam demokrasi Indonesia, tetapi di dalam tindakan, kita sudah melihat banyak tindakan otoriter.
“Tradisi filsafat barat cenderung memandang otoritarianisme itu sebagai sebuah rezim politik, tidak memandangnya dalam hal tindakan. Hal ini memudahkan pemerintah mengelak kalau rezimnya otoriter (karena definisi otoriter sebagai sebuah rezim) tetapi pemerintah tidak bisa mengelak dari tindakan otoriter yang sudah nyata,” katanya.
Wakil Ketua DPC GMNI Manado, Herald Gabriel mengatakan diskusi ini dilaksanakan berdasarkan kegelisahan atas situasi yang terjadi di Indonesia. Sebuah pemerintahan yang terlihat demokratis, tapi bertendensi ke arah otoritarianisme. “Sebagai bagian dari gerakan, GMNI harus bisa menganalisa situasi seperti ini dalam bentuk pengawalan terhadap Pancasila Bung Karno dan cita-cita masyarakat adil dan makmur,” imbuhnya.
Peliput : Meikel Pontolondo
Discussion about this post