Manado, Barta1.com — Warga desa seputaran kompleks tambang yang dikelola PT Meares Soputan Mining (MSM) di Likupang, Minahasa Utara, geram tak kepalang. Ini karena permintaan mereka terkait laporan pembuangan tailing MSM tak diperlihatkan pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sulawesi Utara.
“Kami minta segera perlihatkan data pembuangan tailing PT MSM, kami patut tahu karena sesuai perjanjian waktu lalu informasi seperti ini wajib diketahui masyarakat,” seru Meybi Nelwan, Jumat (06/03/2020) saat bertatap muka di kantor DLH Sulut, Jl 17 Agustus, Wenang Manado.
Tini Tawa’ang Selaku Kepala Bidang Tata Lingkungan menolak mengabulkan permintaan Panglima Aliansi Doyot Linekepang (ADL) itu, yang datang bersama Ketuanya dr James Lengkong serta beberapa warga desa lingkar tambang. Alasan Tini, untuk memperlihatkan laporan ini staf dinas harus menunggu kehadiran Kepala DLH Marly Gumalag. Birokrat perempuan itu tak berada di tempat karena beberapa hari terakhir menjalankan tugas di luar daerah.
“Kita hanya staf pak, punya aturan dan harus menunggu ibu Kadis pulang dulu,” ujar Tini.
Alasan itu tak sepenuhnya diterima warga yang mendatangi kantor DLH. Karena menurut Daud, Kepala BPD Desa Rinondoran, laporan perusahaan itu akan disampaikannya ke masyarakat desa. Desa Rinondoran sendiri berada tak jauh dari lokasi eksplorasi tambang PT MSM. Rinondoran juga berada relatif dekat dengan Tailing Storage Fasility (TSF) atau pembuangan limbah yang dihasilkan dari operasi pertambangan perusahaan itu.
“Asal DLH tahu sejak perusahaan ini beroperasi sudah 9 kali desa kami kena banjir, bahkan 2 kali banjir bandang yang mengancam keselamatan semua warga,” kata Daud.
Laporan dari MSM dibutuhkan warga, karena dalam amatan mereka limbah cair dalam tampungan di TSF sudah sangat tinggi dan bisa meluber keluar. Kondisi begitu jelas akan sangat membahayakan pemukim di sekitar lokasi tambang, khususnya warga Desa Rinondoran.
Mengenai laporan ini, menurut Tini, dilaporkan setahun 2 kali oleh PT MSM. Menyangkut kualitas tailing, lanjut dia, masih di bawah baku mutu yang ditetapkan. Artinya, masih aman. Kalaupun ada pencemaran, DLH menyanggupi untuk melakukan proses hukum.
Sayangnya warga yang datang tidak percaya begitu saja. Apalagi ketika mendesak agar buku laporan enam bulanan itu cukup diperlihatkan saja, namun tidak disanggupi staf DLH. Meybi dkk kian curiga laporan tersebut sebenarnya tidak dipegang oleh DLH, alias tidak pernah dimasukkan oleh PT MSM.
“Jangan-jangan ya, laporan ini memang tidak ada,” cetus Tony Rondonuwu, warga Rinondoran lainnya.
“Ada pak laporannya, hanya memang kami tak berkewenangan untuk memperlihatkan karena harus menunggu ibu Kadis hadir dulu,” bantah Tini.
Pun saat warga meminta agar Kadis DLH segera dihubungi lewat telepon, Tini beralasan hal itu telah dia lakukan tapi Marly Gumalag tak bisa terhubung. Tini pun meminta pengertian masyarakat agar ada waktu bagi mereka untuk memperlihatkan laporan di waktu lain. Bukan pada hari yang sama, tapi dimundurkan hingga beberapa hari ke depan.
“Bagaimana kalau Senin atau Selasa saja,” ujar dia.
Pada akhirnya disepakati lewat surat pernyataan, pertemuan lanjutan antara warga dan DLH dilakukan Senin 9 Maret 2020. Dalam pertemuan itu DLH akan menunjukkan laporan PT Meares Soputan Mining. (*)
Peliput: Ady Putong
Discussion about this post