Meraih kemenangan bersama kerajaan Gowa dalam perang laut melawan armada tempur Arung Palakka dari Kerajaan Bone pada 1660, baru secuil catatan dari kekuatan militer Kerajaan Siau, sebuah imperium kecil yang disebut-sebut punya cerita sejarah yang besar ini.
Kerajaan Siau, menurut sejumlah literatur, salah satu kerajaan di Nusantara yang pernah eksis selama lebih 4 abad. Didirikan raja pertama Lokongbanua pada tahun 1510 hingga masa akhir Presiden Pengganti Raja Siau Ch David, tahun 1956, atau 11 tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 di Jakarta.
Imperium kecil ini, ungkap situs Arkeologi dan Riset Sejarah, awalnya hanya terdiri dari pulau Siau yang luasnya tak lebih dari 100 Km2. Kemudian, berkembang mencakup daerah-daerah di bagian selatan Sangihe, pulau Kabaruan (Talaud), pulau Tagulandang, pulau-pulau di teluk Manado dan wilayah pesisir jazirah Sulawesi Utara (kini Minahasa Utara), serta ke wilayah kerajaan Bolangitan atau Kaidipang (Bolaang Mongondow Utara), bahkan berekspansi armada lautnya sampai ke Leok Buol.
Perluasan wilayah Kerajaan Siau tersebut terjadi, terutama, di masa pemerintahan Raja Don Geronimo Winsulangi (1591-1639) hingga Raja Don Fransiscus Xavirius Batahi (1639-1678), yang ditopang penuh kekuatan armada angkatan laut yang besar, tulis Max S. Kaghoo dalam bukunya “Jejak Leluhur, Warisan Budaya di Pulau Siau”, yang diterbitkan PT. Kanisius 2016.
Dalam sejumlah catatan sejarah disebut, pembangunan dan modernisasi besar-besaran Armada Angkatan Laut Kerajaan Siau dilakukan pada tahun 1612 di bawah pengawasan Laksamana Hengkengunaung, seorang panglima perang yang diangkat Raja Don Geronimo Winsulangi (1591-1639). Kerajaan Siau pun bangkit menjadi salah satu kekuatan besar di kawasan Timur Nusantara, terutama dalam pengamanan territorial laut kawasan pulau Sulawesi hingga Mindanao Selatan.
Di masa itu, catat Kaghoo, Angkatan Darat kerajaan Siau dibagi menjadi 3 pasukan yaitu, Pasukan Kompania, Upase, dan Labadiri. Sementara Angkatan Laut dibagi menjadi 3 pasukan menurut jenis armada tempur yakni, Pasuka Bininta, Konteng, dan pasukan Kora-kora.
Sementara sebelumnya, pada tahun 1592, penguasa Spanyol, Gubernur Jenderal Perez Dasmarinas di Filipina, sebagaimana catatan misionaris D. Brillman, mengabulkan sejumlah bantuan militer dan persenjataan, terutama bantuan armada kapal perang yang diperlengkapi persenjataan modern kepada kerajaan Siau, kendati tak seluruh kesepakatan bantuan itu terealisasi karen Dasmarinas, kemudian terbunuh oleh awak kapalnya sendiri.
Pitres Sombowadile dalam sebuah artikelnya menyebutkan, kerajaan Siau dalam berbagai catatan Belanda dan sejarawan lokal di Manado, H.M. Taulu, disebut-sebut pernah mengusir armada Kerajaan Makassar yang menduduki wilayah Bolaang Mongondow. Tidak terhitung juga menghalau para armada perompak asal Mindanao.
HB Elias dalam buku “Sejarah Pergerakan Kebangsaan Indonesia di Siau (1973)” mencatat Hengkengunaung, seorang Laksamana Angkatan Laut Kerajaan Siau, mencapai kejayaan di masa pemerintahan Raja Don Fransiscus Xavirius Batahi (1639-1678), ditandai dengan kemenangannya dalam sejumlah pertempuran laut di kawasan Timur Nusantara.
Pasca-pembangunan dan modernisasi Armada Angkatan Laut Kerajaan Siau yang dilakukan pada tahun 1612, catat H.B. Elias, Hengkengunaung berhasil memberantas tindakan teror Makaampo dan mengamankan Tampungang Lawo (Sangihe).
Ia juga disebut beradu kesaktian dengan seorang pahlawan Dagho, Ansuang Killa. Pertempuran keduanya berimbang dan berakhir dengan genjatan senjata karena tidak ada pihak yang kalah. Hengkengunaung juga berhasil mengamankan rakyat Makalehi dari teror Onding.
Pada tahun 1621 armada tempur kerajaan Siau berhasil mengamankan pulau Kabaruan dari kemelut dan gejolak perang saudara di kawasan Porodisa (Talaud) sehingga Kabaruan menjadi daerah kekuasaan Siau.
Pada tahun 1640, ungkap H.B. Elias, sebuah konvoi besar-besaran bajak laut Mindanao menyerbu daratan Minahasa yang berujung pada pertempuran “Kasuang”. Dalam pertempuran “Kasuang”, pasukan Minahasa mendapat bala bantuan dari Angkatan Perang Kerajaan Siau yang langsung dipimpin Panglima Hengkengunaung.
Dengan mengerahkan pasukan angkatan laut kerajaan, Laksamana Hengkengunaung, memburu kapal-kapal para perompak hingga ke teluk Kora-kora, Minahasa. Di pantai Kora-kora, pasukan Hengkengunaung menumpas habis para pengawal kapal pasukan bajak laut Mindanao.
Sementara di Kasuang, pasukan Tomohon dan Tondano, Minahasa, tengah menghadapi pertempuran dengan para perompak yang sudah tiba di sana. Pertempuran “Kasuang” ini disebut Elias, berlangsung sengit karena pasukan perompak memiliki persenjataan tempur yang kuat. Kehadiran bala bantuan Angkatan Perang Kerajaan Siau di tempat itu, akhirnya membuat pasukan Minahasa dengan cepat memenangkan pertempuran.
Ekspedisi ke Selatan armada Angkatan Laut Kerajaan Siau, sebut Elias, berhasil menaklukan Raja Makaaloh di Talawaan pada tahun 1642. Kemudian Angkoka, Raja Singkil ditundukkan pada tahun 1643.
Armada Angkatan Perang Kora-Kora dan Bininta kerajaan Siau dibawah Panglima Perang Hengkengunaung tiba di Leok Buol pada tahun 1645, berhasil menghalau Angkatan Laut Kerajaan Gowa yang hendak menaklukan kawasan Utara Pulau Sulawesi (Sulawesi Utara). Setelah perang di laut Buol itu, dua bulan kemudian, catat Kaghoo, Kerajaan Gowa dan Kerajaan Siau mencapai kesepakatan menjalin kerjasama menghadapi Arung Palakka dari Kerajaan Bone.
Di akhir 1660, ketika Arung Palakka melancarkan serangan terhadap Gowa, ia mengalami kesulitan, kerena kekuatan militer Gowa menjadi sangat kuat dengan bantuan armada tempur kerajaan Siau di bawah Laksamana Hengkengunaung. Dalam pertempuran itu Gowa meraih kemenangan, sementara Arung Palakka terpaksa mundur, kemudian bersama para pengikutnya berlayar jauh melarikan diri ke Batavia pada tahun 1663.
Pada tahun 1666, armada tempur kerajaan Siau, catat Elias, kembali ke pangkalan Angkatan Laut di Kedatuan Siau karena mendapat kabar bahwa penghuni Benteng Kastila (tentara Portugis) sedang melakukan tindakan teror pada penduduk Siau. Ancaman Dalam Negeri ini lantas diberangus oleh Laskar Hengkengunaung sampai penduduk kembali hidup merdeka. (*)
Penulis : Iverdixon Tinungki
Discussion about this post