Penulis: Jolly Horonis*
Rasa penasaran merupakan sifat alamiah manusia. Rasa penasaran ini membawa saya bertemu dengan seorang penjual pakaian yang mengusung tema kearifan lokal Sulawesi Tenggara. Kecerdikannya dalam mempromosikan produk-produk jualannya membuat saya lebih asik untuk bertanya lebih jauh tentang tulisan-tulisan khas pada produk jualan mereka.
Mata saya tertuju pada gambar di sebuah kaos yang menggambarkan manusia berkepala seperti rusa yang tanduknya belum bercabang dan mengendarai motor model jadul. Pada kaos tersebut tertulis ‘POLEMORE’
Menurut penjual kaos tersebut, Polemore adalah sejenis mantra pemikat hati seorang gadis yang digunakan oleh masyarakat purba suku Tolaki dan Mekongga Sulawesi Tenggara. Tidak dijelaskan lebih jauh apakah Polemore ini menggunakan medium lain sebagai pengantar agar tercapai maksud kepada target seperti media air, rambut, asap, dll.
Seorang teman bicara yang kebetulan bertemu di warung kopi sekitar Kendari Beach berkisah, Polemore itu menurut cerita orang-orang adalah doa atau mantra yang dibacakan di air yang akan digunakan untuk mandi. Gambarannya, sebelum mandi kita siapkan air lalu mantra Polemore itu dibacakan pada air tersebut dan di saat kita menyiramkan air (mandi) itu kita membayangkan gadis yang kita targetkan itu. Hanya sesederhana itu namun keampuhannya sangat manjur sehingga ditakuti orang terlebih para gadis.
Polemore ini kemungkinan memiliki banyak jenis dan metode. Mungkin karena dianggap tabu untuk dibicarakan maka informasi mengenai itu semakin sulit didapatkan. Polemore ini sama dengan ‘DAGHUSE’ kalau di suku Sangihe, Sulawesi Utara. Kalau di Sangihe, orang yang menggunakan ‘Daghuse’ ini cenderung di sebut ‘Tahadaghuse’. Lain halnya dengan Polemore, orang yang menggunakan Polemore ini tidak diketahui apa sebutannya bagi mereka.
Daghuse pada suku Sangihe memiliki banyak jenis. Ada yang menggunakan media pengantar seperti yang disebutkan di atas, ada juga yang dibaca secara langsung ketika dekat dengan gadis target.
Jika benar metode penggunaan Polemore adalah seperti yang disebutkan di atas, maka Polemore itu sama dengan Daghuse jenis ‘Puhiase’ di suku Sangihe. Mantra Puhiase dibacakan untuk menimbulkan pesona pada laki-laki sehingga saat perempuan melihat langsung terpesona dan terpikat. Mantra Puhiase suku Sangihe ini juga bisa digunakan pada kebutuhan-kebutuhan lain tidak hanya untuk memikat gadis.
Demikianlah kekayaan-kekayaan pengetahuan leluhur kita. Pengetahuan yang menjadi misteri dan menyimpan berjuta tanya. Mungkin inilah salah satu kearifan atau pengetahuan yang tidak diajarkan turun-temurun secara langsung sehingga lambat laun mulai hilang dan perlahan-lahan dianggap tabu dan kolot. (*)
(*Jolly Horonis adalah putra Sitaro, penulis dan penutur budaya)


Discussion about this post