di laut tak ada juragan dan kelasi
ketika puncak-puncak karang mengintai nafas
aku mengangkat layar mengarahkan kemudi
atau mendayung ketika angin mati
–Aku Laut Aku Ombak, Iverdixon Tinungki—
Lima tahun setelah Taman Laut Bunaken ditemukan para penyelam pada 1975, Adrey Laikun lahir di pulau yang disebut sebagai pusat segitiga terumbu karang dunia itu. Tepatnya ia lahir pada 7 Mei 1980. Sebagaimana anak pulau, masa kecil Adrey Laikun tak lain laut, ombak, arus dan perahu.
Baginya alam mendapatkan pengertian yang lebih luas sebagai rumah. Tak seperti rumah dalam kebanyakan bayangan kaum kaya yang bermakna properti. Sebagaimana takdir alamiahnya, setiap anak yang lahir dan hidup di pulau secara metaforis disebut beribukan ombak, berayahkan arus. Dan mereka pada akhirnya akan melewati laut.
Mereka akan menjadi manusia yang mengikhlaskan semua hal, dan punya opini tentang segala hal yang baru dilihatnya, termasuk menjalani kehidupan yang tidak benar-benar aman. Mereka akan tumbuh menjadi seseorang yang tak mungkin meluputkan segala hal yang meninggalkan bekas mendalam pada dirinya.
Demikian Adrey Laikun, sosok politisi yang dibesarkan dalam kultur bahari dan pesisir yang keras dan penuh tantangan. Di Manado, anak-anak yang lahir dengan latar ini disebut “anak Pante”. Latar kulturalnya itulah yang menonjol di kemudian waktu terlihat pada kiprah Adrey Laikun sebagai seorang politisi.
Kisah kehidupannya –meminjam istilah Bojan Pozar, Igor Omerza– seakan jalinan dari berbagai kebetulan dan keberuntungan, serta produk dari beragam keadaan yang luar biasa, atau bahkan amat menakjubkan.
Andrey Laikun adalah anak Bunaken pertama yang duduk di kursi legislatif Kota Manado dan menjabat Wakil Ketua DPRD. Sebagai salah seorang pimpinan dewan kota, fungsi dan tugasnya di lembaga tersebut pasca-terpilih sudah pasti tak saja menjadi representasi masyarakat dapilnya.
Lebih dari itu, ia telah menjadi representasi dari 432.300 penduduk kota ini. Ia harus bekerja sebagaimana kedaulatan rakyat yang dititipkan padanya. Ia memikul tugas atas mandat rakyat itu sebagaimana di atur dalam sistem ketata-negaraan di Indonesia terkait hubungan legislatif dan eksekutif.
Sebagai anggota legislatif pada hakekatnya ia bekerja mempersiapkan hubungan antara pemerintah dan rakyat. Ia berperan sebagai saluran komunikasi yang dapat mendukung pemerintah maupun rakyat, yaitu dalam hal mendorong dan memaksa pemerintah untuk merespons secara teliti permintaan atau aspirasi rakyat.
Peran-peran yang tidak mudah itu telah dilalui Adrey Laikun dalam tahun-tahun kiprahnya di dewan kota. Keberpihakannya pada aspirasi rakyat membuat ia menjadi sosok yang dikenal tanpa kompromi.
Pertarungannya di ruang-ruang legislasi sudah pasti tak banyak diketahui orang. Tapi bagi sesama legislator, Adrey dikenal sebagai seseorang yang sangat gigih dalam memperjuangan segala hal yang terkait dengan kepentingan rakyat.
Kembali ke masa kecilnya. Ada beberapa hal yang paling merepotkan dalam menjaga dan mengasuh Adrey di masa kecil, ungkap Alfonsius Bansaleng, pamannya. Lelaki berusia 68 tahun berprofesi nelayan inilah yang mengasuh dan menjaga Adrey semasa kecil di pulau Bunaken.
Bansaleng mengisahkan, Adrey kecil sangat menyukai laut, berenang dan berperahu bersama nelayan. Laut sudah menjadi sahabat dia sejak masa kecil. Ia bisa mengemudikan perahu dan menjalankan mesin. Itulah pengetahuan dasar yang wajib dikuasai anak-anak pulau. Mereka sejak dini dilatih untuk menghadapi kondisi alam yang keras.
Mereka harus jadi petarung yang tak gampang menyerah. Mereka juga diajarkan cara-cara berkebun dan menanam. “Itulah kearifan lokal kami di pulau dalam mendidik anak agar mereka bisa hidup di mana pun dan dalam situasi apapun,” ungkapnya.
Adrey kecil juga bisa dikategorikan sebagai anak yang cukup nakal, ungkap pamannya itu. “Adrey punya kegemaran memanjat pohon tinggi dan suka berkelahi dengan teman-temannya. Ia tergolong anak yang pemberani,” tutur pamannya itu.
Menurut Bansaleng, Adrey tumbuh dalam kultur masyarakat pulau dan pesisir yang menyukai tantangan dan berani menghadapinya. “Adrey adalah gambaran anak pulau dan pesisir itu. Ia tak saja mencintai pulaunya, tapi juga tetap menjaga cara-cara hidup dan bertidak sebagaimana budaya yang ada dalam masyarakatnya yang saling membantu dan saling mendukung satu sama lain,” ungkapnya
Kini masyarakat di pulau Bunaken, Siladen dan Manado Tua merasa bangga Adrey menjadi anggota dewan kota, karena ia berasal dari Kecamatan Bunaken Kepualuan itu. Lanjut Bansaleng, kendati Adrey bukan saja bagian dari keterwakilan masyarakat pulau-pulau kecil ini, tapi sebagaimana sikap hidupnya selama ini, Adrey tetap mencintai pulau tempat kelahirnya.
“Sebelum di dewan kota, sebagai pengusaha, Adrey selalu memberikan bantuan kepada masyarakat pulau-pulau ini. Saat di dewan, Adrey selalu mendengar aspirasi masyarakatnya dan memperjuangkannya dengan gigih ke pemerintah kota.
Adrey Laikun menghabiskan tahun-tahun pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama di Bunaken, sebuah pulau kecil di teluk Manado dengan luas 8,08 km². Bersama sahabat-sahabatnya masa kecil, Adrey Laikun menjadikan pulau itu sebagai tempat bermain, belajar sekaligus tempat melewati hari-hari hidup yang keras sebagaimana realitas hidup orang-orang pulau yang dililit berbagai keterbatasan hidup.
Itu sebabnya bagi Adrey Laikun, Bunaken tak sekadar tempat lahir, tapi menjadi akar kultural yang membentuk ia sebagai manusia, sebagaimana juga ia memandang pesisir perkampungan Sindulang serta umumnya pesisir utara Manado. Di dua tempat inilah ia menjalani masa kecil hingga dewasa. Di dua tempat itu pula ia menjalani apa yang disebutnya sebagai sekolah kehidupan.
Ayahnya Charles Laikun, seorang guru dan Kepala Sekolah di SD Negeri Bunaken, ibunya Sarci Bansaleng, berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Pada 40 tahun sebelumnya, kehidupan ayahnya sebagai guru di pulau dengan keadaan hidup masyarakat yang berkekurangan bukan perkara mudah.
Setiap rezeki yang diterima ayahnya dari gajinya harus juga dipakai untuk mensubsidi keperluan anak-anak sekolah, bahkan harus pula dibagikan kepada keluarga-keluarga yang membutuhkan.
Sikap dan cara hidup ayah dan ibunya itulah yang disyukuri Adrey Laikun dan kakaknya, karena kisah kebaikan orang tuanya telah menjadi berkat bagi dia dan kakaknya di kemudian waktu.
Kakanya Enice Laikun, STh, kini seorang Pendeta yang bekerja sebagai Tenaga Utusan Gereja (TUG) dari Gereja Masehi Injili di Minahasa untuk melayani jemaat Kristen di tanah Papua. Sementara dirinya kini menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Manado.
“Ketika masuk ke panggung politik, masyarakat Bunaken, bahkan masyarakat pesisir Manado Utara mendukung saya hingga terpilih dalam Pemilu sebagai anggota dewan. Saya sadar itu bukan karena kehebatan saya, tapi merupakan buah dari cara hidup ayah dan ibu saya sejak masa lampau yang selalu baik dan menjaga hubungan kekerabatan dengan keluarga dan sesama,” ungkap Adrey.
Hingga masa tua ayahnya, kata Adrey, murid-murid yang sempat didik di sekolah yang dipimpinnya sangat menaruh hormat pada ayahnya.
“Saya mendengar cerita orang-orang tentang kebaikan ayah dan ibu saya sejak masa lalu. Itulah yang membuat saya bangga. Di situlah saya belajar, kebaikan itu seperti sebuah lari estafet di mana seseorang yang pernah menerima kebaikan akan melakukan kebaikan yang sama kepada orang lain. Saya adalah contoh di mana kebaikan orang tua saya membuat orang-orang berbuat kebaikan pula dengan mendukung saya di jalan politik,” kata Adrey.
Belajar dari hal-hal sederhana itu, lanjutnya, ia memandang tugasnya sebagai wakil rakyat adalah tugas suci yang dipercayakan padanya untuk memperjuangkan kehidupan rakyat.
“Sudah pasti setiap orang punya interpretasi yang berbeda terhadap hal ini, bahkan rakyat sendiri punya cara lihat dan cara pandang berbeda pula. Dan saya memilih bekerja tulus saja dalam kerja-kerja legislasi sebagai wakil rakyat yang wajib memperjuangkan sebesar-sebesarnya kepentingan rakyat.
Adrey Laikun menyelesaikan pendidikan SLTA di SMA Lokon, Tomohon, kemudian mengambil program Diploma jurusan teknik di Politeknik Manado. Lalu melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Sariputra Indonesia (UNSRIT) Tomohon dengan gelar Sarjana Teknik (ST). Kini tengah menyelesaikan pendidikan pasca-sarjana jurusan teknik di Universitas Sam Ratulangi Manado.
Dengan bekal pendidikan tinggi di bidang taknik, selepas kuliah S1, Adrey Laikun terjun ke dunia usaha bidang konstruksi. Di dunia usaha ia terbilang cukup sukses dengan mengerjakan berbagai proyek berskala lumayan besar.
Di dunia usaha itulah ia bertemu dengan berbagai kalangan, dari birokrat sipil hingga para jenderal militer, dari kaum pekerja hingga para pemilik modal. Dalam perjumpaan-purjumpaan kerja profesional itu, Adrey mengaku mendapatkan banyak pengalaman dan pelajaran berharga yang memberi pengayaan pada wawasannya di dunia usaha.
Tapi ada yang mengganjal di hatinya. Semacam keterpanggilan hidup mengabdi total untuk rakyat yang terus membuntutinya. Dalam kesadaran itu, sukses di dunia usaha tak membuat ia terlampau gembira. Sebab setiap kali ia berjumpa dengan masyarakat kecil di pulau dan di pesisir Manado, hatinya selalu diguncang oleh perasaan sedih.
Warna-warni kemiskinan, keterbelakangan, peluang kerja yang terbatas, aksesibilitas yang terhambat, program pembangunan yang tidak pro rakyat, serta perampasan ruang-ruang hidup rakyat banyak, selalu membuat ia terguncang.
Hingga suatu ketika ia berpikir untuk bekerja membantu rakyat. Awalnya ia dan istrinya secara pribadi mencoba membatu warga yang berkesulitan dengan bantuan dana dan natura seadanya. Tapi bantuan semacam itu tak banyak membantu masyarakat untuk keluar dari persoalan-persoalan riil yang mereka hadapi.
Pemerintahlah yang harus bertanggung jawab pada nasib dan kehidupan rakyat. Ia pun bertekat terjun ke dunia politik, sebuah dunia yang sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya menjadi tempat segala sesuatu bergantung. Karena, di ruang-ruang politik itulah, lapangan kerja, gaji buruh, kebebasan berserikat, hak-hak sipil dan hak-hak politik serta semua yang menyangkut hajat hidup rakyat diputuskan.
Dan Adrey cukup beruntung, idenya terjun ke dunia politik mendapat dukungan istrinya Meike Meylani Polii, STh. Sebagai seorang pendeta GMIM yang melayani jemaat, istrinya juga punya kesadaran yang sama tentang sejatinya hakekat hidup manusia dan nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Itu sebabnya, ide suaminya masuk ke jalan politik untuk mengabdi kepada rakyat disokongnya secara penuh. Bersama doa istri dan ketiga putranya, dukungan masyarakat di Dapil 4 Manado Utara, pada Pemilu 2019, Adrey Laikun, sang “anak pante” itu pun terpilih sebagai anggota DPRD Kota Manado sekaligus menjadi Wakil Ketua DPRD. (*)
Penulis: Iverdixon Tinungki, Albert Nalang dan tim
Discussion about this post